UMAT MUHAMMAD r
MENJADI
TUJUH PULUH TIGA SEKTE
٢٠٣ - ÇöÝúÊóÑóÞóÊö
ÇáúíóåõæúÏõ Úóáٰì ÅöÍúÏٰì ÃóæöÇËúäóÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉñ æóÊóÝóÑøóÞóÊö
ÇáäøóÕóÇÑٰì Úóáٰì ÅöÍúÏٰì Ãóæö ÇËúäóÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð
æóÊóÝúÊöÑóÞõ ÃõãøóÊöí Úóáٰì ËóáÇóËó æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð
“Umat Yahudi akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh
dua sekte. Umat Nasrani akan berpecah
belah menjadi tujuh puiuh satu atau tujuh puiuh dua sekte. sedang umatku akan berpecah-belah
menjadi tujuh puluh tiga sekte."
Hadits ini ditakhrij oleh Abu Dawud (2/502 cet.
Al-Halabi). At-Tirmidzi (3/367), Ibnu Majah (2.479).
Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya (1834). Al-Ajuri di dalam Asy-Syari'ah (hal.25), Al-Hakim (1/128). Imam Ahmad
(2/332) dan Abu Ya'la di dalam Masnad-nya (2/280), dari beberapa jalur yang
berasal dari Muhammad bin Amer dari Abu Salamah dari
Abu Hurairah secara marfu'. Sementara itu
At-Tirmidzi mengatakan: "Hadits ini shahih dan sesuai dengan syarat Imam
Muslim." Adz-Dzahabi sependapat dengan penilaian
ini.1)
Saya berpendapat:
Hal itu masih perlu dipertimbangkan. Sebab Muhammad
bin Amer
mendapatkan kritik. Imam Muslim tidak menggunakannya sebagai hujjah. namun hanya memakainya sebagai pendukung, Haditsnya
hasan. Sedangkan perkataan Al-Kautsari di dalam mukadimah At-Tubshir Fid-Din (hal. 5) yang menjelaskan bahwa
haditsnya tidak bisa dibuat hujjah. kecuali jika diperkuat oleh hadits lain, merupakan kesalahan atau
penyimpangan terhadap kesepakatan ulama. Sebab pendapat yang diakui oleh ulama
hadits. bahwa semua perawi yang haditsnya dipandang hasan bisa dibuat hujjah. Di antara mereka itu adalah An-Nawawi, Adz-Dza-habi.
Al-Asqalani dan lainnya. Sedang Al-Kautsari memandang cacat hadits tersebut karena menyangka
di dalamnya ada tambahan yang sudah dikenal. yaitu: "Semuanya di dalam neraka, kecuali satu di antaranya." Dugaan
tentang adanya tambahan itu di jalur ini tidak benar. Saya tidak menemukannya dalam sumber-sumber lain yang berasal dari Abu Hurairah melalui jalur
ini.
Imam Suyuthi menyebutkan hadits tersebut di
dalam Al-Jami'ush-Saghir tanpa
disertai tambahan, seperti juga yang saya sebutkan. Tetapi dia menyandarkan hadits tersebut kepada Ashhabus-Sunan yang empat (Abu Dawud. At-Tirmidzi.
An-Nasa"i dan Ibnu Majah). Ini juga merupakan
kesalahan. Sebab Imam Nasa'i di sini tidak mentakhrijnya.
Sebagaimana disebutkan oleh AI-Hafizh di dalam Takhrijul-Kasysyaf (4/63). sebagai berikut: "Hadits
itu diriwayatkan oleh Ashhabus-Sunan, kecuali An-Nasa'i. dan merupakan riwayat dari Abu Hurairah. tanpa ada
perkataan: "Semuama
masuk...dan seterusnya."
Al-Kautsari tampaknya terkecoh oleh tulisan
As-Sakhawi mengenai hadits itu di dalam kitabnya Al-Maqashidul-Hasanah (hal.158). As-Sakhawi
menyebutkan hadits itu dengan disertai tambahan tersebut. Bahkan dia
menyandarkan hadits itu kepada Ats-Tsalatsah (Abu Dawud,
At-Tirmidzi dan An-Nasa"i), Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Sementara itu Al-Ajluni
di dalam kitabnya Al-Kasyf 'juga mengikuti kitab pokok Al-Kautsari, vaitu Al-Maqashid. hanya
saja ia membatasi penyandaran hadits itu kepada Ibnu
Majah. Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Semua itu merupakan
kesalahan yang bersumber dari taklid tanpa merujuk pokoknya. Orang yang juga terjerumus ke dalam taklid seperti ini adalah Asy-Syaukani.
Dia menyebutkan hadits itu disertai tambahan di dalam kitabnya Al-Fawa'id Al-Majmu'ah
{502). Dia mengatakan: "Al-Kautsari di
dalam kitabnya Al-Maqashid menyatakan: Hadits ini hasan shahih.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Sa'ad, Ibnu Umar, Anas, Jabir dan Iain-lain."
Perkataan
tersebut sebenarnya hanya merupakan ringkasan dari suatu pembahasan dalam kitab
Al-Maqashid. Jika
tidak tentu tidak demikian perkataannya, dengan kata lain tidak hanya
"hasan shahih." Perkataan itu sebenarnya muncul dari At-Tirmidzi
sebagaimana telah saya sebutkan. As-Sakhawi hanya mengutipnya, namun kemudian mengakui sebagai pernyataannya.
Hal ini tidaklah mengapa. Kemudian Asy-Syaukani juga
menjadikannya sebagai perkataan Al-Kautsari. Tragisnya kesalahan (hanya menyebutkan hasan shahih) yang
dilakukan oleh As-Sakhawi juga dilakukan oleh As-Syaukani. Hanya kepada Allah lah
kita menyerahkan kebenaran-nya.
Asy-Syaukani dalam hadits ini melakukan kesalahan lain yang lebih
berat. yaitu penilaian dha'if
terhadap tambahan tersebut di dalam kitab tafsirnya.
Padahal tambahan itu shahih adanya. Hal itu dilakukannya atas dasar taklid juga. Tambahan itu sebenarnya berasal dari beberapa
sahabat dengan sanad yang bagus, seperti yang
dikatakan oleh beberapa Imam. Hal ini rupanya tidak diketahui seluruhnya oleh
Al-Kautsari. atau memang karena sengaja. Hanya kepada
Allah-lah kita memohon pertolongan.
Tambahan
yang dimaksudkan di atas berasal dari Mu'awiyah ra dengan matan sebagai berikut:
٢٠٤
- ÃóáÇó
Åöäøó ãóäú ÞóÈúáóßõãú ãöäú Ãóåúáö ÇáúßöÊóÇÈö ÇÝúÊóÑóÞõæúÇ Úóáٰì ËöäúÊóíúäö
æóÓóÈúÚöíúäó ãöáøóÉð æóÅöäøó åٰÐöåö ÇáúãöáøóÉó ÓóÊóÝúÊóÑöÞó Úóáٰì ËóáÇóËó
æóÓóÈúÚöíúäó ËöäúÊóÇäó æóÓóÈúÚõæúäó Ýöí ÇáäøóÇÑõ æóæóÇÍöÏóÉñ Ýöí ÇáúÌóäøóÉö æóåöíó
ÇáúÌóãóÇÚóÉõ .
"Ingatlah,
bahwa Ahlul Kitab sebelum kamu berpecah
belah menjadi tujuh puluh dua sekte. Umat saya ini
a/can berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Tujuh puluh dua masuk neraka, sedang satu-nya masuk
surga, yaitu Al-Jamaah. "
Hadits ini
ditakhrij oleh Abu Dawud (2/503-504), Ad-Darimi (2/241), Imam Ahmad (4/102),
Al-Hakim (1/128), Al-Ajuri di dalam Asy-yari'ah (18),
Ibnu Bathah di dalam Al-Ibanah (2/108/2. 119/2) dan Al-Lalaka'i di dalam Syarhus-Sunnah (1/23/1)
melalui jalur Shafwan yang memberitahukan: "Azhar
bin Abdillah Al-Hauzani
meriwayatkan hadits kepadaku dari Abu Amir Abdullah bin Lahay
dari Mu'awiyyah bin Abi Sufyan bahwa ia berdiri di
antara kami dan berkata: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi r
di atas selengkapnya).
Selanjutnya Al-Hakim memberikan komentar: "Sanad-sanad ini bisa mendukung keshahihan
hadits tersebut. Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian
ini. Sementara itu Al-Hafizh di dalam Takhnjul-Kasysyaf (hal. 63) menilai: "Sanad hadits
ini hasan."
Saya berpendapat: Al-Hafizh tidak menilainya
shahih disebabkan karena Azhar bin Abdullah
tidak ada yang menilainya tsiqah. kecuali Al-Ijli dan Ibnu Hibban. Ketika Al-Hafizh menyebutkannya di dalam At-Tahdzib. dia juga menyebutkan penilaian
AI-Azdi terhadap Azhar bin Abdullah:
"Orang-orang mengkritiknya." Kemudian Al-Hafizh mengomentari: "Orang-orang sebenarnya tidak mengkritiknya, kecuali berkaitan dengan madzhabnya."
Karena itu di dalam Ai-Taqrib Al-Hafizh menyebutkan:
"la seorang shaduq (dipercaya). Orang-orang
mengkritik karena ingin menegakkan madzhabnya."
Hadits itu juga disebutkan oleh Al-Hafizh ibnu Katsir di dalam Tafsir-nya (1/390) dari riwayat Imam
Ahmad. Ia tidak mengkritiknya sedikit pun. Tampaknya
dia mengisyaratkan kuatnya sanad tersebut dengan
mengatakan: "Hadits ini memiliki beberapa sanad."
Oleh karena itu, Syaikhul islam Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Masa’il (2/83) mengatakan2):
"Hadits ini shahih dan masyhur {terkenal)."
Asy-Syathibi juga menilainya shahih di dalam kitabnya
Al-I’tisham (3/38).
Di antara sanad-sanad yang mengandung tambahan
diisyaratkan oleh ibnu Katsir adalah yang disebutkan oleh Al-Hafizh
Al-Iraqi di dalam Takhrtjul-lhya (3/199).
Al-Hafizh menjelaskan: Saya menemukan, hadits Anas memiliki banyak sanad. namun
hanya tujuh yang bisa saya temukan. Semuanya memuat tambahan di atas, juga ada
tambahan lain yang
1. Dari Qatadah
yang berasal dari Anas.
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Ibnu Majah (2 480). Sementara itu Al-Bushairi di dalamAz-Zawa’id menyebutkan:
"Sanad hadits itu shahih, dan perawi-perawinya tsiqah,"
Saya
berpendapat: Penilaian shahih ini masih perlu dipertimbangkan, dan tidak perlu
saya sebutkan alasannya sekarang. Sebab, kecacatannya
masih bisa ditoleransi jika dipakai sebagai hadits pendukung.
2. Dari Al-Umairi yang berasal dari Anas.
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oieh
Imam Ahmad (3/120). Mengenai Al-Umairi ini. saya
tidak mengenalnya. Tapi kemungkinan besar nama itu adalah An-Numairi, sebab bisa jadi karena salah cetak. Sedang nama
yang sebenarnya adalah Ziyad bin Abdillah. Dia telah meriwayatkan
dari Anas. Dan dari dia sendiri Shadawah
bin Yasar meriwayatkan haditsnya. Shadaqah
pula yang meriwayatkan hadits ini darinya. An-Numairi
termasuk perawi dha'if, sedang perawi-perawi lainnya tsiqah.
3. Dari Ibnu Luhai'ah.
berasal dari Khalid bin Yazid
dari Sa'id bin
Abu Hilal dari Anas.
Kemudian Ibnu Luhai"ah menambahkan: "Mereka
bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa aliran itu?" Beliau menjawab: "Al Jamaah, Al-Jamaah "
Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Imam Ahmad juga (3^145). Sanadnya hasan jika dipakai sebagai syahid.
4. Dari Salman, atau
Sulaiman bin Tharif yang diperolehnya dari Anas.
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Ajuri, di dalam Asy-Syari'ah (17)
dan Ibnu Bathah di dalam Al-Ibanah (12/118/2). Khusus mengenai Ibnu Tharif
saya tidak menemukan data-datanya.
5. Dari Suwaid bin Sa'id. Dia
memberitahukan: "Mubarak bin Suhaim
meriwayatkan hadits itu kepada kami dari Abdulaziz
bin Shuhaib dari Anas."
Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Ai-Ajuri.
Perlu diketahui bahwa Suwaid seorang perawi dha'if. Ibnu Bathah juga mentakhrijnya tetapi saya tidak mengetahui apakah ia
menggunakan sanad ini atau sanad
yang lain dari Abdulaziz. Buku yang memuat tentang
itu jauh dari saya.3)
6. Dari Abu Ma'syar yang diperolehnya dari Ya'qub bin Zaid bin Thalhah dari Zaid bin Aslam dari Anas. Dalam sanad ini ada tambahan pada matannya.
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Ajuri (16). Abu Ma'syur bernama
Najih bin Abdirrahman As-Sanadi.
Dia seorang perawi dha'if. Melalui jalur yang sama
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya,
seperti yang dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir
(2/76-77).
7. Dari Abdullah bin Sufyan Al-Madani dari Yahya bin Sa'id
Al-Anshari
dari Anas. Dalam sanad ini
terdapat tambahan pada matannya berupa lafazh:
"Nabi bersabda: "Apa yang saya dan sahabat-sahabat saya
jalankan."
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Uqaili di dalam Adh-Dhu’afa (hal. 207-208) dan Ath-Thabrani
di dalam Ash-Shaghir
(150). Selanjutnya Al-Uqaili memberikan
catatan: "Tidak ada perawi yang meriwayatkannya
dari Yahya kecuali Abdullah bin Sufyan."
Al-Uqaili kemudian juga mengatakan: "Tidak ada yang
mengikuti haditsnya."
Saya berkata: Bagaimanapun Abdullah bin Sufyan itu lebih baik daripada
Al-Abrad bin Asyraf. Al-Abrad bin Asyraf ini juga
meriwayatkan hadits tersebut dari Yahya bin Sa'id.
namun ia membalik redaksinya sebagai berikut:
"U'matku akan herpecah mcnjadi lujuh puluh atau tujuh puluh satu
sekte. Semuanya
masuk surga, kecuali satu sekte. Mereka bertanya:
"Sekte apa itu wahai Rasul'.' Bdiau
menjawab: "Orang-orung zindiq.
yaitu Al-Oadariyyah."
Al-Uqaili juga menyebutkan
hadits ini dan berkomentar: "la tidak memiliki hadits pokok dari Yahya bin Sa'id."
Sementara itu Adz-Dzahabi berkata: (lihat Al-Mizan): "Abrad
bin Asyraf oleh Ibnu Khuzaimah dinilai kadzdzah dan wadhdha (pendusta dan pemalsu)."
Saya
berpendapat: Beberapa orang mempertanyakan keberadaan hadits ini bahkan ada yang
menilainya dha'if. padahal sebenarnya shahih. Hal itu
telah saya jeiaskan juga di dalam Silsiland-Ahadits Adh-Dha’ifah. Ada-pun
sekarang saya bermaksud hendak memperjelas keshahihannya.
Dari berbagai
keterangan di atas. telah kita ketahui dengan jelas bahwa hadits itu tsabit (sah sebagai hujjah).
Banyak ulama salaf yang memakainya sebagai hujiah. Bahkan Al-Hakim pada permulaan kitabnya
Al-Mastadrak mengatakan:
"Hadits itu besar (isinya)4)
dalam hal-hal pokok." Saya juga tidak
pernah mendengar ada yang mencacatnya. kecuali orang
yang kredibilitas keilmuannya patut diragukan.
misalnya Al-Kautsari. seperti telah saya jelaskan di
atas yaitu pada sanad pertama hadits ini, dimana dia menegaskan bahwa yang benar di
dalamnya tidak terdapat tambahan "Semuunya akan
masuk naraka." Pernyataannya itu bisa jadi disebabkan karena ketidaktahuannya
atau pura-pura tidak tahu terhadap hadits Mu'awiyah
yang memiliki banyak sanad dari Anas,
seperti yang telah Anda lihat. Namun tampaknya dia tidak mau menyerah begitu
saja, hingga menyatakan bahwa hadits itu diperolehnya dari orang-orang terkemuka.
Yang dimaksudkannya adalah Al-Allamah Ibnul-Wazir Al-Yamani. Dia (AI-Kautsari) mengatakan, bahwa Al-Wazir
di dalam kitabnya Al-Awashim Wal-Qawashim memesankan: Jangan sampai Anda terkecoh dengan tambahan "Semuanya masuk neraka, kecuali satu. "Tambahan
itu jelas tidak bisa diterima. Boleh jadi
hal itu hanya merupakan susupan dari musuh-musuh
Islam." Bahkan [bnu Hazem
menandaskan: "Hadits ini tidak shahih."
(Yang disebutkan Al-Kautsari).
Saya melihat penilaian dha"if
hadits ini beberapa tahun lamanya. Kemudian ada
beberapa siswa Al-Jami'ah
Al-Islamiyah menunjukkan pernyataan Asy-Syaukani
di dalam kitabnya (tafsir) Fathul-Oadir {2i59): "Ibnu Katsir
di dalam tafsirnya mengatakan: Hadits tentang
perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh golongan lebih. diriwayatkan melalui
banyak sanad. Beberapa di antaranya telah saya
sebutkan di tempat lain, saya katakan: Tambahan "'semuanya masuk neraka kecuali satu", oleh beberapa muhaddits dinilainya dha'if. Bahkan Ibnul Hazem menegaskan: "Tambahan itu maudhu' (palsu).
Saya tidak mengerti siapa yang dimaksud dengan beberapa muhaddits itu, sebab
saya tidak melihat seorang muhaddits pun dari
golongan mutaqaddimin (terdahulu) menilai dha'if tambahan itu. Bahkan yang
saya ketahui mereka justru menilainya shahih. dan nama-nama mereka telah saya sebutkan,
sedangkan Ibnu Hazem sendiri, saya tidak melihat. dia
menyebut
1.
Kritik hadits saat ini telah menyimpulkan bahwa
tambahan itu tetap
shahih. Siapapun yang menilainya dha'if tidak bisa
diterima.
2.
Oran-orang yang menilainya shahih
lebih besar jumlahnya dan lebih
mengerti dibanding Ibnu Hazem. Apalagi Ibnu Hazem itu terkenal
sebagai orang yang sangat ketat dalam mengkritik hadits. Sehingga
kritikannya tidak boleh dipakai apabila dia hanya
seorang diri dalam
memberikan kritik. Meskipun tidak bertentangan dengan kebanyakan
kritikus lain, apalagi jika jelas bertentangan!
Sedangkan
Ibnul-Wazir yang pendapatnya dikutip oleh Al-Kautsari menunjukkan bahwa kritikannya
melihat dari segi maknanya, bukan dari segi sanad.
Oleh karena itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menolaknya, karena
ada kemungkinan menafsirkan tambahan itu dengan makna lain, yakni dengan makna
(pengertian) yang lebih baik dan tidak membawa dampak negatif seperti yang dikhawatirkannya. Tapi bagaimana bisa makna matan tambahan itu diyakini tidak shahih jika
sebagian besar tokoh hadits handal mengakuinya shahih. Hal seperti ini
tampaknya mustahil!
Apa yang saya sebutkan ini didukung oleh dua hal:
1. Ibnul Wazir dalam kitabnya yang lain
telah menilai shahih hadits
Mu'awiyah ini, yaitu dalam kitabnya
Ar-Raudhul-Basim Fidz-Dzubbi‘abis-Sinnati
Abil-Oasim (lihat
juz II hal. 113-115). Dia telah membuat satu
bab tersendiri yang berisi nama-nama sahabat yang dikritik oleh kaum Syi'ah. Di antaranya
adalah Mu'awiyah. Kemudian dia menuturkan
hadits-hadits Mu'awiyah yang diambilnya dari
kitab-kitab hadits dan diperkuat dengan hadits sahabat yang tidak dikritik oleh kaum Syi'ah.
Sedang hadits ini termasuk di dalamnya.
2. Adanya pendapat dari seorang tokoh Yaman yang saya temukan. Dia
telah menelaah karya-karya Ibnul Wazir.
Dia adalah Asy-Syaikh Shalih
Al-Maqbali. Dia telah mengulas hadits ini dengan
redaksi yang sangat bagus disamping menunjukkan keabsahan hadits ini baik dari
segi sanad maupun matan. Di
dalamnya dia juga mengisyaratkan bahwa ada seorang tokoh hadits yang menilai dha'if hadits ini. Tampaknya yang dimaksudkannya adalah Ibnul Wazir. Dan jika
pernyataannya itu Anda pahami lebih dalam lagi, maka Anda akan bisa melihat
bahwa penilaian dha'if itu tidak dari segi sanad. Penilaian dha'if itu hanya
dari segi kejanggalan maknanya. Untuk lebih jelasnya, saya akan mengutip
pernyataannya itu secara ringkas. Di dalam bukunya
AI-Ilmusy-Syamikh Fi Itsuril-Haq Alal-Aba’i Wal-Masyayikh (hal. 414) dia menjelaskan:
"Hadits
yang menerangkan perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh tiga sekte, memiliki banyak riwayat yang saling menguatkan.
Sehingga kebenaran maknanya tidak bisa diragukan lagi. Kemudian dia menyebutkan
hadits Mu'awiyah di atas, lalu hadits Ibnu Amer bin Ash yang disebutkan
oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.
Selanjutnya
Syaikh Shalih Al-Maqbali menegaskan: "Kejanggalan maknanya ada pada
kalimat "semuanya masuk neraka,
kecuali satu." Telah diketahui bahwa umat Muhammad adalah umat
terbaik, dan yang diharap
Syaikh Shalih Al-Maqbali menanggapi kejanggalan yang terjadi, ringkasnya
sebagai berikut:
"Manusia terbagi menjadi kaum awam dan kaum khash
(cerdik cendekiawan). Kaum awam sejak dulu hingga sekarang, tidak terjadi perubahan,
misalnya kaum wanita, hamba sahaya, para petani, para
pedagang, dan Iain-lain. Mereka semuanya terlepas dari masalah-masalah orang khas (khusus) sehingga bagi mereka tidak
ada tanggung jawab terhadap bid'ah-bid'ah yang muncul.”
Sedangkan kaum khash (cerdik cendekiawan), ada di antara
mereka yang menciptakan bid'ah dan dengan segenap daya menguatkan pandangannya.
Pendapatnya itu sampai dijadikan dasar untuk menolak penjelasan Al-Qur"an maupun hadits. Kemudian orang-orang berikutnya mengikutinya
dengan sikap fanatik yang tinggi. Bahkan tidak menutup kemungkinan para
pengikutnya menciptakan bid'ah baru dari basil analogi bid'ah yang
diciptakannya. sehingga muncul masalah-masalah baru yang semestinya tidak perlu
terjadi. Mereka itulah ahli bid'ah yang sebenarnya. Inilah hal yang sangat
berbahaya, sebagaimana disinyalir oleh Al-Qur'anul-K.arim:
ÊóßóÇÏõ
ÇáÓóøãóÇæóÇÊõ íóÊóÝóØóøÑúäó ãöäúåõ æóÊóäúÔóÞõø ÇáÃÑúÖõ
æóÊóÎöÑõø ÇáúÌöÈóÇáõ åóÏðøÇ
“Hampir-hampir
langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh.” (QS Maryam : 90)
Misalnya. meniadakan hikmah (kebijaksanaan) Allah, mengingkari adanya
kemampuan manusia untuk menerima kewajiban dari Allah meniadakan qudrat-Nya. atau memberi beban di luar kemampuan manusia. berbuat keburukan yang dianggapnya tidak
buruk. dan sebagainya.
Di
antara kaum khash ada lagi yang membentuk
kelompok tersendiri. Merekalah yang menjadi mayoritas
pada masa permulaan, namun menjadi minoritas
pada masa akhir ini.
Mereka menerima Ai-Qur'an dan Al-Hadits. berjalan
sesuai dengan tuntunannya. meninggalkan apa yang
tidak diperintahkannya. mengutamakan Al-Quran dan Al-Hadits dengan cermat sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab, memakai tafsir-tafsir riwayat (Al-Ma’'tsur) dan mengetahui kebenaran
(keberadaan) hadits Nabi, baik dari segi lafazh maupun kandungan hukumnya.
Mereka itulah Ahlus-Sunnah yang sebenarnya. yang
merupakan kelompok yang selamat dan yang men-jadi panutan kaum awam. Hanya
Allah-lah yang berhak menentukan, ke dalam kelompok
mana seseorang akan dimasukkan, dan tentu saja sesuai dengan kadar bid'ah dan
niat yang mereka lakukan.
Jika penjelasan ini telah Anda pahami, maka Anda tidak perlu mempertanyakan
soal-soal yang terlarang, yang menjadi penyebab kehancuran. Karena mayoritas
umat adalah kaum awam, seperti halnya orang-orang khash
pada masa pernulaan. Namun demikian bukan tidak
mungkin kedua kelompok yang tengah akan memperoleh keselamatan karena rahmat
Allah I. Sebab rahmah Allah lebih
luas bagi setiap muslim. Hal ini masuk dalam persoalan pembalasan akhirat
nanti. Sedang yang saya bicarakan saat ini adalah makna dari hadits di atas.
Semua aliran yang ada (aliran pembid'ah) meskipun
tidak sedikit jumlahnya, namun tidak sampai mencapai satu bagian dari seribu
bagian seluruh kaum muslimin (tidak ada seperseribu-nya). Karena itu berhati-hatilah agar Anda
selamat dari penentangan terhadap hadits yang
menjelaskan keutamaan umat tersayang ini.
Saya
berpendapat: Inilah akhir dari pernyataan Al-Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Maqbali. Dan ini pulalah yang menunjukkan keluasan dan kedewasaan pemikirannya. Dari sini Anda bisa melihat
bahwa hadits di atas tidak mengandung kejanggalan, sebagaimana penilaian Ibnul-Wazir yang memandang cacat. Puji syukur saya
panjatkan kepada Allah yang telah membukakan kejelasan hadits tersebut dari
kejanggalan yang selama ini menyelimutinya.
Beberapa
saat kemudian saya membaca karya seseorang yang mengingkari keshahihan
hadits tersebut di dalam kitabnya Adubul-Jahidz (hal. 90). karena tidak sependapat dengan gurunya. Ia menandaskan:
"Seandainya
hadits ini shahih, maka akan menjadi bencana besar bagi mayoritas umat Islam,
sebab mayoritas mereka akan menjadi penghuni tetap neraka Jahannam. Dan
seandainya benar. maka Abubakar tidak akan berdiri
menghadapi pembangkang zakat. karena menganggap mereka telah murtad." Dan
masih panjang alasan yang dikemukakannya yang tidak
perlu saya jelaskan, sebab sudah jelas ketidakbenarannya.
Apalagi setelah membaca karya Syaikh Al-Maqbali di atas. bahwa "menjadi
penghuni tetap neraka Jahannum” tidak memiliki
dasar sama sekali. Hal itu hanyalah
dimaksudkan untuk memperkuat penolakan terhadap hadits tersebut. Padahal hadits
itu tidak mengandung cacat yang mereka tuduhkan.
٢٠٥ - ÅöÐóÇ
ÑóÃóíúÊó ÇáäøóÇÓó ÞóÏú ãóÑóÌóÊú ÚõåõæúÏõåõãú æóÎóÝøóÊú ÃóãóÇäóÇÊóåõãú æóßóÇäõæúÇ
åٰßóÐóÇ æóÔóÈóßó Èóíúäó ÃóÕóÇÈöÚöåö . ÞóÇáó ( ÇáÑøóÇæöí ) ÝóÞõãúÊõ Åöáóíúåö
ÝóÞõáúÊõ áóåõ ßóíúÝó ÃóÝúÚóáõ ÚöäúÏó Ðٰáößó ÌóÚóáóäöíó Çááåõ ÝöÏóÇßó ¿ ÞóÇáó
: ÇöáúÒóãú ÈóíúÊóßó æóÇóãúáößõ Úóáóíúßó áöÓóÇäóßó æóÎõÐú ãóÇ ÊóÚúÑöÝõ æóÏóÚú ãóÇ
ÊõäúßöÑõ æóÚóáóíúßó ÈöÃóãúÑò ÎóÇÕøóÉò äóÝúÓóßó æóÏóÚú Úóäúßó ÃóãúÑ ÇáúÚóÇãøóÉö .
"Jika
janji manusia telah terabaikan, amanat mereka menjadi tidak jelas dan keadaan
mereka seperti ini, (beliau menjalinkan jari jemarinya).
Perawi melanjutkan: "Lalu saya berdiri menghadap beliau dan bertanya:
"Bagaimana saya harus berbuat ketika itu, saya pertaruhkan diri saya
sebagai tebusan Anda, (wahai Rasul)?" Beliau menjawab:
"Tetaplah di rumahmu, jaga mulutmu, ambil yang kamu ketahui, tinggalkan
apa yang kamu ingkari, penuhilah
kepentingan pribadimu dan tinggalkan olehmu urusan
kaum awam."
Hadits ini
ditakhrij oleh Abu Dawud (2/438). Al-Hakim (4/525). Imam Ahmad (2/212) sedang redaksinya adalah milik Imam Ahmad dari Hilal
bin Khabbab
Al-Hakim berkomentar: "Hadits ini shahih sanadnya." Sementara itu Adz-Dzahabi
juga sependapat dengan penilaian itu. Sedang Al-Mundziri
dan Al-Iraqi mengatakan: "Hadits ini
shahih sanadnya." Penilaian ini
kemudian dikutip dan diakui oleh Al-Manawi
sebagai periwayatannya sendiri di dalam Al-Faidh. Dan
yang benar adalah penilaian terakhir itu. Sebab Hilal
dalam sanad itu sedikit mendapat kritik. namun tidak sampai
menjatuhkan-nya ke derajat yang lebih rendah dari hasan, kecuali jika ia jelas
bertentangan dengan perawi lain. Hadits ini memiliki penguat (mutabi') seperti yang akan saya sebutkan.
Hadits itu disandarkan oleh As-Suyuthi kepada
Al-Hakim saja dengan redaksi yang sama. Hal ini karena didasari oleh beberapa
asumsi:
1.
As-Suyuthi menyangka
bahwa tidak ada seorang pemilik Sunan pun
yang meriwayatkannya. padahal kenyataannya tidak
demikian, seperti
anda lihat sendiri,
2.
Dugaannya bahwa redaksi itu milik Imam Hakim, padahal sebenarnya
milik Imam Ahmad.
Hadits itu
diriwayatkan dari Ibnu Umar dari tiga jalur yang lain:
1. Dari Abu Hazim,
dari Amarah bin Amer bin Hazem
dari Abdullah bin Amr dengan redaksi:
"Bagaimana dengan kalian dan bagaimana
dengan masa. Dikhawatirkan akan datang suatu masa, di mana manusia telah
melakukan kekacauan, dan tinggallah kaum rendahan.
Janji dan amanat mereka telah terbengkalai. Mereka saling berselisih, sehingga
keadaan mereka seperti mi. (Beliau menjalin jemarinya)...
(sampai akhir, sama dengan hadits di atas, tanpa "Tetaplah di rumahmu,
dan jagalah mulutmu)"
Hadits ini ditakhrij oleh
abu Dawud (2/437-438), Ibnu Majah (2/467-468), Al-Hakim (4/435) dan Imam
Ahmad (2/221). AI-Hakim berkomentar: "Hadits ini shahih sanadnya." Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini. Dan memang inilah penilaian yang benar. sebab perawi-perawinya
ma'ruf (dikenal), kecuali Ammarah.
Namun perawi ini dinilai tsiqah oleh Al-Ijli dan Ibnu Hibban. Di samping itu
juga banyak perawi-perawi tsiqah yang meriwayatkan.
2. Dari Abu I
lazim juga yang diperolehnya dari Amer bin Svu'aib dari
ayahnya. dari kakeknya dengan riwayat marfu".
Redaksinya sebagai berikut:
"Akan dalang pada manusia suatu masa. di mana
mereka berbuat kekacauan, tinggallah kaum rendahun,
yang janji mereka telah terabaikan ... (sampai akhir, seperti hadits sebelumnya).
"
Hadits ini
ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/220). sedang sanadnya hasan.
3. Dari
Al-Hasan dari Abdullah bin Amr yang menuturkan:
"Rasulullah bersabda kepadaku:
"Bagaimana jika engkau menjadi manusia rendahan.' Abdullah bin Amer
berkata: "
Hadits
ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/162), semua perawinya tsiqah
dan termasuk perawi-perawi Bukhari-Muslim. kecuali Al-Hasan Al-Bashri. dimana masih dipertentangkan apakah ia benar-benar
mendengar dari lbnu Amer
atau tidak. Tetapi mendengar atau tidak, ia tetap seorang mudallis (menyembunyikan kecacatan hadits) dan meriwayatkan dengan cara an'anah (menggunakan kata 'an).
Yang perlu dicatat adalah bahwa hadits yang diriwayatkan melalui tiga sanad ini tidak mengandung tambahan seperti pada riwayat
sebelumnya. yaitu "tetaplah di
rumahmu dan jagalah (kendalikan) mulutmu. " Karena
itu, bisa jadi tambahan itu syadz (menyimpang), sebab orang yang meriwayatkannya hanya seorang diri, yakni Hilal
bin Khabbab disamping juga mendapat kritik. Dengan demikian, ia tidak bisa
dibuat hujjah jika berbeda dengan perawi lain yang tsiqah.
Meskipun demikian,
tambahan seperti itu ada pula di dalam hadits Abu Tsa'labah
Al-Khasyani. namun sanadnya tidak shahih, seperti
yang saya sebutkan pada hadits ke seribu seratus dalam Silsilatul-Ahadits Adh-Dha'ifah.
Syadz tambahan tersebut terbukti lebih kuat lagi setelah
saya mendapatkan penguat haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah tanpa
tambahan, yaitu:
٢٠٦ - ßóíúÝó
Èößó íóÇ ÚóÈúÏóÇááåö Èöä ÚóãúÑòæ ÅöÐóÇ ÈóÞóíúÊó Ýöí ÍõËóÇáóÉò ãöäó ÇáäøóÇÓö ãóÑóÌóÊú
ÚõåõæúÏõåõãú æóÃóãóÇäóÇÊõåõãú æóÇÎúÊóáóÝõæúÇ ÝóÕóÇÑõæúÇ åٰßóÐóÇ æóÔóÈóßó Èóíúäó
ÃóÕóÇÈöÚöåö . ÞóÇáó : ÝóÞõáúÊõ íóÇ ÑóÓõæúáõ Çááåö ãóÇ ÊóÃúãõÑõäöí¿ ÞóÇáó : Úóáóíúßó
ÈöÎóÇÕøóÊößó æóÏóÚú Úóäúßó ÚóæóÇãóåõãú .
"Bagaimana engkau wahai Abdullah
bin Amer jika engkau menjumpai kaum rendahan yang janji dan amanat mereka telah terabaikan. Mereka saling
berselisih dan keadaan mereka seperti ini, (beliau menjalinkan jemarinya. Abdullah bin Amer
berkata: "Saya bertanya: ''Wahai Rasul, apa yang engkau perintahkan kepadaku? Beliau menjawab: "Tetaplah
bersama kaum khashmu dan tinggalkan kaum awam."
Saya menilai: Sanad hadits ini shahih dan sesuai dengan syarat Muslim.
Imam Bukhari menyambungkan sanad hadits
tersebut di dalam kitab Shahih-nya. (1/548). melalui jalur Ashim bin Muhammad, dari saudaranya, Waqid bin Muhammad bin Zaid bin Abdillah bin Umar bin Khaththab,
dari ayahnya, yang memberitahukan: "Saya mendengar ayah saya
berkata: (Abdullah berkata:) Rasulullah r bersabda: "Wahai Abdullah bin Amer,
bagaimana dengan dirimu jika engkau ada di jajaran kaum rendahan?"
Ibrahim Al-Harbi memuttashilkan
hadits tersebut di dalam kitabnya Gharibul-Hadits. Juga Hanbal bin Ishaq di dalam Kitabul-Fitan dan
Abu Ya'la (2/267) dari jalur ini, yaitu berasal dari ibnu Umar, dengan redaksi sebagaimana riwayat Abu Hurairah,
seperti disebutkan di dalam Al-Fath (8/32). Hadits ini merupakan syahid
yang kuat bagi hadits Abu Hurairah.
Hadits
Abu Hurairah tersebut juga mempunyai syahid lain dari
Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi yang memberitakan: "Suatu hari, Rasulullah r
bersabda kepada Abdullah bin Amer bin Al-Ash.
(kemudian ia menyebutkan sabda Nabi selengkapnya)."
Hadits ini ditakhrij oleh lbnu Dun-ya di dalam Al-Amer bin Ma'ruf (1/55).
Ibnu Syahin di
dalam Juz-nya (1/210). Ibnu 'Adi (1/36).
dan Ath-Thabrani. seperti disebutkan di dalam Al-Fath. dimana
dia mendapat-kannya dari Abu Hazim
dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi.
Salah
satu sanad dari Ibnu Hazim
yang ada pada Ibnu Syahin bernilai hasan.
_________________________________
1.
Kemudian saya melihat Al-Hakim mentakhrijnya di tempat Iain (1/6) dan berkata: Imam Muslim
berhujjah dengan memakai Muhammad bin Amer." Adz-Dzahabi menyanggahnya dengan
menuliskan: Saya berkata: Imam Muslim tidak memakai hujjah
Muhammad bin Amer seorang diri. Tetapi juga bersama dengan yang lain.
2. Cetakan Maktabah Adh-Dhahiriyyah (Fiqh Hanbali. III).
3. Kitab itu ada di Maktabah Adh-Dhahiriyyah Damaskus, sedang pada saat menulis ini saya berada di Madinah.
4.
Dalam kitab Ashalnya "katsura",
dalam Al-Kasyful-Khuffa'
(1,309). Sedangkan dalam Al-Maqashid
seperti apa yang saya sebutkan. Mungkin, inilah yang benar.
5.
6. Inilah kelompok kedua dari kaum khash menurut pembagian penulis (Syaikh Shalih). Hal ini akan bisa dilihat pada pembicaraannya lebih lanjut.
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |