Batas Waktu Sholat Isyraq dan Bolehkah Jika Dilakukan Di Rumah?
27 Aug 2018- Details
- Penulis: Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini
- Dibaca: 386 kali.
Syariat shalat isyraq datang pada hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ.
“Barang siapa shalat subuh berjamaah (di masjid), lalu duduk berzikir hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, adalah hal itu berpahala seperti pahala satu haji dan satu umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. at-Tirmidzi)
Kata at-Tirmidzi, “Ini adalah hadits hasan gharib. Aku telah bertanya kepada Muhammad bin Isma’il (yakni al-Imam al-Bukhari, pen) prihal Abu Zhilal. Ia menjawab, ‘Muqaribul hadits (riwayat haditsnya mendekati).’ Kata Muhammad, ‘Namanya adalah Hilal’.”
Kata al-Albani, “Akan tetapi, jumhur ahli hadits menvonis Abu Zhilal sebagai rawi yang dha’if (lemah riwayatnya). Oleh karena itu, adz-Dzahabi menyatakan dalam kitabnya yang berjudul al-Mughni, ‘Mereka mendha’ifkan Abu Zhilal’.”
Namun, menurut al-Albani terdapat beberapa syahid (penguat) dari riwayat yang lain. Hal itu beliau sebutkan dalam kitab ash-Shahihah (no. 3403) dan menghukuminya sebagai hadits hasan dalam kitab Shahih Sunan at-Tirmidzi (no. 586) dan hasan lighairih (hasan karena penguatnya) dalam kitab Shahih at-Targhib wat Tarhib (no. 464).
Di antara penguatnya adalah hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu dengan lafadz,
مَنْ صَلَّى صَلاَةَ الصُّبْحِ فِيْ مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيْهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سَبْحَةَ الضُّحَى كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ.
“Barang siapa shalat subuh berjamaah di masjid jami’, kemudian tetap tinggal di tempatnya hingga melaksanakan shalat dhuha (dua rakaat), adalah hal itu berpahala seperti pahala orang berhaji atau berumrah dengan haji dan umrah yang sempurna.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Abul Hasan ‘Ubaidullah al-Mubarakfuri menukil dalam kitab Mir’atul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih[1] bahwa ath-Thibi berkata, “Maknanya adalah lalu shalat setelah matahari meninggi seukuran batang tombak agar waktu terlarang telah berakhir. Shalat ini dinamakan shalat isyraq dan merupakan awal shalat dhuha.”
Selengkapnya: Batas Waktu Sholat Isyraq dan Bolehkah Jika Dilakukan Di Rumah?