As-Shahihah Daftar Isi >
UMAT MUHAMMAD MENJADI TUJUH PULUH DUA SEKTE (203 - 206)
PreviousNext

UMAT MUHAMMAD r MENJADI

TUJUH PULUH TIGA SEKTE

 

 

 

٢٠٣ -  ÇöÝúÊóÑóÞóÊö ÇáúíóåõæúÏõ Úóáٰì ÅöÍúÏٰì ÃóæöÇËúäóÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉñ æóÊóÝóÑøóÞóÊö ÇáäøóÕóÇÑٰì Úóáٰì ÅöÍúÏٰì Ãóæö ÇËúäóÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð æóÊóÝúÊöÑóÞõ ÃõãøóÊöí Úóáٰì ËóáÇóËó æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð

Umat Yahudi akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua sekte. Umat Nasrani akan berpecah belah menjadi tujuh puiuh satu atau tujuh puiuh dua sekte. sedang umatku akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga sekte."

Hadits ini ditakhrij oleh Abu Dawud (2/502 cet. Al-Halabi). At-Tirmidzi (3/367), Ibnu Majah (2.479). Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya (1834). Al-Ajuri di dalam Asy-Syari'ah (hal.25), Al-Hakim (1/128). Imam Ahmad (2/332) dan Abu Ya'la di dalam Masnad-nya (2/280), dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad bin Amer dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu'. Sementara itu At-Tirmidzi mengatakan: "Hadits ini shahih dan sesuai dengan syarat Imam Muslim." Adz-Dzahabi sependapat dengan penilaian ini.1)

 

Saya berpendapat: Hal itu masih perlu dipertimbangkan. Sebab Mu­hammad bin Amer mendapatkan kritik. Imam Muslim tidak menggunakannya sebagai hujjah. namun hanya memakainya sebagai pendukung, Haditsnya hasan. Sedangkan perkataan Al-Kautsari di dalam mukadimah At-Tubshir Fid-Din (hal. 5) yang menjelaskan bahwa haditsnya tidak bisa dibuat hujjah. kecuali jika diperkuat oleh hadits lain, merupakan kesalahan atau penyimpangan terhadap kesepakatan ulama. Sebab pendapat yang diakui oleh ulama hadits. bahwa semua perawi yang haditsnya dipandang hasan bisa dibuat hujjah. Di antara mereka itu adalah An-Nawawi, Adz-Dza-habi. Al-Asqalani dan lainnya. Sedang Al-Kautsari memandang cacat hadits tersebut karena menyangka di dalamnya ada tambahan yang sudah dikenal. yaitu: "Semuanya di dalam neraka, kecuali satu di antaranya." Dugaan tentang adanya tambahan itu di jalur ini tidak benar. Saya tidak menemukannya dalam sumber-sumber lain yang berasal dari Abu Hurairah melalui jalur ini.

 

Imam Suyuthi menyebutkan hadits tersebut di dalam Al-Jami'ush-Saghir tanpa disertai tambahan, seperti juga yang saya sebutkan. Tetapi dia menyandarkan hadits tersebut kepada Ashhabus-Sunan yang empat (Abu Dawud. At-Tirmidzi. An-Nasa"i dan Ibnu Majah). Ini juga merupakan kesalahan. Sebab Imam Nasa'i di sini tidak mentakhrijnya. Sebagaimana disebutkan oleh AI-Hafizh di dalam Takhrijul-Kasysyaf (4/63). sebagai berikut: "Hadits itu diriwayatkan oleh Ashhabus-Sunan, kecuali An-Nasa'i. dan merupakan riwayat dari Abu Hurairah. tanpa ada perkataan: "Semuama masuk...dan seterusnya."

 

Al-Kautsari tampaknya terkecoh oleh tulisan As-Sakhawi mengenai hadits itu di dalam kitabnya Al-Maqashidul-Hasanah (hal.158). As-Sa­khawi menyebutkan hadits itu dengan disertai tambahan tersebut. Bahkan dia menyandarkan hadits itu kepada Ats-Tsalatsah (Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa"i), Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Sementara itu Al-Ajluni di dalam kitabnya Al-Kasyf 'juga mengikuti kitab pokok Al-Kautsari, vaitu Al-Maqashid. hanya saja ia membatasi penyandaran hadits itu kepada Ibnu Majah. Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Semua itu merupakan kesalahan yang bersumber dari taklid tanpa merujuk pokoknya. Orang yang juga terjerumus ke dalam taklid seperti ini adalah Asy-Syaukani. Dia menyebutkan hadits itu disertai tambahan di dalam kitabnya Al-Fawa'id Al-Majmu'ah {502). Dia mengatakan: "Al-Kautsari di dalam kitabnya Al-Maqashid menyatakan: Hadits ini hasan shahih. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Sa'ad, Ibnu Umar, Anas, Jabir dan Iain-lain."

         

Perkataan tersebut sebenarnya hanya merupakan ringkasan dari suatu pembahasan dalam kitab Al-Maqashid. Jika tidak tentu tidak demikian perkataannya, dengan kata lain tidak hanya "hasan shahih." Perkataan itu sebenarnya muncul dari At-Tirmidzi sebagaimana telah saya sebutkan. As-Sakhawi hanya mengutipnya, namun kemudian mengakui sebagai pernyataannya. Hal ini tidaklah mengapa. Kemudian Asy-Syaukani juga menjadikannya sebagai perkataan Al-Kautsari. Tragisnya kesalahan (hanya me­nyebutkan hasan shahih) yang dilakukan oleh As-Sakhawi juga dilakukan oleh As-Syaukani. Hanya kepada Allah lah kita menyerahkan kebenaran-nya.

 

Asy-Syaukani dalam hadits ini melakukan kesalahan lain yang lebih berat. yaitu penilaian dha'if terhadap tambahan tersebut di dalam kitab tafsirnya. Padahal tambahan itu shahih adanya. Hal itu dilakukannya atas dasar taklid juga. Tambahan itu sebenarnya berasal dari beberapa sahabat dengan sanad yang bagus, seperti yang dikatakan oleh beberapa Imam. Hal ini rupanya tidak diketahui seluruhnya oleh Al-Kautsari. atau memang karena sengaja. Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

 

Tambahan yang dimaksudkan di atas berasal dari Mu'awiyah ra dengan matan sebagai berikut:

٢٠٤ -  ÃóáÇó Åöäøó ãóäú ÞóÈúáóßõãú ãöäú Ãóåúáö ÇáúßöÊóÇÈö ÇÝúÊóÑóÞõæúÇ Úóáٰì ËöäúÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ãöáøóÉð æóÅöäøó åٰÐöåö ÇáúãöáøóÉó ÓóÊóÝúÊóÑöÞó Úóáٰì ËóáÇóËó æóÓóÈúÚöíúäó ËöäúÊóÇäó æóÓóÈúÚõæúäó Ýöí ÇáäøóÇÑõ æóæóÇÍöÏóÉñ Ýöí ÇáúÌóäøóÉö æóåöíó ÇáúÌóãóÇÚóÉõ .   

"Ingatlah, bahwa Ahlul Kitab sebelum kamu berpecah belah menjadi tujuh puluh dua sekte. Umat saya ini a/can berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Tujuh puluh dua masuk neraka, sedang satu-nya masuk surga, yaitu Al-Jamaah. "

Hadits ini ditakhrij oleh Abu Dawud (2/503-504), Ad-Darimi (2/241), Imam Ahmad (4/102), Al-Hakim (1/128), Al-Ajuri di dalam Asy-yari'ah (18), Ibnu Bathah di dalam Al-Ibanah (2/108/2. 119/2) dan Al-Lalaka'i di dalam Syarhus-Sunnah (1/23/1) melalui jalur Shafwan yang memberitahukan: "Azhar bin Abdillah Al-Hauzani meriwayatkan hadits kepadaku dari Abu Amir Abdullah bin Lahay dari Mu'awiyyah bin Abi Sufyan bahwa ia berdiri di antara kami dan berkata: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi r di atas selengkapnya).

 

Selanjutnya Al-Hakim memberikan komentar: "Sanad-sanad ini bisa mendukung keshahihan hadits tersebut. Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini. Sementara itu Al-Hafizh di dalam Takhnjul-Kasysyaf (hal. 63) menilai: "Sanad hadits ini hasan."

 

Saya berpendapat: Al-Hafizh tidak menilainya shahih disebabkan karena Azhar bin Abdullah tidak ada yang menilainya tsiqah. kecuali Al-Ijli dan Ibnu Hibban. Ketika Al-Hafizh menyebutkannya di dalam At-Tahdzib. dia juga menyebutkan penilaian AI-Azdi terhadap Azhar bin Abdullah: "Orang-orang mengkritiknya." Kemudian Al-Hafizh mengomentari: "Orang-orang sebenarnya tidak mengkritiknya, kecuali berkaitan dengan madzhabnya." Karena itu di dalam Ai-Taqrib Al-Hafizh menyebutkan: "la seorang shaduq (dipercaya). Orang-orang mengkritik karena ingin menegakkan madzhabnya."

 

Hadits itu juga disebutkan oleh Al-Hafizh ibnu Katsir di dalam Tafsir-nya (1/390) dari riwayat Imam Ahmad. Ia tidak mengkritiknya sedikit pun. Tampaknya dia mengisyaratkan kuatnya sanad tersebut dengan mengatakan: "Hadits ini memiliki beberapa sanad."

 

Oleh karena itu, Syaikhul islam Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Masa’il (2/83) mengatakan2): "Hadits ini shahih dan masyhur {terkenal)." Asy-Syathibi juga menilainya shahih di dalam kitabnya Al-I’tisham (3/38).

 

Di antara sanad-sanad yang mengandung tambahan diisyaratkan oleh ibnu Katsir adalah yang disebutkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi di dalam Takhrtjul-lhya (3/199). Al-Hafizh menjelaskan: Saya menemukan, hadits Anas memiliki banyak sanad. namun hanya tujuh yang bisa saya temukan. Semuanya memuat tambahan di atas, juga ada tambahan lain yang kan saya sebutkan. Sanad-sanad itu adalah:

 

1.     Dari Qatadah yang berasal dari Anas.

     Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Ibnu Majah (2 480). Sementara itu Al-Bushairi di dalamAz-Zawa’id menyebutkan: "Sanad hadits itu shahih, dan perawi-perawinya tsiqah,"

Saya berpendapat: Penilaian shahih ini masih perlu dipertimbangkan, dan tidak perlu saya sebutkan alasannya sekarang. Sebab, kecacatannya masih bisa ditoleransi jika dipakai sebagai hadits pendukung.

 

2.  Dari Al-Umairi yang berasal dari Anas.

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oieh Imam Ahmad (3/120). Mengenai Al-Umairi ini. saya tidak mengenalnya. Tapi kemungkinan besar nama itu adalah An-Numairi, sebab bisa jadi karena salah cetak. Sedang nama yang sebenarnya adalah Ziyad bin Abdillah. Dia telah meriwayatkan dari Anas. Dan dari dia sendiri Shadawah bin Yasar meriwayatkan haditsnya. Shadaqah pula yang meriwayatkan hadits ini darinya. An-Numairi termasuk perawi dha'if, sedang perawi-perawi lainnya tsiqah.

 

3.  Dari Ibnu Luhai'ah. berasal dari Khalid bin Yazid dari Sa'id bin
Abu Hilal dari Anas. Kemudian Ibnu Luhai"ah menambahkan: "Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa aliran itu?" Beliau menjawab: "Al Jamaah, Al-Jamaah "

 

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Imam Ahmad juga (3^145). Sanadnya hasan jika dipakai sebagai syahid.

 

4.  Dari Salman, atau Sulaiman bin Tharif yang diperolehnya dari Anas.

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Ajuri, di dalam Asy-Syari'ah (17) dan Ibnu Bathah di dalam Al-Ibanah (12/118/2). Khusus mengenai Ibnu Tharif saya tidak menemukan data-datanya.

 

5.  Dari Suwaid bin Sa'id. Dia memberitahukan: "Mubarak bin Suhaim meriwayatkan hadits itu kepada kami dari Abdulaziz bin Shuhaib dari Anas."

 

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Ai-Ajuri. Perlu diketahui bahwa Suwaid seorang perawi dha'if. Ibnu Bathah juga mentakhrijnya tetapi saya tidak mengetahui apakah ia menggunakan sanad ini atau sanad yang lain dari Abdulaziz. Buku yang memuat tentang itu jauh dari saya.3)

6.  Dari Abu Ma'syar yang diperolehnya dari Ya'qub bin Zaid bin Thalhah dari Zaid bin Aslam dari Anas. Dalam sanad ini ada tambahan pada matannya.

 

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Ajuri (16). Abu Ma'syur bernama Najih bin Abdirrahman As-Sanadi. Dia seorang perawi dha'if. Melalui jalur yang sama Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, seperti yang dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir (2/76-77).

 

7. Dari Abdullah bin Sufyan Al-Madani dari Yahya bin Sa'id Al-Anshari dari Anas. Dalam sanad ini terdapat tambahan pada matannya berupa lafazh: "Nabi bersabda: "Apa yang saya dan sahabat-sahabat saya jalankan."

 

Hadits dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Uqaili di dalam Adh-Dhu’afa (hal. 207-208) dan Ath-Thabrani di dalam Ash-Shaghir (150). Selanjutnya Al-Uqaili memberikan catatan: "Tidak ada perawi yang meriwayatkannya dari Yahya kecuali Abdullah bin Sufyan."

 

Al-Uqaili kemudian juga mengatakan: "Tidak ada yang mengikuti haditsnya."

 

Saya berkata: Bagaimanapun Abdullah bin Sufyan itu lebih baik daripada Al-Abrad bin Asyraf. Al-Abrad bin Asyraf ini juga meriwayatkan hadits tersebut dari Yahya bin Sa'id. namun ia membalik redaksinya sebagai berikut:

 

"U'matku akan herpecah mcnjadi lujuh puluh atau tujuh puluh satu

sekte. Semuanya masuk surga, kecuali satu sekte. Mereka bertanya:

"Sekte apa itu wahai Rasul'.' Bdiau menjawab: "Orang-orung zindiq.

yaitu Al-Oadariyyah."

 

Al-Uqaili juga menyebutkan hadits ini dan berkomentar: "la tidak memiliki hadits pokok dari Yahya bin Sa'id."

Sementara itu Adz-Dzahabi berkata: (lihat Al-Mizan): "Abrad bin Asyraf oleh Ibnu Khuzaimah dinilai kadzdzah dan wadhdha (pendusta dan pemalsu)."

 

Saya berpendapat: Beberapa orang mempertanyakan keberadaan hadits ini bahkan ada yang menilainya dha'if. padahal sebenarnya shahih. Hal itu telah saya jeiaskan juga di dalam Silsiland-Ahadits Adh-Dha’ifah. Ada-pun sekarang saya bermaksud hendak memperjelas keshahihannya.

Dari berbagai keterangan di atas. telah kita ketahui dengan jelas bahwa hadits itu tsabit (sah sebagai hujjah). Banyak ulama salaf yang memakainya sebagai hujiah. Bahkan Al-Hakim pada permulaan kitabnya Al-Mastadrak mengatakan: "Hadits itu besar (isinya)4) dalam hal-hal pokok." Saya juga tidak pernah mendengar ada yang mencacatnya. kecuali orang yang kredibilitas keilmuannya patut diragukan. misalnya Al-Kautsari. seperti telah saya jelaskan di atas yaitu pada sanad pertama hadits ini, dimana dia menegaskan bahwa yang benar di dalamnya tidak terdapat tambahan "Semuunya akan masuk naraka." Pernyataannya itu bisa jadi disebabkan karena ketidaktahuannya atau pura-pura tidak tahu terhadap hadits Mu'awiyah yang memiliki banyak sanad dari Anas, seperti yang telah Anda lihat. Namun tampaknya dia tidak mau menyerah begitu saja, hingga menyatakan bahwa hadits itu diperolehnya dari orang-orang terkemuka. Yang dimaksudkannya adalah Al-Allamah Ibnul-Wazir Al-Yamani. Dia (AI-Kautsari) mengatakan, bahwa Al-Wazir di dalam kitabnya Al-Awashim Wal-Qawashim memesankan: Jangan sampai Anda terkecoh dengan tambahan "Semuanya masuk neraka, kecuali satu. "Tambahan itu jelas tidak bisa diterima. Boleh jadi hal itu hanya merupakan susupan dari musuh-musuh Islam." Bahkan [bnu Hazem menandaskan: "Hadits ini tidak shahih." (Yang disebutkan Al-Ka­utsari).

 

Saya melihat penilaian dha"if hadits ini beberapa tahun lamanya. Kemudian ada beberapa siswa Al-Jami'ah Al-Islamiyah menunjukkan pernyataan Asy-Syaukani di dalam kitabnya (tafsir) Fathul-Oadir {2i59): "Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengatakan: Hadits tentang perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh golongan lebih. diriwayatkan melalui banyak sanad. Beberapa di antaranya telah saya sebutkan di tempat lain, saya katakan: Tambahan "'semuanya masuk neraka kecuali satu", oleh beberapa muhaddits dinilainya dha'if. Bahkan Ibnul Hazem menegaskan: "Tambah­an itu maudhu' (palsu).

 

Saya tidak mengerti siapa yang dimaksud dengan beberapa muhaddits itu, sebab saya tidak melihat seorang muhaddits pun dari golongan mutaqaddimin (terdahulu) menilai dha'if tambahan itu. Bahkan yang saya ketahui mereka justru menilainya shahih. dan nama-nama mereka telah saya sebutkan, sedangkan Ibnu Hazem sendiri, saya tidak melihat. dia menyebutkan pernyataannya itu. Semula saya menyangka pernyataan itu ada di dalam kitabnya, Al-Fashlu Fii-Milal Wan-Nihal. Namun setelah beberapa kali saya telaah, ternyata saya tetap tidak menemukannya. Pengutipan-pengutipan dari !bnu Hazem oleh Al-Wazir dan Asy-Syaukani itu satu sama lain berbeda. Ibnul Wazir mengutipnya dengan redaksi: "Hadits itu (tambahan itu) tidak shahih". Sedangkan Asy-Syaukani mengutipnya dengan redaksi: "Tambahan itu maudhu’". Jelas bahwa kedua kutipan itu sangat berbeda, meskipun sumbernya sama. Seandainya kutipan itu benar dari Ibnu Hazem, maka pernyataan itu tetap tidak bisa diterima, karena dua alasan:

1.           Kritik hadits saat ini telah menyimpulkan bahwa tambahan itu tetap
shahih. Siapapun yang menilainya dha'if tidak bisa diterima.

2.           Oran-orang yang menilainya shahih lebih besar jumlahnya dan lebih
mengerti dibanding Ibnu Hazem. Apalagi Ibnu Hazem itu terkenal
sebagai orang yang sangat ketat dalam mengkritik hadits. Sehingga
kritikannya tidak boleh dipakai apabila dia hanya seorang diri dalam
memberikan kritik. Meskipun tidak bertentangan dengan kebanyakan
kritikus lain, apalagi jika jelas bertentangan!

 

Sedangkan Ibnul-Wazir yang pendapatnya dikutip oleh Al-Kautsari menunjukkan bahwa kritikannya melihat dari segi maknanya, bukan dari segi sanad. Oleh karena itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menolaknya, karena ada kemungkinan menafsirkan tambahan itu dengan makna lain, yakni dengan makna (pengertian) yang lebih baik dan tidak membawa dampak negatif seperti yang dikhawatirkannya. Tapi bagaimana bisa makna matan tambahan itu diyakini tidak shahih jika sebagian besar tokoh hadits handal mengakuinya shahih. Hal seperti ini tampaknya mustahil!

 

Apa yang saya sebutkan ini didukung oleh dua hal:

1.  Ibnul Wazir dalam kitabnya yang lain telah menilai shahih hadits
Mu'awiyah ini, yaitu dalam kitabnya Ar-Raudhul-Basim Fidz-Dzubbi‘abis-Sinnati Abil-Oasim (lihat juz II hal. 113-115). Dia telah membuat satu bab tersendiri yang berisi nama-nama sahabat yang dikritik oleh kaum Syi'ah. Di antaranya adalah Mu'awiyah. Kemudian dia menuturkan hadits-hadits Mu'awiyah yang diambilnya dari kitab-kitab hadits dan diperkuat dengan hadits sahabat yang tidak dikritik oleh kaum Syi'ah. Sedang hadits ini termasuk di dalamnya.

2.  Adanya pendapat dari seorang tokoh Yaman yang saya temukan. Dia
telah menelaah karya-karya Ibnul Wazir. Dia adalah Asy-Syaikh Shalih Al-Maqbali. Dia telah mengulas hadits ini dengan redaksi yang sangat bagus disamping menunjukkan keabsahan hadits ini baik dari segi sanad maupun matan. Di dalamnya dia juga mengisyaratkan bahwa ada seorang tokoh hadits yang menilai dha'if hadits ini. Tampaknya yang dimaksudkannya adalah Ibnul Wazir. Dan jika pernyataannya itu Anda pahami lebih dalam lagi, maka Anda akan bisa melihat bahwa penilaian dha'if itu tidak dari segi sanad. Penilaian dha'if itu hanya dari segi kejanggalan maknanya. Untuk lebih jelasnya, saya akan mengutip pernyataannya itu secara ringkas. Di dalam bukunya AI-Ilmusy-Syamikh Fi Itsuril-Haq Alal-Aba’i Wal-Masyayikh (hal. 414) dia menjelaskan:

 

"Hadits yang menerangkan perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh tiga sekte, memiliki banyak riwayat yang saling menguatkan. Sehingga kebenaran maknanya tidak bisa diragukan lagi. Kemudian dia menyebutkan hadits Mu'awiyah di atas, lalu hadits Ibnu Amer bin Ash yang disebutkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.

Selanjutnya Syaikh Shalih Al-Maqbali menegaskan: "Kejanggalan maknanya ada pada kalimat "semuanya masuk neraka, kecuali satu." Telah diketahui bahwa umat Muhammad adalah umat terbaik, dan yang diharapkan akan menjadi separuh dari penghuni surga. Padahal jumlah mereka dibanding umat-umat lain (umat Nabi lainnya) bagaikan bulu putih yang tumbuh pada tubuh sapi hitam (kelihatan jelas) sesuai keterangan dalam beberapa hadits. Dengan demikian bagaimana hadits di atas bisa dibenarkan.5)

 

Syaikh Shalih Al-Maqbali menanggapi kejanggalan yang terjadi, ringkasnya sebagai berikut:

 

"Manusia terbagi menjadi kaum awam dan kaum khash (cerdik cendekiawan). Kaum awam sejak dulu hingga sekarang, tidak terjadi perubahan, misalnya kaum wanita, hamba sahaya, para petani, para pedagang, dan Iain-lain. Mereka semuanya terlepas dari masalah-masalah orang khas (khusus) sehingga bagi mereka tidak ada tanggung jawab terhadap bid'ah-bid'ah yang muncul.”

 

Sedangkan kaum khash (cerdik cendekiawan), ada di antara mereka yang menciptakan bid'ah dan dengan segenap daya menguatkan pandangannya. Pendapatnya itu sampai dijadikan dasar untuk menolak penjelasan Al-Qur"an maupun hadits. Kemudian orang-orang berikutnya mengikutinya dengan sikap fanatik yang tinggi. Bahkan tidak menutup kemungkinan para pengikutnya menciptakan bid'ah baru dari basil analogi bid'ah yang diciptakannya. sehingga muncul masalah-masalah baru yang semestinya tidak perlu terjadi. Mereka itulah ahli bid'ah yang sebenarnya. Inilah hal yang sangat berbahaya, sebagaimana disinyalir oleh Al-Qur'anul-K.arim:

 

ÊóßóÇÏõ ÇáÓóøãóÇæóÇÊõ íóÊóÝóØóøÑúäó ãöäúåõ æóÊóäúÔóÞõø ÇáÃÑúÖõ æóÊóÎöÑõø ÇáúÌöÈóÇáõ åóÏðøÇ

“Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh.” (QS Maryam : 90)

 

Misalnya. meniadakan hikmah (kebijaksanaan) Allah, mengingkari adanya kemampuan manusia untuk menerima kewajiban dari Allah me­niadakan qudrat-Nya. atau memberi beban di luar kemampuan manusia. berbuat keburukan yang dianggapnya tidak buruk. dan sebagainya. Ada pula bid'ah yang tidak seekstrim itu. yang hakikatnya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kita tidak bisa mengetahui. termasuk kelompok yang mana pemilik pendapat di atas itu digolongkan.

Ada pula di antara mereka6) yang mengikuti kelompok di atas. menjadi pendukung dan membela pendapatnya dalam berbagai kajian mau­pun karya-karya mereka, sering disusupkan pendapat-pendapat di atas. meskipun sangat halus sekali penuturannya. Kemungkinan dilakukannya cara itu untuk menjaga kemaslahatan. atau karena khawatir dikecam oleh kelompok lain, meskipun akhimya mereka akan terkena kecaman juga. Pendeknya. mereka itu adalah orang yang telah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun gegabah dalam memilihnya. Hisab mereka hanya ada di tangan Allah I. Kemungkinan mereka akan digiring bersama tokoh yang mereka kagumi, atau diterima alasannya. melakukan hal serupa. Tetapi keburukannya benar-benar lebih besar. Dan kebanyakan pemikiran mereka begitu cepatnya merebak di semua daerah. Hal ini barangkali dikarenakan yang melontarkannya adalah para cendekiawan terkemuka. Namun Allah I benar-benar tidak membutuhkan pemikiran mereka itu. Tidak ada gunanya. sebab pada dasarnya mereka sudah mengetahui kebenaran. tetapi menyembunyikannya.

 

Ada pula orang yang tidak mampu menyeleksi pemikiran orang lain dan tidak pula mampu memilih dan memilah mana yang benar. Terkadang ia telah menguasai seluk beluk pemikiran itu. namun tidak mengetahui "ruh" atau substansinya. karena terdapat sekat yang kuat. Hal ini kemungkinan besar karena dilandasi oleh semangat keilmuan yang rendah (dalam mencari kebenaran). atau karena merasa cukup puas dengan pemikiran pendahulunya. Inilah kelompok terbesar. tetapi tidak memperoleh keselamatan (keringanan) yang diperoleh oleh kaum awam. Dengan demikian dapat disimpulkan. bahwa kelompok pertama adalah pembid'ah murni. Kelompok kedua. secara lahiriah termasuk pembid'ah. Sedang kelompok ketiga. terkena hukum pembid'ah.

 

Di antara kaum khash ada lagi yang membentuk kelompok tersendiri. Merekalah yang menjadi mayoritas pada masa permulaan, namun menjadi minoritas pada masa akhir ini. Mereka menerima Ai-Qur'an dan Al-Hadits. berjalan sesuai dengan tuntunannya. meninggalkan apa yang tidak diperintahkannya. mengutamakan Al-Quran dan Al-Hadits dengan cermat sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, memakai tafsir-tafsir riwayat (Al-Ma’'tsur) dan mengetahui kebenaran (keberadaan) hadits Nabi, baik dari segi lafazh maupun kandungan hukumnya. Mereka itulah Ahlus-Sunnah yang sebenarnya. yang merupakan kelompok yang selamat dan yang men-jadi panutan kaum awam. Hanya Allah-lah yang berhak menentukan, ke dalam kelompok mana seseorang akan dimasukkan, dan tentu saja sesuai dengan kadar bid'ah dan niat yang mereka lakukan.

Jika penjelasan ini telah Anda pahami, maka Anda tidak perlu mempertanyakan soal-soal yang terlarang, yang menjadi penyebab kehancuran. Karena mayoritas umat adalah kaum awam, seperti halnya orang-orang khash pada masa pernulaan. Namun demikian bukan tidak mungkin kedua kelompok yang tengah akan memperoleh keselamatan karena rahmat Allah I. Sebab rahmah Allah lebih luas bagi setiap muslim. Hal ini masuk dalam persoalan pembalasan akhirat nanti. Sedang yang saya bicarakan saat ini adalah makna dari hadits di atas. Semua aliran yang ada (aliran pembid'ah) meskipun tidak sedikit jumlahnya, namun tidak sampai mencapai satu bagian dari seribu bagian seluruh kaum muslimin (tidak ada seperseribu-nya). Karena itu berhati-hatilah agar Anda selamat dari penentangan terhadap hadits yang menjelaskan keutamaan umat tersayang ini.

 

Saya berpendapat: Inilah akhir dari pernyataan Al-Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Maqbali. Dan ini pulalah yang menunjukkan keluasan dan kedewasaan pemikirannya. Dari sini Anda bisa melihat bahwa hadits di atas tidak mengandung kejanggalan, sebagaimana penilaian Ibnul-Wazir yang memandang cacat. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah yang telah membukakan kejelasan hadits tersebut dari kejanggalan yang selama ini menyelimutinya.

 

Beberapa saat kemudian saya membaca karya seseorang yang mengingkari keshahihan hadits tersebut di dalam kitabnya Adubul-Jahidz (hal. 90). karena tidak sependapat dengan gurunya. Ia menandaskan:

 

"Seandainya hadits ini shahih, maka akan menjadi bencana besar bagi mayoritas umat Islam, sebab mayoritas mereka akan menjadi penghuni tetap neraka Jahannam. Dan seandainya benar. maka Abubakar tidak akan berdiri menghadapi pembangkang zakat. karena menganggap mereka telah murtad." Dan masih panjang alasan yang dikemukakannya yang tidak perlu saya jelaskan, sebab sudah jelas ketidakbenarannya. Apalagi setelah membaca karya Syaikh Al-Maqbali di atas. bahwa "menjadi penghuni tetap neraka Jahannumtidak memiliki dasar sama sekali. Hal itu hanyalah dimaksudkan untuk memperkuat penolakan terhadap hadits tersebut. Padahal hadits itu tidak me­ngandung cacat yang mereka tuduhkan.

 

٢٠٥ -  ÅöÐóÇ ÑóÃóíúÊó ÇáäøóÇÓó ÞóÏú ãóÑóÌóÊú ÚõåõæúÏõåõãú æóÎóÝøóÊú ÃóãóÇäóÇÊóåõãú æóßóÇäõæúÇ åٰßóÐóÇ æóÔóÈóßó Èóíúäó ÃóÕóÇÈöÚöåö . ÞóÇáó ( ÇáÑøóÇæöí ) ÝóÞõãúÊõ Åöáóíúåö ÝóÞõáúÊõ áóåõ ßóíúÝó ÃóÝúÚóáõ ÚöäúÏó Ðٰáößó ÌóÚóáóäöíó Çááåõ ÝöÏóÇßó ¿ ÞóÇáó : ÇöáúÒóãú ÈóíúÊóßó æóÇóãúáößõ Úóáóíúßó áöÓóÇäóßó æóÎõÐú ãóÇ ÊóÚúÑöÝõ æóÏóÚú ãóÇ ÊõäúßöÑõ æóÚóáóíúßó ÈöÃóãúÑò ÎóÇÕøóÉò äóÝúÓóßó æóÏóÚú Úóäúßó ÃóãúÑ ÇáúÚóÇãøóÉö .   

 

"Jika janji manusia telah terabaikan, amanat mereka menjadi tidak jelas dan keadaan mereka seperti ini, (beliau menjalinkan jari jemarinya). Perawi melanjutkan: "Lalu saya berdiri menghadap beliau dan bertanya: "Bagaimana saya harus berbuat ketika itu, saya pertaruhkan diri saya sebagai tebusan Anda, (wahai Rasul)?" Beliau menjawab: "Tetaplah di rumahmu, jaga mulutmu, ambil yang kamu ketahui, tinggalkan apa yang kamu ingkari, penuhilah kepentingan pribadimu dan tinggalkan olehmu urusan kaum awam."

 

Hadits ini ditakhrij oleh Abu Dawud (2/438). Al-Hakim (4/525). Imam Ahmad (2/212) sedang redaksinya adalah milik Imam Ahmad dari Hilal bin Khabbab Abul Ala' yang memberitahukan: "Abdullah bin Amer memberi hadits kepadaku, ia mengisahkan: "Suatu ketika kami berada di sisi Rasulullah r. Tiba-tiba ada yang menyebutkan fitnah. atau ada fitnah disebutkan di hadapan beliau. Lalu beliau bersabda: (kemudian perawi menyebutkan sabda Nabi r di atas secara lengkap)."

 

Al-Hakim berkomentar: "Hadits ini shahih sanadnya." Sementara itu Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian itu. Sedang Al-Mundziri dan Al-Iraqi mengatakan: "Hadits ini shahih sanadnya." Penilaian ini ke­mudian dikutip dan diakui oleh Al-Manawi sebagai periwayatannya sendiri di dalam Al-Faidh. Dan yang benar adalah penilaian terakhir itu. Sebab Hilal dalam sanad itu sedikit mendapat kritik. namun tidak sampai menjatuhkan-nya ke derajat yang lebih rendah dari hasan, kecuali jika ia jelas bertentangan dengan perawi lain. Hadits ini memiliki penguat (mutabi') seperti yang akan saya sebutkan.

 

Hadits itu disandarkan oleh As-Suyuthi kepada Al-Hakim saja de­ngan redaksi yang sama. Hal ini karena didasari oleh beberapa asumsi:

1.  As-Suyuthi menyangka bahwa tidak ada seorang pemilik Sunan pun
yang meriwayatkannya. padahal kenyataannya tidak demikian, seperti
anda lihat sendiri,

2.           Dugaannya bahwa redaksi itu milik Imam Hakim, padahal sebenarnya
milik Imam Ahmad.

 

Hadits itu diriwayatkan dari Ibnu Umar dari tiga jalur yang lain:

1. Dari Abu Hazim, dari Amarah bin Amer bin Hazem dari Abdullah bin Amr dengan redaksi:

"Bagaimana dengan kalian dan bagaimana dengan masa. Dikhawatirkan akan datang suatu masa, di mana manusia telah melakukan kekacauan, dan tinggallah kaum rendahan. Janji dan amanat mereka telah terbengkalai. Mereka saling berselisih, sehingga keadaan mereka seperti mi. (Beliau menjalin jemarinya)... (sampai akhir, sa­ma dengan hadits di atas, tanpa "Tetaplah di rumahmu, dan jagalah mulutmu)"

Hadits ini ditakhrij oleh abu Dawud (2/437-438), Ibnu Majah (2/467-468), Al-Hakim (4/435) dan Imam Ahmad (2/221). AI-Hakim berkomentar: "Hadits ini shahih sanadnya." Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini. Dan memang inilah penilaian yang benar. sebab perawi-perawinya ma'ruf (dikenal), kecuali Ammarah. Namun perawi ini dinilai tsiqah oleh Al-Ijli dan Ibnu Hibban. Di samping itu juga banyak perawi-perawi tsiqah yang meriwayatkan.

 

2.  Dari Abu I lazim juga yang diperolehnya dari Amer bin Svu'aib dari ayahnya. dari kakeknya dengan riwayat marfu". Redaksinya sebagai berikut:

"Akan dalang pada manusia suatu masa. di mana mereka berbuat kekacauan, tinggallah kaum rendahun, yang janji mereka telah terabaikan ... (sampai akhir, seperti hadits sebelumnya). "

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/220). sedang sanadnya hasan.

 

3.  Dari Al-Hasan dari Abdullah bin Amr yang menuturkan: "Rasulullah bersabda kepadaku:

"Bagaimana jika engkau menjadi manusia rendahan.' Abdullah bin Amer berkata: "Suva bertanya: "Bagaimana hal itu terjadi?” Beliau menjawab: "Jika janji dan amanat mereka diabaikan        " (sampai akhir, seperti hadits sebelumnya)."

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/162), semua perawinya tsiqah dan termasuk perawi-perawi Bukhari-Muslim. kecuali Al-Hasan Al-Bashri. dimana masih dipertentangkan apakah ia benar-benar mendengar dari lbnu Amer atau tidak. Tetapi mendengar atau tidak, ia tetap seorang mudallis (menyembunyikan kecacatan hadits) dan meriwayatkan dengan cara an'anah (menggunakan kata 'an).

 

Yang perlu dicatat adalah bahwa hadits yang diriwayatkan melalui tiga sanad ini tidak mengandung tambahan seperti pada riwayat sebelumnya. yaitu "tetaplah di rumahmu dan jagalah (kendalikan) mulutmu. " Karena itu, bisa jadi tambahan itu syadz (menyimpang), sebab orang yang meriwayatkannya hanya seorang diri, yakni Hilal bin Khabbab disamping juga mendapat kritik. Dengan demikian, ia tidak bisa dibuat hujjah jika berbeda dengan perawi lain yang tsiqah.

 

Meskipun demikian, tambahan seperti itu ada pula di dalam hadits Abu Tsa'labah Al-Khasyani. namun sanadnya tidak shahih, seperti yang saya sebutkan pada hadits ke seribu seratus dalam Silsilatul-Ahadits Adh-Dha'ifah.

 

Syadz tambahan tersebut terbukti lebih kuat lagi setelah saya mendapatkan penguat haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah tanpa tam­bahan, yaitu:

٢٠٦ -  ßóíúÝó Èößó íóÇ ÚóÈúÏóÇááåö Èöä ÚóãúÑòæ ÅöÐóÇ ÈóÞóíúÊó Ýöí ÍõËóÇáóÉò ãöäó ÇáäøóÇÓö ãóÑóÌóÊú ÚõåõæúÏõåõãú æóÃóãóÇäóÇÊõåõãú æóÇÎúÊóáóÝõæúÇ ÝóÕóÇÑõæúÇ åٰßóÐóÇ æóÔóÈóßó Èóíúäó ÃóÕóÇÈöÚöåö . ÞóÇáó : ÝóÞõáúÊõ íóÇ ÑóÓõæúáõ Çááåö ãóÇ ÊóÃúãõÑõäöí¿ ÞóÇáó : Úóáóíúßó ÈöÎóÇÕøóÊößó æóÏóÚú Úóäúßó ÚóæóÇãóåõãú .   

 

"Bagaimana engkau wahai Abdullah bin Amer jika engkau menjumpai kaum rendahan yang janji dan amanat mereka telah terabaikan. Mereka saling berselisih dan keadaan mereka seperti ini, (beliau menjalinkan jemarinya. Abdullah bin Amer berkata: "Saya bertanya: ''Wahai Rasul, apa yang engkau perintahkan kepadaku? Beliau menjawab: "Tetaplah bersama kaum khashmu dan tinggalkan kaum awam."

Saya menilai: Sanad hadits ini shahih dan sesuai dengan syarat Muslim.

 

Imam Bukhari menyambungkan sanad hadits tersebut di dalam kitab Shahih-nya. (1/548). melalui jalur Ashim bin Muhammad, dari saudaranya, Waqid bin Muhammad bin Zaid bin Abdillah bin Umar bin Khaththab, dari ayahnya, yang memberitahukan: "Saya mendengar ayah saya berkata: (Ab­dullah berkata:) Rasulullah r bersabda: "Wahai Abdullah bin Amer, bagaimana dengan dirimu jika engkau ada di jajaran kaum rendahan?"

 

Ibrahim Al-Harbi memuttashilkan hadits tersebut di dalam kitabnya Gharibul-Hadits. Juga Hanbal bin Ishaq di dalam Kitabul-Fitan dan Abu Ya'la (2/267) dari jalur ini, yaitu berasal dari ibnu Umar, dengan redaksi sebagaimana riwayat Abu Hurairah, seperti disebutkan di dalam Al-Fath (8/32). Hadits ini merupakan syahid yang kuat bagi hadits Abu Hurairah.

 

Hadits Abu Hurairah tersebut juga mempunyai syahid lain dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi yang memberitakan: "Suatu hari, Rasulullah r bersabda kepada Abdullah bin Amer bin Al-Ash. (kemudian ia menyebutkan sabda Nabi selengkapnya)."

 

Hadits ini ditakhrij oleh lbnu Dun-ya di dalam Al-Amer bin Ma'ruf (1/55). Ibnu Syahin di dalam Juz-nya (1/210). Ibnu 'Adi (1/36). dan Ath-Thabrani. seperti disebutkan di dalam Al-Fath. dimana dia mendapat-kannya dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi.

 

Salah satu sanad dari Ibnu Hazim yang ada pada Ibnu Syahin bernilai hasan.

 

 

 

_________________________________

1.            Kemudian saya melihat Al-Hakim mentakhrijnya di tempat Iain (1/6) dan berkata: Imam Muslim berhujjah dengan memakai Muhammad bin Amer." Adz-Dzahabi menyanggahnya dengan menuliskan: Saya berkata: Imam Muslim tidak memakai hujjah Muhammad bin Amer seorang diri. Tetapi juga bersama dengan yang lain.

2.            Cetakan Maktabah Adh-Dhahiriyyah (Fiqh Hanbali. III).

3.            Kitab itu ada di Maktabah Adh-Dhahiriyyah Damaskus, sedang pada saat menulis ini saya berada di Madinah.    

4.            Dalam kitab Ashalnya "katsura", dalam Al-Kasyful-Khuffa' (1,309). Sedangkan dalam Al-Maqashid seperti apa yang saya sebutkan. Mungkin, inilah yang benar.

5.            Ada beberapa tokoh hadits yang memandang dha'if seluruh hadits. Ada pula yang memandang dha'if tambahannya saja. dan ada pula yang menakwilkannya. Syaikh Shalih melanjutkan: "Termasuk hal yang lelah diketahui pula, bahwa yang dimaksudkan dengan sekte yang selamat bukan berarti sekte yang sama sekali tidak mengandung perbedaan. Sebab di kalangan sahabat pun terjadi perbedaan. meskipun kadarnya sedikit. Yang dimaksud adalah perbedaan yang menyebabkan munculnya aliran yang berdiri sendiri dengan segala bid'ah yang diciptakannya. Jika hal itu benar. maka bid'ah-bid'ah yang terjadi di seputar masalah-masalah penting, dan yang menimbulkan dampak negatif tidak terhitung jumlahnya namun tidak menunjuk pada kelompok-kelompok tertentu.

6.            Inilah kelompok kedua dari kaum khash menurut pembagian penulis (Syaikh Shalih). Hal ini akan bisa dilihat pada pembicaraannya lebih lanjut.


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com