KEMAKSIATAN
YANG MENYEBABKAN KEKERINGAN, ANIAYA
DAN BERBAGAI BENCANA
١٠٦ – íóÇãóÔóÑó
ÇáúãóåóÇÌöÑöíúäó ÎóãúÓñ ÇöÐó ÇÈúÊõÓöíúÊõãú Èöåöäøó ¡ æóÇóÚõÐõÈö Çááåö Çóäú
ÊõÏúÑößõæú åõäøó . áóãú ÊóÙúåóÑö ÇáúÝóÇ ÍöÔóÉõ Ýöì Þóæúãò ÞóØøõ ¡ ÍóÊøٰì
íõÚúáöäõæúÇ ÈöåóÇ ÇöáÇøó ÝóÔóÇ ÝöíúåöãõÊ ÇáØøóÇÚõæúäó æóÇúáÇóæúÌóÇÚõ ÇáøóÊöì
áóãú Êóßõäú ãóÖóÊú Ýöì ÇáÓúáÇ Ýöåöãó ÇáøóÐöíúäó ãóÖóæÇ ¡ æóáóãú íóäúÞóÕõæÇ
ÇáúãößúíóÇáó æó ÇáúãöíúÒóÇäó ÇöáÇøó ÇóÎóÏõæúÇ ÈöÇáÓøöäöíúäó æóÔöÏøóÉö
ÇáúãõÄúäóÉö æóÌóæúÑöÇáÓøõáØóÇäö Úóáóíúåöãú æóáóãú íãóúäóÚõæúÇ ÒóßóÇÉó
ÇóãúæóÇáöåöãú ÇöáÇøóãõäöÚõæúÇÇáúÞóØúÑóãöäó ÇáÓøóãóÇÁö ¡ æóáóæú áÇóÇáúÈóåóÇÁöãõ
áöãú íõãúØóÑõæúÇ ¡ æóáóãú íóäúÞõÖõæúÇ ÚóåúÏóÇááåö æóÇóåúÏó ÑóÓõõæúáöåö¡ ÇöáÇøó
ÓóáøóØó Çááåõ Úóáóíúåöãú ÚóÏõæøðÇ ãöäú ÛóíúÑóåöãú ÝóÇóÎóÐõæúÇ ÈóÚúÖó ãóÇÝöìú ÇóíúÏöíúåöãú
¡ æó ãóÇ áóãú ÊóÎúßõãú ÇóÁöäøóÊõåõãú ÈößöÊóÇÈö Çááåö ¡ æóíóÊóÎóíøóÑõæúÇ ãöãøóÇ
ÇóäúÒøáó Çááåõ ¡ ÇöáÇøó ÌóÚóáó Çááåõ ÈóÃúÓóåõãú Èóíúäóåõãú .
Wahai
segenap kaum Muhajirin, lima bencana akan menimpamu,
aku berlindung kepada Allah agar kamu tidak mendapatknanya. Bila kekejian
nampak nyata pada suatu kaum hingga mereka berterang-terangan dengannya,
niscaya akan tersebar di kalangan mereka penyakit
tha’un dan berbagai penyakit lainnya yang belum pernah menimpa para pendahulu
mereka yang telah lewat. Mereka mengurangi ukuran dan timbangan, sehingga
ditimpa kekeringan dan paceklik dan kezhaliman penguasa terhadap mereka. Mereka
tidak mengeluarkan zakat untuk harta mereka, sehingga akan
tertahan hujan dari langit dan kalau saja bukan karena binatang, niscaya mereka
tidak akan diberi hujan. Mereka merusak janji Allah dan janji Rasul-Nya,
sehingga Allah akan membuat mereka dikuasai oleh musuh dari selain mereka, dan
merampas sebagian
milik mereka. Dan mana kala pemimpin mereka
tidak mengambil hukum dengan kitabullah dan memilih-milih dari apa yang telah
diturunkan oleh Allah, niscaya Allah akan menjadikan permusuhan di antara
mereka.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4019) dan Abu Ma’in dalam Al-Hilyah
(8/333) dari Ibnu Abi Malik, dari bapaknya dari Abdullah Ibnu Umar yang
menuturkan: “Rasulullah r menghadap
(ke jama’ah) kemudian bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits itu).
Saya
berpendapat: Hadits ini sanadnya lemah dipandang dari segi Ibnu Abi Malik yang
namanya adalah Khalid bin Yazid bin Abdurrahman bin Abi Malik. Keberadaannya sebagai seorang faqih adalah lemah. Sedang Ibnu Ma’in di dalam At-Targhib menyangsikannya.
Adapun
Al-Bushairi di dalam Az-Zawa’id berpendapat: Hadits ini sangat bagus
untuk diamalkan. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai Ibnu
Abi Malik dan bapaknya.
Saya
berpendapat: Mengenai bapak Ibnu Abi Malik sebenarnya tidak mengapa. Illat yang ada justru dari anaknya. Oleh
karena itu Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Badhul Ma’un mengisyarakatkan kelemahan
hadits tersebut dengan ucapannya (Q 55/2) “Jika kabar itu benar”.
Saya juga berpendapat bahwa hadits itu
telah pasti (qath’i) sebab selain dari jalur di atas juga datang dari
berbagai jalur lainnya yakni dari Atha’ dan lain-lainnya, hingga Ibnu Abid
Dun-ya juga meriwayatkannya dalam Al-‘Uqubat (Q 62/2) dari jalur Nafi’
bin Abdullah dari Farwah bin Qais Al-Maki dari Atha’ bin Abi Rabah Bih.”
Saya berpendapat: Sanadnya ini lemah.
Karena Nafi’ dan Farwah keduanya tidak dikenal (majhul) sebagaimana
disebutkan di dalam Al-Mizan.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh
Al-Hakim (5/540) dari jalur Abi Ma’bad Hafsh bin Ghilan dari Atha bin Abi
Rabah. Kemudian Al-hakim memberikan catatannya:
“Hadits ini shahih
sanadnya”. Penilaian tersebut disepakati pula oleh
Adz-Dzahabi.
Saya berpendapat: Hadits ini lebih
tepat dikatakan hasan sanadnya, sebab Ibnu Ghilan itu sungguh telah dianggap
lemah oleh sebagian orang. Tetapi oleh kebanyakan orang
dinilai tsiqah. Al-Hafizh di dalam At-Taqrib menilai:
“Dia seorang yang
jujur dan faqih serta diduga cukup mempunyai kemampuan.”
Hadits itu juga diriwayakan oleh
Ar-Rayyani dalam Musnad-nya (Q 247) dari Utsman bin Atha’, dari bapaknya
dari Abdullah bin Umar secara marfu’.
Sanad ini lemah.
Karena yang dimaksud Atha’ disitu adalah Ibnu Abi Muslim
Al-Khurasani, dia memang jujur tetapi juga mempunyai cacat yang melemahkannya
yaitu mudallis dan meriwayatkan hadits secara ‘an’anah.
Sedangkan anaknya,
Utsman, juga lemah. Kecuali jalur Al-Hakim, ia
cukup kuat. Maka ia, meskiipun tidak dikuatkan dengan
pendukung, janganlah ia dianggap lemah.
As-sinin (ÇáÓäÓä) bentuk jama’ dari kata sanah (ÓÊÉ ) yang berarti kering kerontang.
Yatakhayyaru ( íÊÎíÑ ) berarti
mencari kebaikan, seperti dalam kalimat “selama mereka tidak mencari
kebaikan dan kebahagiaan dari apa yang telah diharamkan Allah”
Sebagian kaliamat dari hadits tersebut
mempunyai syahid (hadits pendukung) yaitu hadits Buraidah bin Al-hashib yang
diriwayatkan secara marfu’ dengan lafal sebagai berikut:
١٠٧ – ãóÇ äóÞóÖó Þóæúãñ
ÇáúÚóåúÏó ÞóØøõ ÇöáÇøó ßóÇäó ÇáúÞóÊúáõ Èóíúäóåõãú . æóãóÇ ÙóåóÑóÊú ÝóÇÍöÔóÉñ
ÇÝöì Þóæúãò ÞõØøõ ÇöáÇøó ÓóáøóØó Çááåõ ÚóÒøó æóÌóáøó Úóáóíúåöãõ ÇáúãóæúÊó ¡
æóáÇó ãóäóÚó Þóæúãñ ÇáÒøóßóóÇÊó ÇöáÇøó ÍóÈóÓó Çááåõ Úóäú åõãõ ÇáúÞóØúÑó .
“Apabila suatu kaum merusak janji niscaya peperangan akan
berkobar di antara mereka. Dan apabila kekejian merebak di antara
kaum, maka Allah akan menimpakan kematian atas mereka.
Demikian pula apabila suatu kaum tidak mengeluarkan menahan zakat, maka Allah
tidak akan menurunkan hujan kepada mereka.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/126) dan Al-Baihaqi (3/346), dari jalur
Basyir bin Muhajir dari Abdullah bin Buraidah, yang diperoleh dari bapaknya.
Selanjutnya Al-Hakim memberikan komentarnya:
“Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim”. Sementara itu penilaian itu juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Saya
berpendapat: Seperti halnya apa yang dikemukakan oleh
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi di atas, hanya saja di sini Basyir masih
diperbincangkan dari segi hafalannya. Dalam At-Taqrib
dia disebut sebagai orang yang jujur dan halus bicaranya, namun masih
dipertentangkan sanadnya. Sehingga pada penghujung hadits itu Al-Baihaqi
mengatakan:
“Demikian
inilah Basyir bin Al-Muhajir meriwayatkannya”. Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan
sanadnya yang datang dari jalur Al-Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buraidah
dari Ibnu Abbas yang menuturkan:
“Bila
suatu kaum telah merusak janji, maka sudah pasti Allah akan menjadikan mereka
dikuasai musuh-musuh mereka. Dan apabila kekejian telah merebak di tengah suatu
kaum, niscaya Allah akan menimpakan kematian kepada
mereka. Lalu apabila suatu kaum mengurangi timbangan, niscaya Allah akan menimpakan kekeringan (kemarau panjang) pada mereka.
Dan apabila suatu kaum tidak mengeluarkan zakat, maka Allah akan
menghalangi hujan dari langit bagi mereka. Kemudian apabila suatu kaum
menyimpang dalam suatu hukum, niscaya akan terjadi kesengsaraan di antara
mereka.” Saya (Al-Baihaqi) kira Ibnu Abbas juga menyebutkan,
“dan pembunuhan.”
Saya berpendapat: Sanad hadits ini shahih, dimana juga dinilai
sebagai hadits mauquf yang dihukum marfu’, karena tidak dikeluarkan atas
dasar pendapat. Hadits ini juga telah dikeluarkan (takhrij) oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir secara marfu’ dari jalur lain, yakni dari Ishaq bin
Abdullah bin Kisan Al-Marwazi: “Telah bercerita bapak kami kepada kami dari
Adh-Dhahak bin Muzahim dari Mujahid dan Thawus dari Ibnu Abbax.”
Saya berpendapat: Sanad ini lemah
namun dijadikan sebagai pendukung (syahid). Al-Mudziri di dalam At-Targhib
(juz 1 hal. 271) mengatakan:
“Bisa jadi sanadnya
dekat kepada tingkat hasan dan memiliki beberapa syahid (hadits pendukung).”
Saya melihat juga
bahwa hadits itu berasal dari Buraidah. Kemudian bagi sebagian
kalimatnya saya menemukannya di jalur lain yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani
dalam Al-Ausath (1/85/1) dari Al-Jami’uhs-Shaghir dan sempurna
dalam Al-Fawaid (Q 148-149) dari
Marwan bin Muhammad Ath-Thathiri: Bercerita kepada kami Sulaiman bin Musa Abu
Dawud Al-Kufi, dari Fudhail bin Marzuq (dalam Al-Fawaid terdapat Fudhail
bin Ghazwan) dari Abdullah bin Buraidah, dari Bapaknya secara marfu’ dengan
lafazh:
“Apabila suatu kaum menahan zakat,
niscaya Allah akan menimpakan bencana kekeringan pada mereka.”
Ath-Thabrani berkomentar:
“Tidak ada yang meriwayatkannya
kecuali Sulaiman yang kemudian darinya Marwan meriwayatkannya sendirian.”
Saya berpendapat: Sanad ini lemah
namun dijadikan sebagai pendukung (syahid). Al-Mundziri di dalam At-Targhib
(juz 1 hal. 271) mengatakan: Adz-Dzahabi. Adapun Fudhail jika
yang dimaksudkan adalah Ibnu Marzuq, maka dha’if. Namun
jika yang dimaksudkan adalah Ibnu Ghazwan, maka dia tsiqah dimana juga
dijadikan pegangan oleh Asy-Syaikhani (Bukhari-Muslim). Dan jika ia meriwayatkan hadits, maka haditsnya insya Allah adalah
hadits hasan. Sementara itu Al-Mundziri (1/270) setalah menyandarkannya kepada
Ath-Thabrani mengatakan: “
Kesimpulannya,
dengan melihat jalur-jalur dari beberapa syahid (hadits pendukung) maka hadits
tersebut tidak diragukan lagi keshahihannya. Adapun
Al-Hafizh Ibnu Hajar yang masih bersikap setengah dalam menetapkannya adalah
karena melihat jalur yang pertama. Wallahu a’lam.
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |