PAHALA ATAS KEISLAMAN
٢٤٧-ÅöÐóÇ ÃóÓúáóãó ÇáúÚóÈúÏõ
ÝóÍóÓõäó ÅöÓúáóÇãõåõ ßóÊóÈó Çááøóåõ áóåõ ßõáøó ÍóÓóäóÉò ßóÇäó ÃóÒúáóÝóåóÇ
æóãõÍöíóÊú Úóäúåõ ßõáøõ ÓóíøöÆóÉò ßóÇäó ÃóÒúáóÝóåóÇ Ëõãøó ßóÇäó ÈóÚúÏó Ðóáößó
ÇáúÞöÕóÇÕõ ÇáúÍóÓóäóÉõ ÈöÚóÔúÑóÉö ÃóãúËóÇáöåóÇ Åöáóì ÓóÈúÚö ãöÇÆóÉö ÖöÚúÝò
æóÇáÓøóíøöÆóÉõ ÈöãöËúáöåóÇ ÅöáøóÇ Ãóäú íóÊóÌóÇæóÒó Çááøóåõ ÚóÒøó æóÌóáøó
ÚóäúåóÇ
"Jika seseorang telah masuk islam dan melaksanakannya dengan konsekuen, maka Allah akan
(memerintahkan kepada malaikat untuk) menulis semua kebaikan yang pernah
dilakukannya, dihapuskan semua keburukan yang pernah dilakukannya. Kemudian
setelah itu ada qishash, satu kebaikan dibalas dengan
sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus. Sedang keburukan dengan balasan yang sama, kecuali jika Allah mengampuninya."
Hadits ini ditakhrij oleh An-Nasa'i
(2/167-168) melalui Shofwan bin Shaleh, ia berkata: "Al-Wahid telah meriwayatkan kepada kami
dari Zaid bin Aslam
dari Atha' bin Yasar dari
Abu Sa'id Al-Khudhari, ia berkata: "Rasulullah
r bersabda: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi di atas)."
Saya berpendapat: Sanad ini shahih. Al-Bukhari
menyusunnya dalam kitab Shahih-nya
dengan menyebutkan: "Zaid bin Aslam telah memberi kabar kepadaku tanpa
menyebut kata Al-Hasanat.
Namun ada yang telah memuttashilkannya, yaitu
Al-Hasan bin Sufyan, Al-Bazzar Al-Ismaili
dan Ad-Daruquthni di dalam Gharaibu Malik, serta Al-Baihaqi
di dalam Asy-Syi'b melalui jalur lain
yang berasal dari Malik. Sementara itu Al-Hafizh di dalam Al-Fath (1/82)
menjelaskan:
"Dari beberapa
riwayat yang ada telah jelas bahwa ada riwayat yang hilang
yaitu mengenai penulisan amal baik sebelum masuk Islam.
Sabda Nabi: Kataballahu, berarti
Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk menulisnya.
Sementara matan yang dimiliki oleh Ad-Daruquthni melalui Zaid bin syu'aib, dari Malik adalah: "Allah berfirman kepada
para malaikai-Nya: "Tulislah... " Lalu disebutkan: "Sesungguhnya mushannif (penulis, baca: Al-Hafizh)
dengan sengaja mengikuti apa yang diriwayat-kan
oleh lainnya. sebab kata itu memang musykil (problematis) menurut kaidah.
Al-Mazari mengatakan: "Orang kafir tidak seperti
itu. Amal shalihnya tidak mendapatkan
pahala, yakni yang dikerjakannya sewaktu masih kafir. Sebab syarat amal taqarrub (untuk mendekatkan diri pada Allah")
harus mengetahui kepada siapa amal itu akan
dipersembahkan. Sedang orang kafir tidak
mengetahui hal itu. Al-Qadh Iyadh juga mengikuti keputusan masalah tersebut. Namun An-Nawawi menganggapnya sebagai sanggahan. Dia berkata:
"Yang benar, seperti yang dijelaskan
oleh muhaqqiqun bahkan ada yang
mengatakan ijma', adalah bahwa orang kafir yang melakukan amal shalih, seperti sedekah, silaturahim. dan Iain-lain, kemudian masuk Islam dan
mati dalam keadaan muslim, maka pahala semua amal itu dicatat untuknya.
Adapun dugaan bahwa hal ini menyimpang dan kaidah. sama sekali tidak
bisa diterima. sebab ada sementara amal orang kafir
yang diperhitungkan, misalnya kaffaratudz-dzihar (denda dzihar).
la tidak wajib mengulanginya jika ia telah masuk
Islam, sebab telah mencukupi." Kemudian
Al-Hafizh berkata: "Yang benar adalah bahwa
pahala amal seorang muslim tidak harus hanya dicatat ketika amal itu
dilakukannya setelah ia Islam. Sebagai anugerah dan kebaikan Allah kepadanya. pencatatan amal shalih itu berlaku pula baginya ketika ia masih kafir. Namun
artinya pencatatan yang dimaksudkan bukan
berarti menjadi kepastian diterimanya pahala
amal itu. Hadits itu hanya mengatakan dicatat, tidak mengatakan diterima. Dengan demikian. diterimanya pahala amal itu boleh jadi hanya dikaitkan
dengan keislaman seseorang. Jadi jika ia masuk Islam,
maka amal shalih
itu akan diterima. Inilah pendapat yang kuat, Apa yang dipegangi oleh
An-Nawawi ini juga diikuti oleh Ibrahim Al-Harbi, Ibnu Bathal dan Iain-lain,
juga oleh ulama-ulama muta'akhkhirin lainnya, seperti
Al-Qur-thubi dan Ibnul-Munir.
Sedang Ibnul-Mumr mengatakan: "Yang menyimpang
dari kaidah adalah, dugaan adanya pahala amal ketika masih kafir. Padahal Allah hanya mengkaitkan pahala
seseorang dengan keislamannya, yaitu pahala atas kebaikan-kebaikannya yang menurut persepsinya adalah baik. Hal
ini tidak ada yang menentang. Demikian pula bila Allah
mem berikan anugerah pahala pada orang yang baru
masuk Islam tanpa amal. Juga ketika Allah memberikan
pahala kepada orang yang tidak mampu melaksanakan
amal-amal kebaikan. Dengan demikian
jika Allah memberi
Saya
berpendapat: Inilah pendapat yang benar dan tidak boleh ditentang, sebab banyak
hadits yang mendukungnya. Oleh karena itu As-Sanadi di dalam Hasyiyah-nya. (catatan kaki)
dalam kitab Nasa'i men jelaskan:
"Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan-kebaikan yang
dilakukan oleh orang kafir ditangguhkan. Jika ia masuk
Islam, maka akan diterima. Tetapi jika tidak masuk Islam,
maka juga tidak diterima. Berdasarkan hal ini. maka firman Allah I, "Dan
orang-orang kafir, amal-amal mereka seperti fatamorgana. " Diartikan
bagi orang yang mati dalam keadaan kafir. Tampaknya tidak ada
dalil yang bertentangan dengan hai ini. Namun anugerah
Allah lebih luas dan lebih banyak sehingga tidak perlu dipermasalahkan bila
Allah memberikan pahala bagi kebaikan seseorang ketika kafir. Iman akan menebas semua yang telah lalu. Sementara itu sebuah
hadits menyatakan: "Yang dimaksudkan
adalah semua keburukan yang telah lalu, bukan kebaikan."
Saya berpendapat: Semisal dengan ayat yang telah
disebutkan oleh As-Sandi adalah semua ayat yang menjelaskan leburnya amal orang
kafir, misalnya:
æóáóÞóÏۡ ÃõæÍöìó
Åöáóíۡßó æóÅöáóì ٱáøóÐöíäó ãöä ÞóÈۡáößó áóٮٕöäۡ ÃóÔۡÑóßۡÊó áóíóÍۡÈóØóäøó
Úóãóáõßó æóáóÊóßõæäóäøó ãöäó ٱáۡÎóÜٰÓöÑöíäó
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelum kamu: "Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapus lah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi. " (Az-Zumar: 65).
Semua ayat itu diartikan
bagi orang yang mati daiam keadaan musyrik. Hal itu didasarkan pada
firman Allah I:
æóãóä íóÑۡÊóÏöÏۡ ãöäßõãۡ Úóä
Ïöíäöåöۦ ÝóíóãõÊۡ æóåõæó ڪóÇÝöÑñ۬
ÝóÃõæúáóÜٰٓٮٕößó
ÍóÈöØóÊۡ ÃóÚۡãóÜٰáõåõãۡ Ýöì
ٱáÏøõäۡíóÇ æóٱáۡÃóÎöÑóÉöۖ
æóÃõæúáóÜٰٓٮٕößó ÃóÕۡÍóÜٰÈõ
ٱáäøóÇÑöۖ åõãۡ ÝöíåóÇ
ÎóÜٰáöÏõæäó
"Barangsiapa yang murtad di
antara kamu dan agamanya, lalu dia mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah yang sia-sia amalan-nya di dunia dan di akhirat, dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. " (Al-Baqarah: 217).
Hal itu menimbulkkan
masalah fiqhiyah pula. yaitu seorang muslim yang telah berhaji, kemudian murtad. lalu
masuk Islam lagi, maka paha-lanya
tidak akan hilang, dan la tidak wajib mengulanginya. Inilah pendapat Imam Asy-Syafi'i dan salah satu pendapat Al-Laits
bin Sa'id. Pendapat ini dipakai juga oleh Ibnu Hazem. la membelanya dengan
argumen yang mengena. Tampaknya tepat kiranya jika
argumen itu saya sebutkan di sini. Beliau berkata (juz VII, hal. 277):
"Masalah orang yang berhaji dan berumrah, lalu keluar dan Islam (murtad), namun kemudian
Allah memberinya petunjuk dan
menyelamatkannya dari api neraka dengan kembalinya pada Islam, la tidak berkewajiban mengulanginya. Inilah pendapat Asy-Syafi'i dan Al-Laits. Sementara Abu Hanifah, Malik dan Abu Sulai-man dalam hal ini berpendapat: la harus berhaji dan berumrah kembali. Mereka
berargumentasi dengan firman Allah I:
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan Hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi." (Az-Zumar:
65).
Kita tidak menemukan argumentasi mereka yang lain. Dan argumen-tasi itu tidak bisa kita terima,
sebab Allah I
tidak berfirman: "Jika kamu menyekutukan Tuhan, maka hapuslah
semua amal yang kamu lakukan sebelum
engkau syirik." Tambahan
yang demikian itu jelas tidak ada.
Dia hanya memberitahukan, bahwa Dia tidak akan
memperhitungkan amal mereka yang dilakukan setelah syirik
hingga mati dalam keadaan syirik pula
bukan ketika mereka telah masuk Islam lagi (jika kembali Islam tentu kembali
diperhitungkan segala amalnya baik ketika syirik maupun sebelum-nya). Inilah
yang benar dan tidak diragukan
lagi. Jika ada seorang musyrik berhaji. berumrah.
atau shalat, ataupun berzakat.
maka amal itu tidak bisa menggugurkan kewajiban
sedikitpun.
Juga karena firman Allah: "Niscaya kamu akan termasuk orang-orang yang merugi", merupakan
penjelasan bahwa seorang murtad jika telah
kembali memeluk Islam, maka amalnya tidak akan musnah. yakni amal yang dilakukannya sebelum masuk Islam. Semua
amalnya akan tercatat dan mendapatkan pahala dengan surga. Sebab tidak ada perbedaan sedikitpun
di antara para imam, bahwa seorang murtad jika telah kembali memeluk Islam, maka tidak termasuk orang yang
beruntung dan berbahagia. Maka jelas, bahwa
orang yang tidak diperhitungkan amalnya adalah mereka yang mati dalam keadaan kafir, baik pernah
masuk Islam (murtad) atau selamanya kafir. Mereka itulah orang-orang yang pasti merugi. Bukan orang yang masuk Islam
dari kekafirannya. atau yang kembali Islam setelah murtad.
Allah I
berfirman: "Barangsiapa dt antara kamu yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka segala amalnya sia-sia. " Dengan
demikian jelaslah kebenaran pendapat kami. bahwa pahala seseorang tidak akan dihapus kecuali jika ia mati
dalam kekafiran nya. Kami juga mendapatkan firman Allah yang berbunyi:
Ãóäøöì áóÇٓ ÃõÖöíÚõ Úóãóáó
ÚóÜٰãöáò۬ ãøöäßõã ãøöä ÐóßóÑò Ãóæۡ ÃõäËóìٰۖ
"Sesungguhnya Aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan." (Ali Imran:
195).
Di tempat lain,
Dia juga berfirman:
Ýóãóä íóÚۡãóáۡ ãöËۡÞóÇáó ÐóÑøóÉò ÎóíۡÑð۬Ç íóÑóåõ
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat batasannya." (Az-Zalzalah: 7).
Ketentuan tersebut
merupakan hukum umum yang tidak boleh ditakhshihsh
(diadakan pengkhususan).
Dengan demikian jelas bahwa jika seseorang menunaikan
ibadah haji dan umrah, namun kemudian murtad maka
apabila telah kembali memeluk Islam, amal ibadahnya tersebut akan
dapat dilihatnya dan tidak disia-siakan oleh Allah I.
Kami telah meriwayatkan dari berbagai sanad. seperti
Asy-Syams dari Az-Zuhry
dari Hisyam bin Urwah. Sedang Az-Zuhry
dan Hisyam bin Urwah
dan Urwah bin Zubair, bahwa
Hakim bin Hizam, telah menceri-takan kepadanya. bahwa ia (hakim bin Hizam)
bertanya kepada Rasulullah r: "Bagaimana menurut
pendapat Tuan, tentang semua amal yang saya lakukan pada waktu
jahiliyah, seperti sedekah, memerdekakan hamba sahaya. silaturrahim dan Iain-lain, apakah
ada pahalanya? Beliau men-jawab:
٢٤٨-ÃóÓúáóãúÊó
Úóáóì ãóÇ ÃóÓúáóÝúÊó ãöäú ÎóíúÑò
"Engkau akan diserahi pahala amal baik yang
telah lewat itu. "
Hadits ini ditakhrij oleh Bukhari-Muslim dan yang lain,
dari Hakim bin
Hizam.
Ibnu Hazem
berkomentar:
"Maka jelaslah
bahwa orang murtad yang masuk Islam, dan orang kafir tulen yang
masuk Islam, akan mendapatkan pahala amal baik yang telah
dilakukannya. Orang murtad, tatkala ia berhaji tentu dalam keadaan muslim. ia telah melaksanakan kewajibannya. Dan setelah kembali
masuk Islam, maka ia akan memperoleh
apa yang dilakukannya itu. Orang kafir yang berhaji. misalnya kauni Shabi'in
yang menurut ajaran mereka ada ibadah haji ke Makkah,
maka jika ia masuk Islam, belum bisa menggugurkan kewajibannya. Sebab
ia tidak melaksanakannya seperti yang diperintahkan
oleh Allah. Di samping itu di antara syarat haji dan kefardhuan
lainnya adalah hanya dengan apa yang
diperintahkan oleh Muhammad bin Abdillah, Rasulullah r
yang membawa satu-satunya agama yang diterima oleh Allah.
Beliau bersabda: "Barangsiapa
beramal suatu amal bukan
atas dasar perintah yang kubawa, maka akan tertolak. "
Kaum Shabi'in
melakukan haji karena diperintahkan oleh Hermes. Oleh karena itu dinilai belum mencukupi. Billahit-Taufiq. Seharusnya. orang murtad yang lepas hajinya, juga harus lepas ke-muhshan-annya, talaknya yang tiga. jual belinya dan pemberian-pembenan
yang diberikan-nya pada waktu masih muslim. Tetapi
mereka lidak mengatakan demikian. Karenanya. jelaslah kesalahan pendapat mereka itu.
Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara hadits
ini dengan hadits yang lalu pada
nomor 52, yaitu bahwa orang kafir akan mendapatkan pahala kebaikan yang dilakukannya murni karena
Allah di dunia saja. sebab yang dimaksudkan adalah orang kafir yang telah
diketahui oleh Allah bahwa ia akan
mati dalam keadan kafir pula. Dasarnya adalah sabdanya yang lain: "Sehingga jika ia sampai di akhirat, ia tidak
akan memiliki kebaikan sedikit pun yang akan diberi pahala." Sedangkan
orang kafir yang telah diketahui oleh Allah bahwa ia akan mati dalam keadaan mukmin, maka ia juga akan mendapatkan
pahala kebaikan yang dilakukannya pada waktu kafir, di akhirat.
Hal ini bisa kita pahami dari hadits-hadits terdahulu.
Di antaranya hadits hakim bin Hisam yang
disebutkan oleh Ibnu Hazem di atas, yang dinilainya shahih, tetapi tidak
disandarkan kepada seseorang pun. Padahal Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya. telah mentakhrijnya
(4/327, 5/127, 10/348), Imam Muslim (1/79),
Abu Awanah di dalam kitab Shahih-nya
(1/72-73)
dan Imam Ahmad (3/402).
Hadits yang senada adalah yang diriwayatkan oleh Aisyah t mengenai
Ibnu Jad'an yang disebutkan oleh Al-Hafizh tanpa disandarkan kepada seseorang
pun. Sekarang saya akan menyebutkan dan mentakhrij nya. yaitu:
٢٤٩-áóÇ
íóÇ ÚóÇÆöÔóÉõ Åöäøóåõ áóãú íóÞõáú íóæúãðÇ ÑóÈøö ÇÛúÝöÑú áöí ÎóØöíÆóÊöí íóæúãó
ÇáÏøöíäö
"Tidak, wahai Aisyah. Sebab ia tidak pernah berdoa; Ya Tuhan, ampunilah segala kesalahanku
kelak di hari pembalasan. "
Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim
(1/136). Abu Awanah (1/100).
Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya
dan putranya di dalam Zawa'id-nya. (6/93),
Abubakar Al-Adl di dalam Itsna Asyara Majlisan (Q. 6/1). dan Al-Wahidi di dalam Al- Wasith (3/167/1)
melalui beberapa jalur, berasal
dari Abu Dawud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq (dua perawi terakhir tidak menyebut Masruq) dari Aisyah yang bertanya:
"Saya bertanya: "Wahai
Rasulullah, Ibnu Jad'an pada masa jahiliyah bersilaturrahim. dan memberi makan kaum miskin. Apakah perbuatan itu akan bermanfaat baginya?" Beliau menjawab: (Kemudian ia menyebutkan
sabda Nabi di alas). "
Hadits yang merupakan riwayat dari Aisyah ini juga
memiliki jalur lain,
yaitu berasal dari Abdul Wahid bin Ziyad yang
mengabarkan: Telah meriwayatkan kepada kami Al-A'masy
dari Abu Sufyan dari Ubaid bin Umair dari Aisyah yang
menuturkan:
" ÞõáúÊõ áöáäøóÈöíøð
Õóáóì Çááåõ Úóáóíöåö æóÓóáøóãó : Åöäøó ÚóÈúÏõ Çááåö Èöäú ÌóÏúÚóÇäó ßóÇäó Ýöí ÇáúÌóÇåöáöíøöÉö
íõÞúÑöí ÇáÖøóíúÝó æó íóÕöáõ ÇáÑøóÍúãó æó íóÝõßøõ ÇáúÚóÇäöí æó íõÍúÓöäõ ÇáúÌöæóÇÑó
- ÝóÃóËúäóíúÊõ Úóáóíúåö - åóáú äóÝóÚóåõ Ðٰáößó ¿ ÞóÇáó : " ÝóÐóßóÑóåõ
.
"Saya bertanya kepada Nabi r: Sesungguhnya Abdullah bin Jad 'an pada masa
jahiliyah memberi suguhan kepada para tamunya, bersilaturrahim, berniat baik kepada tetangga, kemudian
saya memujinya, apakah hal itu bermanfaat baginxa? Beliau menjawab: (Kemudian menyebutkan hadits di atas secara lengkap). "
Hadits ini ditakhrij oleh Abu Awanah
dan Abul-Qasim Ismail Al-Halabi
di dalam kitab haditsnya (4/288/1-2) melalui dua jalur yang berasal dari Yazid dengan redaksi yang sama.
Saya berpendapat: Sanad ini shahih sesuai dengan syarat
Bukhari Muslim, namun ada perbedaan mendapat mengenai perkataan
Abu Hatim tentang mendengarnya Ikrimah -bekas budak Ibnu Abbas- dari Aisyah ra. Pendapat pertama
mengatakan bahwa Ikrimah memang mendengarnya dan Aisyah. Sedang yang kedua mengatakan bahwa Ikrimah tidak mende-ngar-nya dari Aisyah. Tetapi akhirnya yang mutsbat didahulukan
(mendengar), mengakhirkan yang menafikan (tidak
mendengar) seperti dikenal di dalam llmu Ushul.
Hadits itu dengan jelas menunjukkan bahwa orang kafir
yang masuk Islam akan mendapatkan manfaat
atas amal yang dilakukannya pada masa jahiliyah (kafir). Dan permasalahannya berbeda dengan
masalah: Jika ia mati dalam keadaan kafir. amal itu tidak ada pahalanya, akan tetapi akan terhapuskan
begitu saja. Hat ini telah saya jelaskan pada hadits-hadits sebelumnya yang senada.
Hadits itu juga menunjukkan
bahwa Ahlul Jahiliyah yang mati sebelum
diutusnya Nabi Muhammad r
tidak termasuk Ahlul Fitrah. yang tidak pcrnah mendengar dakwah.
Sebab seandainya mereka termasuk Ahlul Fitrah, maka Ibnu Jad'an tidak akan mendapatkan
siksa dan tidak akan lebur semua amal baiknya. Hal ini didukung oleh hadits lain yang tidak scdikit jumlahnya.
yang sebagiannya telah saya
sebutkan.
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |