Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang tidak pernah sekalipun berbuat baik, hanya saja dia biasa memberi pinjaman hutang kepada orang lain. Suatu hari dia berkata kepada pesuruhnya, ‘Ambillah berapapun yang disetorkan, jangan mempersulit orang dan sering-seringlah memberi maaf, mudah-mudahan Allah berkenan mengampuni kita.’
Setelah laki-laki itu meninggal dunia Allah Ta’ala bertanya, ‘Apakah kamu pernah berbuat baik.’ Laki-laki itu dengan jujur menjawab, ‘Tidak, hanya saja aku mempunyai seorang pembantu dan aku biasa memberikan pinjaman kepada orang lain, ketika aku meminta pembantuku untuk menagih, selalu saja aku berpesan kepadanya, ‘Ambillah berapapun yang dia berikan, jangan mempersulit orang dan sering-seringlah memberi maaf, mudah-mudahan Allah mengampuni kita.’
Kemudian Allah berkata, ‘Cukup, Aku telah mengampunimu’.”
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda, "Pada zaman dahulu ada seseorang yang telah membunuh 99 orang, kemudian ia mencari-cari orang yang paling alim (pandai) di negeri itu, maka ia ditunjukkan kepada seorang pendeta. lapun lantas datang kepada sang pendeta dan menceritakan bahwasanya ia telah membunuh 99 orang, ia bertanya, 'Apakah masih bisa diterima taubatnya?'
Kemudian sang pendeta mengatakan, "Tidak, taubatmu tidak akan bisa diterima.' Lantas orang itu membunuh sang pendeta tadi maka genaplah menjadi 100 orang. Ia pun mencari-cari lagi orang yang paling alim di negeri itu, maka ia ditunjukkan pada seseorang yang sangat alim. Ia menceritakan bahwa ia telah membunuh 100 orang, maka apakah masih bisa diterima taubat nya? Orang yang sangat alim itu menjawab, 'Ya, masih bisa siapakah yang akan menghalangi seseorang untuk bertaubat! Pergilah ke daerah sana karena penduduk daerah itu menyembah kepada Allah ﷻ. Sembahlah Allah bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali lagi ke kampung halamanmu karena perkampunganmu adalah daerah hitam.'
Maka pergilah orang itu, setelah menempuh jarak kira-kira setengah perjalanan ia mati. Kemudian Malaikat Rahmat dan Malaikat Adzab bertengkar. Malaikat Rahmat membela, 'Ia berangkat ke sana untuk benar-benar bertaubat dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh hati kepada Allah ﷻ.' Sedang Malaikat Adzab berkata, 'Sesungguhnya ia belum pernah berbuat kebaikan sedikitpun.'
Lantas seorang malaikat datang dalam bentuk manusia, dan kedua malaikat itu bersepakat menjadikannya sebagai hakim. Malaikat yang menjadi hakim itu berkata, 'Ukurlah olehmu jarak kedua daerah itu, dan kepada daerah yang lebih dekat itulah ketentuan nasibnya'.
Mereka mengukurnya, kemudian mereka mendapatkan daerah yang dituju itulah yang lebih dekat, dengan demikian orang itu dicabut nyawanya dan diterima oleh Malaikat Rahmat."
📖 HR. Al-Bukhari no. 3470; Muslim no. 2766.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya.
Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, 'Berhentilah dari berbuat dosa.' Dia menjawab, 'Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.' Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, 'Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni olehNya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.'
Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul 'Alamin. Allah ﷻ berfirman kepada lelaki ahli ibadah, 'Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.' Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, 'Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmatKu.' Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, 'Masukkan orang ini ke neraka'.
📖 Hadits Shahih riwayat Ahmad, 2/323: Abu Dawu, 4901: Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd 314, Ibnu Abi Duniya dalam Husnuzh Zhan, 45: al-Baghawi dalam Syarah as-Sunnah, 14/385.