PENGOBATAN ALA NABI (2)
۲٤٣-ÕóÏóÞó Çááøóåõ æóßóÐóÈó ÈóØúäõ ÃóÎöíßó
"Maha Benar Allah, dan bohonglah perut saudaramu."
Hadits ini ditakhrij oleh Imam
Muslim (7/26) dari Abu Sa'id Al-Khudhri yang
menceritakan:
"Ada
seseorang yang dalang kepada Nabi r lalu melapor:
"Sesungguhnya saudaraku merasa mual perutnya.
"Lalu Rasulullah r memerintahkan: "Berilah minum madu. "
Kemudian orang itu pun memberi minum madu kepada
saudaranya yang sakit, Beberapa saat kemudian ia datang kembali, dan berkala: "Saya telah memberinya madu, tetapi belum sembuh juga dan justru bertambah mual." la berkata seperti itu sampai tiga kali. Kemudian menginjak yang keempat kalinya, Nabi bersabda: "Minumlah madu.
" Orang itu menjawab: "Saya telah
memberinya madu tetapi justru bertambah mual." Lalu
Rasulullah r bersabda: (Kemudian Abu Sa'id
menyebutkan apa yang disabdakan
Nabi r di atas). Lalu
Nabi memberi nya madu dan meminumkannya. Kemudian
ia sembuh."
Hadits
ini ditakhrij oleh Al-Bukhari (10/115/137-138) dengan sedikit diringkas, lalu kembali
disebutkan oleh Al-Hakim (4/402), dan disepakati oleh Adz-Dzahabi!
Ibnul-Qayyim di dalam Az-Zad (3/97-98)
setelah menyebutkan berbagai manfaat madu
mengatakan:
"Inilah sifat madu yang diberikan oleh Nabi r. Beliau menyimpulkan bahwa mual itu diakibatkan karena terlalu banyak
makan.
Nabi memerintahkan agar
orang yang mual itu diberi minum madu yang khasiatnya
untuk menolak segala kotoran yang ada di dalamnya. Sebab madu bisa membersihkan dan menghilangkannya. Perutnya penuh
dengan berbagai macam cairan yang
menjadikan makanan sulit tercerna. Sebab perut memiliki serabut seperti serabut sapu tangan. Jika cairan-cairan itu telah bercampur dengan serabut itu dan
menjadi licin, maka makanan akan rusak. Untuk itu
obatnya adalah dengan menghilangkan cairan itu. Madu adalah obat terbaik dalam hal ini. apalagi
bila dicampur dengan air hangat. Pada pengulangan pemberian
minum memiliki isyarat yang dalam bagi dunia kedokteran. Yaitu bahwa
semua obat harus diminum dalam kadar tertentu sesuai dengan kadar penyakit yang
diderita. Jika dosisnya kurang, maka belum bisa menyembuhkannya secara tuntas. Namun jika
lebih sementara daya tahan tubuh tidak
mampu menahannya, maka bisa menimbulkan penyakit baru. Tatkala beliau memerintahkan kepada
orang yang melapor itu agar memberi madu
kepada saudaranya. orang itu ternyata
memberinya dengan ukuran yang tidak
sesuai dengan kadar penyakitnya. sehingga belum bisa menyembuhkan. Namun
tatkala beliau diberitahu tentang hal itu. beliau segera mengetahui bahwa kadar obat
berupa madu yang diberikannya belum
sesuai dengan kadar penyakit yang diderita. Oleh karena itu orang tersebut beberapa kali datang kepada Nabi
dengan laporan yang sama hingga beliau Nabi turun tangan sendiri. untuk mengecek keadaan penyakit nya. Ternyata setelah beberapa
kali minum, dengan seidzin Allah si penderita itu sembuh juga. Sedang mengenai bagaimana menentukan kadar dan cara meminumkannya, menjadi pembahasan dunia medis. Sabda Nabi r, "Maha Benar Allah
dan bohonglah perut saudaramu", memberikan isyarat bahwa pengobatan dengan madu itu memang
benar-benar bisa dirasakan manfaatnya (bisa dibuktikan). Belum sembuhnya
penyakit itu tidak berarti obat itu
tidak bisa menyembuhkannya, tetapi karena kadar yang diminumkanmya
belum sesuai. Atau karena penyakitnya yang terlalu parah, sehingga membutuhkan pengobatan yang
berulang-ulang.
Pengobatan yang dilakukan oleh Nabi memang tidak sama
dengan pengobatan yang dilakukan oleh
dokter. Sebab pengobatan Nabi merupakan sesuatu yang pasti dan berasal dari wahyu, serta muncul dari nur kenabiannya. Sedangkan pengobatan yang
dilakukan oleh dokter adalah hasil percobaan atau
prediksi semata. Tidak dipungkiri lagi bahwa banyak penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan versi Nabi r. Namun yang dapat merasakannya
hanyalah orang yang menerimanya dengan penuh keyakinan akan dapat sembuh. seperti
halnya Al-Qur'an, sebagai obat bagi penyakit hati juga harus disertai dengan penerimaan secara integral dan penuh keimanan. Jika tidak, maka
penyakit-penyakit hati tidak mungkin tersembuhkan,
bahkan bertambah parah. Demikian juga dengan
pengobatan fisik. Adapun
pengobatan Nabi hanya akan bermanfaat bagi fisik yang
bersih, sebagaimana Al-Qur'an hanya
cocok untuk hati yang murni. Dengan demikian
sikap manusia terhadap pengobatan versi Nabi ini, sama
dengan sikap mereka terhadap
Al-Qur'an. Ketidaksembuhan itu bukan karena obatnya yang
tidak mujarab, tetapi bisa jadi karena watak buruk, tempat yang tidak sesuai, atau hati yang tidak mau
menerima. Wabillahit-Taufiq."
٢٤٤-ãóäö ÇßúÊóæóì Ãóæö ÇÓúÊóÑúÞóì º ÝóÞóÏú ÈóÑöìÁó
ãöäó ÇáÊøóæóßõáö
"Barangsiapa mengecos
dirinya dengan besi (untuk pengobatan) atau melakukan suwuk,
maka ia telah berlepas diri dari tawakal kepada Allah."
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (3/164), Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya
(hadits no. 1408). Ibnu Majah (2/1154/3489), Al-Hakim (4/415), Imam Ahmad (4/249-258) melalui jalur Aqqar bin Al-Mughirah bin Syu'bah, dari ayahnya secara marfu'. Selanjutnya At-Tirmidzi menilai: "Hadits ini
hasan shahih." Sementara Al-Hakim mengata-kan: "Hadits ini shahih
sanadnya." Adz-Dzahabi juga
sependapat dengan penilaian itu. Dan memang seperti itulah adanya.
Saya
berpendapat: Hadits itu menjelaskan makruhnya iktiwa' (me ngecos dengan besi) dan istirqa' (bersuwu'). Hal pertama karena mengandung penyiksaan diri dengan api. Sedang yang kedua, karena mengandung permintaan tolong
kepada orang lain yang hasilnya masih diragukan. Oleh karena itu dikatakan bahwa di antara sifat manusia
yang masuk surga tanpa hisab adalah mereka
yang tidak pernah bersuwuk, tidak pernah beriktiwa', tidak
meramalkan sesuatu karena munculnya seekor burung tertentu, dan hanya bertawakkal kepada Allah. Hal ini bisa dilihat pada hadits
Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim. Di
dalam riwayat Muslim. Ibnu Abbas menambahkan: "Mereka tidak menyuwuk dan tidak meminta disuwuk." Namun tambahan itu syadz (.menyimpang),
seperti vang telah saya jelaskan di dalam Mukhtashar-Shahih Muslim (hadits no.254)
٢٤٥-Åöäú ßóÇäó öÝíú ÔóíÁò ãöäú ÃóÏúæóíÊößõãú ÎóíúÑñ º ÝóÝöíú ÔóÑúØóÉö ãóÍÌóãò
Ãóæú ÔóÑúÈóÉò ãöäú ÚóÓóáò Ãóæú áóÐúÚóÉò ÈöäóÇÑò æóãóÇ ÃõÍöÈøõ Ãóäó ÃßÊöæóí
"Jika
dalam penqobatan kalian ada sedikit perkembangan. maka, yang demikian
itu bisa didapatkan pada keratan kulit orang yang membekam,
atau seteguk madu, ataupun sengatan api. Heran, menqapa
ia senang beriktiwa’. "
Hadits ini Ditakhrii olch
Al-Bukhari (10 114-115. 125. I26). Imam Muslim
(7/21-221). Imam Ahmad (3/343)
dari Jabir bin Abdillah secara marfu'.
Hadits itu merupakan riwayat dan Ashim bin Umar bin
Qatadah dan Jabir bin Abdillah. Sedang riwayat Muslim
yang lain berasal dari Ashim.
bahwa Jabir bin Abdillah
menengok Al-Muqni'. lalu Al-Muqni" berujar: "Saya belum sembuh jika belum berhijam (bekam). sebab saya mendengar Rasulullah r bersabda: "
Sesungguhnya bekam mengandung obat."
Hadits dari Ashim ini merupakan
riwayat Imam Ahmad (3/235).
Al-Bukhari (10/124),
dan disusul oleh Al-Hakim (4/409) dan disepakati oleh Adz-zahabi.
Hadits itu memiliki syahid dari hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan secara marfu' dengan matan pertama.
Hadits ini ditakhrij oleh Al-Hakim (4/209) yang kemudian menilai. Hadits ini shahih. sesuai dengan kriteria
Bukhari-Muslim." Namun Adz-Dzahabi
menyanggahnya: ''Usaid bin Zaid Al-Hammal adalah seorang perawi matruk (diabaikan haditsnya)."
****