As-Shahihah Daftar Isi >
HUKUMAN BAGI PERBUATAN ANIAYA (240 -242)
PreviousNext

HUKUMAN BAGI PERBUATAN ANIAYA

ATAS SEJENGKAL TANAH

 

 

 

٢٤٠ - ÃóíøõãóÇ ÑóÌõáò Ùóáóãó ÔöÈúÑðÇ ãöäó ÇúáÃóÑúÖö ßóáøóÝóåõ Çááåõ ÚóÒøó æóÌóáøó Ãóäú íóÍúÝöÑóåõ ÍóÊøóì íóÈúáõÛó ÂÎöÑó ÓóÈúÚö ÃóÑúÖöíúäó Ëõãøó íõØóæøöÞõåõ Åöáóì íóæúãö ÇáúÞöíóÇãóÉö ÍóÊøóì íóÞúÖٰì Èóíúäó ÇáäøóÇÓö   

 

"Siapapun yang berbuat aniaya atas sejengkal tanah, Allah akan membebaninya, menggalinya sampai batas tujuh bumi, kemudian mengalungkannya sampai hari kiamat, hingga Dia memuluskan perkara sekalian manusia. "

Hadits ini ditakhrij oleh Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya. (1167), Imam Ahmad (4/173), dan putranya dari Za'idah dari Ar-Rabi' bin Abdillah dari Aiman bin Namil. Sementara itu Ibnu Hibban menyebutkan: "Ibnu Tsabitdari Ya'la bin Murrah menuturkan: "Rasulullah r bersabda: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi selengkapnya)."

 

Saya berpendapat: Sanad ini jayyid (bagus). Semua perawinya tsiqah dan terkenal, kecuali Aiman. Jika benar Aiman itu Ibnu Nabil, maka ia masyhur dan dinilai tsiqah oleh jamaah, seperti disebutkan di dalam Al-Musnad. Imam Bukhari meriwayatkan haditsnya sebagai mutabi'. Tetapi jika ia adalah Ibnu Tsabit, seperti dikatakan oleh Ibnu Hibban, maka Abu Dawud menilainya la ba'sa bihi. Ibnu Hibban juga menyebutkannya di dalam Ats-Tsiqaf, Menurut saya: Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat dua hal:

 

1.  Bahwa Ibnu Abi Hatim dalam biografi Aiman mengatakan
(1/1/319): "Ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ya'la bin Murrah.
Sedang yang mengambil hadits darinya adalah Abu Ya'fur Abdurrahman
bin Ubaid bin Nisthas dan Ar-Rabi" bin Abdillah."

 

Kemudian Ibnu Abi Hatim menulis biografi Aiman bin Nabil, dan menyebutkan bahwa ia meriwayatkan hadits dan Qudamah bin Abdillah Al-Kalabi, Thawas, dan tabi'in lainnya. Tidak disebutkan bahwa Aiman meriwayatkan hadits dari Ya'la bin Murrah, juga tidak disebutkan bahwa haditsnya diambil oleh Ar-Rabi' bin Abdillah.

 

2. Bahwa riwayat Abu Ya'fur dari Aiman terdapat di dalam kitab
Musnad (4/172, 173). Akan tetapi tertulis dalam dua naskah Jarh dan
Ta'dil, seperti diingatkan oleh muhaqqiq-nya Al-Allamah Abdurrahman
Al-Mu'lami di dalam biografi Ibnu Tsafit.

 

Kadang-kadang pentarjihan ini tampak kacau. karena Ath-Thabrani mentakhrijnya di dalam Al-Mu'jam Ash-Shaghir (hal. 219), melalui jalur lain, dari Ismail bin Abi Khalid dari Asy-Sya'bi dari Aiman bin Nabil dari Ya'la bin Murrah. Sehingga yang lebih kuat adalah Ibnu Nabil. Tetapi hal itu saya kira juga salah cetak yakni pada kata Ibnu Tsabit (yang juga Ibnu Nabil). Sebab Asy-Sya'bi menyebutkan perawi-peravvi dan orang ini bukan dari Ibnu Nabil (Ibnu Tsabit). Wallahu A'lam.

 

Hadts itu dinilai pula oleh Al-Haitsami di dalam Al-Majma' (4/175) dengan penjelasannya: "Hadits itu diriwayaikan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani di dalam Al-Kabir dan Ash-Shaghir dengan matan yang sama. namun sanad nya berbeda. Sedang perawi-perawi dan sebagian sanad itu shahih."

 

 

٢٤۱ -  Åöäøóåõ áãó úíóßõäú äóÈöíøñ ÞóÈúáöí ÅöáÇøó ßóÇäó ÍóÞøðÇ Úóáóíúåö Ãóäú íóÏõáøõ ÃõãøóÊóåõ Úóáóì ÎóíúÑö ãóÇ íõÚóáøöãõåõ áóåõãú¡ æóíõäúÐöÑóåõãú ÔóÑøó ãóÇ íõÚóáøöãõåõ áåóãõ úæóÅöäøó ÃõãøóÊõßõãú åٰÐöåö ÌóÚóáó ÚóÇÝóíóÊóåóÇ Ýöí ÃóæøóáöåóÇ æóÓóíõÕöíúÈõ ÂÎöÑóåóÇ ÈóáÇóÁõ æóÃõãõæúÑõ ÊõäúßöÑõæúäóåóÇ æóÊóÌöíúÁõ ÝöÊúäóÉñ¡ ÝóíõÑóÞøöÞõ ÈóÚúÖõåóÇ ÈóÚúÖðÇ¡ æóÊóÌöíúÁõ ÇáúÝöÊúäóÉõ ÝóíóÞõæúáõ ÇáúãõÄúãöäõ : åٰÐöåö ãåáßÊí Ëã ÊäßÔÝ æóÊóÌöíúÁõ ÇáúÝöÊúäóÉó ÝóíóÞõæúáõ ÇáúãõÄúãöäõ : åٰÐöåö åٰÐöåö Ýóãóäú ÃóÑóÇÏó Ãóäú íõÒóÍúÒöÍó Úóäö ÇáäøóÇÑö æóíóÏúÎõáõ ÇáúÌøäøóÉó ÝóáúÊóÃÊöåö ãóäöíøóÊóåõ æóåõæó íõÄúãöäõ ÈöÇááåö æóÇáúíóæúãö ÇúáÂÎöÑö æóáúíóÃúÊö Åöáóì ÇáäøóÇÓö ÇáøóÐöí íõÍöÈøõ Ãóäú íõÄúÊóì Åöáóíúåö æóãóäú ÈóÇíóÚó ÅöãóÇãóÇ ÝóÃóÚúØóÇåõ ÕóÝúÞóÉõ íóÏöåö æóËóãúÑóÉó ÞóáúÈöåö ÝóáúíõØöÚõåõ Åöäö ÇÓúÊóØóÇÚó ÝóÅöäú ÌóÇÁó ÂÎóÑõ íõäóÇÒöÚõåõ ÝóÇÖúÑöÈõæúÇ ÚõäõÞó ÇúáÂÎöÑö

 

"Bahwa tidak ada seorang nabi pun sebelumku, kecuali ia benar-benar memberi petunjuk kepada umatnya tentang kebaikun yang diketahuinya, dan memberikan perinqatan kepada mereka tentang keburukan yang diketahuinva. Dan umat kalian ini afiatnya dijadikan pada awalnya. dan akhirnya akan ditimpa musibah dan hal-hal yang mereka benci. Akan datang fitnah, sehingga sebagian mereka menipiskan sebagian yang lain. Akan datang lagi fitnah itu, lalu seorang mukmin akan berkata: "Inilah yang menghancurkanku." F'ttnah itupun tersingkap. Lalu datang lagi fitnah, ia berkata: "Inilah yang menghancurkanku. " Barangsiapa menginginkan terjauh dari neraka dan dimasukkan ke surga, maka hendaknya ia menjemput ajalnya dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hari kemudian. Dan hendaklah ia memberikan sesuatu kepada orang lain yang ia sendiri akan merasa senang jika sesuatu itu diberikan kepadanya. Orang yang telah membaiat seorang imam yang memberikan seluruh kemampuannya, ketulusan hatinya, maka taatilah jika mampu. Jika ada orang lain yang datang menentangnya, maka pukullah lehernya. "

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim (6/18). Sedang matan ini miliknya. Juga ditakhrij oleh Imam Nasa'i (2/185). Ibnu Majah (2/466-467), dan Imam Ahmad (2/191) melalui beberapa jalur, dari Al-A'masy mengisahkan: "Saya memasuki masjid. Tiba-tiba saya menemukan Abdullah bin Amer bin Al-Ash duduk di bawah naungan Ka'bah dan dikelilingi orang-orang. Lalu saya datang mengahampirinya, dan duduk bersamanya pula. Ia bercerita:

 

"Suatu ketika kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Lalu kami beristirahat di suatu tempat peristirahatan. Di antara kami ada yang memperbaiki tendanya, ada yang berlatih memanah, ada pula yang masih berada di tempat penggembalaannya. Tiba-tiba kami mendengar panggilan mu'adzin Rasul: "Ash-shalatu Jaami'ah. " Kami pun berkumpul bersama Rasulullah, lalu beliau bersabda: (Kemudian ia menyebutkan apa yang disabdakan Nabi di atas). Abdurrahman menambahkan: "Lalu saya men-dekatinya: (Abdullah bin Amer) "Demi Allah, apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah?"

 

Ia mendekatkan kedua telinga dan hatinya kepada saya dan berkata: "Kedua telinga saya ini mendengarnya dan hati saya juga mengakuinya."

 

Mendengar itu saya segera melapor kepadanya: "Nah, keponakanmu, Mu'awiyah itu, ia memerintahkan kita memakan harta sesama dengan jalan bathil dan saling membunuh. Padahal Allah swt berfirman:

 

íóÇ ÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÂãóäõæÇ áÇ ÊóÃúßõáõæÇ ÃóãúæóÇáóßõãú Èóíúäóßõãú ÈöÇáúÈóÇØöáö ÅöáÇ Ãóäú Êóßõæäó ÊöÌóÇÑóÉð Úóäú ÊóÑóÇÖò ãöäúßõãú æóáÇ ÊóÞúÊõáõæÇ ÃóäúÝõÓóßõãú Åöäóø Çááóøåó ßóÇäó Èößõãú ÑóÍöíãðÇ

 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, namun makanlah dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (An-Nisa': 29).

 

Kemudian Abdullah bin Amer menjawab: "Taatilah jika ia me-merintahkan taat kepada Allah, dan durhakailah jika ia memerintahkan durhaka kepada-Nya,"

 

Selain dalam riwayat Muslim, tidak didapati kalimat "Kemudian saya berkata kepadanya: Nah, keponakanmu...dan seterusnya."

Kemudian Imam Ahmad mentakhrijnya dari Asy-Sya'bi dari Abdur rahman bin Abdi Rabbil Ka'bah. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim di tempat lain tanpa menyebut lafazh hadits. Baik Imam Ahmad maupun Muslim hanya memindahkan hadits Al-A'masy.

Kata-kata Sulit:

 

1.  Kalimat (ÝíÑ ÞÞ ÈÚÖåÇ ÈÚÖÇ) berarti sebagian mereka melemahkan
sebagian lainnya. Karena sebagian mereka besar, sedang yang lainnya
kecil.

2.          Kata ( ÕÝÞÉ íÏå ) berarti membaiat dan berjanji mentaatinya.
Kata itu merupakan mashdar marrah dari kata "at-tashfiq bil-yadi",
yang artinya bertepuk tangan. Makna ini jika dipergunakan dalam baiat
berarti khilafah.

3.          Kata (   ËãÑÉ Þáíå ) berati kemurnian janjinya dan kecintaan hatinya.

4.          Kalimat (ÝÇÖÑíæÇÚäÞ ÇáÂÎÑ) dijelaskan oleh Imam Nawawi: "Artinya:
Lawanlah yang kedua itu, sebab ia telah keluar dari taat terhadap imam.
Jika ia tidak mau menyingkirkan kecuali dengan perang, maka perangilah
ia. Jika peperangan itu menghendaki saling bunuh, maka ia boleh
dibunuh, dan tidak ada sangsi, sebab ia telah berbuat zhalim dan sengaja
ingin dibunuh."

 

Hadits itu mengandung banyak pengertian. Di antaranya bahwa seorang nabi harus mengajak umatnya kepada kebaikan dan memberi peringatan tentang adanya bahaya yang akan menimpa mereka. Hal ini jelas merupakan sanggahan terhadap pendapat dalam literatur-literatur ilmu kalam, yang menyatakan bahwa nabi adalah orang yang diberi wahyu, dan tidak diperintah untuk bertabligh.

٢٤٢ - ãóäú ÃóÎóÐó ÃóÑúÖðÇ ÈöÛóíúÑö ÍóÞøöåóÇ ßõáøóÝó Ãóäú íóÍúãöáó ÊõÑóÇÈóåóÇ Åöáóì ÇáúãóÍúÔóÑö    

 

"Orang yang mengambil tanah tanpa ada hak, maka Allah akan membebaninya dengan memanggul tanah itu ke mahsyar."

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (4/173), ia berkata: "Affan telah meriwayatkan kepada kami ia berkata: "Abdul Wahid bin Ziyad telah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Abu Ya'qub Abdulah kakekku telah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Abu Tsabit telah meriwayatkan ke pada kami, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah r bersabda: (Ke mudian ia menyebutkan sabda Nabi selengkapnya)."

 

Sementara itu Imam Ahmad juga memberitakan (4/172): "Ismail bin Muhammad telah meriwayatkan kepada kami, ia adalah Abu Ibrahim Al-Mu'aqqib. Ia berkata: "Marwan Al-Farazi telah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: "Abu Ya'qub telah meriwayatkan kepada kami dari Abu Tsabit."

 

Saya berpendapat, sanad ini seluruh perawinya tsiqah dan terkenal, kecuali Abu Ya'qub, yang oleh Abdul Wahid bin Ziyad disebutnya dengan Abdullah, disebutkan pula bahwa Abdullah itu adalah kakeknya, seperti Anda lihat. Tetapi saya belum mengenalnya. Mereka melupakan hal itu sehingga tidak pula menyinggungnya, baik di dalam Al-Kuna maupun Al-Asma'. Menurut saya kemungkinan Abu Ya'qub itu adalah Abdullah bin Abdullah bin Al-Asham. Mereka menyebutkannya di antara perawi-perawi yang diambil haditsnya oleh Abdul Wahid bin Ziyad dan Marwan Al-Farazi. Kedua orang itu pulalah yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Ya'qub tersebut, seperti Anda lihat. Tetapi sayangnya mereka tidak menyebutkan nama kuniyah tersebut (Abu Ya'qub). Mereka justru menyebutkan dua nama kuniyah yang berbeda yaitu Abu Sulaiman dan Abul-Unais.

 

Kemungkinan pula nama kuniyah ini (Abu Ya'qub) merupakan kesalahan tulis yang sebenarnya adalah Abu Ya'fur, nama asli dari Abdur rahman bin Ubaid bin Nisthas Al-Kufi. Kalau perawi ini, memang telah meriwayatkan dari Abu Tsabit Aiman bin Tsabit. Dan yang meriwayatkan darinya adalah Marwan Al-Fazawi seperti dijelaskan di dalam At-Tahdzib. Jika benar yang dimaksud adalah Abdurrahman bin Ubaid bin Nisthas Al-Kafi, maka statusnya adalah tsiqah, dan termasuk perawi Bukhari-Muslim. Jadi sanad itu shahih. Tetapi juga ada sedikit kesulitan, sebab Abdul Wahid bin Ziyad telah menyebutkannya sebagai kakeknya, kecuali jika dikatakan, tambahan pada riwayat Abdul Wahid tertukar dengan suatu naskah yang ada di dalam kitab Musnad.

 

Kesimpulannya adalah bahwa sanad ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Mungkin saya akan menelitinya lebih lanjut hingga dapat menyingkapnya dengan tuntas.

 

Karena alasan inilah, tampaknya Al-Mundziri tidak memberikan komentar apapun terhadap sanad itu di dalam kitabnya At-Targhib (3/54). Demikian pula Al-Haitsami (4/175). Keduanya hanya menyandarkannya kepada Ath-Thabrani.

 

Hadits itu juga diriwayatkan dengan sanad lain dan redaksi yang agak berbeda, silakan Anda periksa: "Siapapun yang berbuat zhalim dengan mengambil sejengkal...."

 

 

****

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com