Hukum Berjabat Tangan dalam Islam
27 Jan 2020- Details
- Penulis: Ustadz DR. Nur Ihsan
- Dibaca: 3835 kali.
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Asasnya adalah aqidah yang benar, bagunannya adalah amal shalih dan hiasannya adalah akhlak yang mulia. Sebuah pondasi tidak akan bernilai tinggi, jika tidak ada bangunan di atasnya; Sebuah bangunan akan rapuh, meski terkesan kokoh jika pondasinya tidak kuat dan sebuah bangunan tidak akan enak dipandang jika hampa dari hiasan. Artinya, ketiga unsur merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Diantara akhlak islami yang mulia yang menghiasi diri kaum muslimin dan terhitung sebagai bukti atau kensekuensi persaudaraan sejati yaitu berjabat tangan tatkala berjumpa. Pertanyaannya, bagaimana aturan Islam dalam berjabat tangan yang mendatangkan kebaikan itu ? Sudah benarkah praktik yang dilakukan oleh kaum Muslimin sekarang ini ? Ini perlu sekali untuk diketahui bersama, karena tidak beberapa lagi kita akan melaksanakan ibadah puasa yang diakhiri dengan hari raya Idul Fithri. Pada hari ini, biasanya berjabat tangan itu seakan sudah menjadi kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Berikut pembahasan seputar berjabat tangan dalam Islam, hukum dan keutamaannya serta hal-hal yang terkait dengannya.
HUKUM BERJABAT TANGAN DAN ASAL USULNYA
Berjabat tangan adalah sunnah yang disyari’atkan dan adab mulia para shahabat Radhiyallahu anhum yang dipraktikkan sesama mereka tatkala berjumpa.
Imam Bukhâri rahimahullah dalam kitab al-Isti’dzân dalam kitab Shahihnya memuat sebuah bab yang berjudul Babul Mushafahah (Bab: Berjabat Tangan). Dalam bab ini, beliau rahimahullah membawakan beberapa hadits yang menjelaskan sunnahnya berjabat tangan tatkala bersua, diantaranya :
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
Dari Qatâdah Radhiyallahu anhu ia berkata, “Saya bertanya kepada Anas (bin Mâlik) Radhiyallahu anhu , ‘Apakah berjabat tangan dilakukan dikalangan para shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?’ Beliau Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Ya’ [1]