LARANGAN BERDIRI
KARENA KEDATANGAN ORANG LAIN
٢٢٨ - áÇó íóÞõæúãõ ÇáÑøóÌõáõ áöáÑøóÌõáö ãöäú
ãóÌúáöÓöåö æóáٰßöäö ÇÝúÓóÍõæúÇ íóÝúÓóÍö Çááåõ áóßõãú
"Seseorang tidak (boleh) berdiri karena
(kedatangan orang lain, akan tetapi longgarkanlah, niscaya Allah akan monberi
kelonggaran kepada kalian."
Hadits in ditakhrij oleh Imam Ahmad di dalam
kitab Musnad-nya. (2/438). ia
berkata: Telah meriwayatkln kepada kami Suraih. ia berkata: "Telah meriwayatkan kepada kami Fulaih, dari Ayyub bin Abdirrahman bin Sha'sha'ah
Al-Anshary, dari Ya'qub bin
Abi Ya"qub dari Abu Hurairah secara marfu'."
Saya berpendapat:
Sanad ini hasan. semua
perawinya tsiqah.
Mengenai Ya'qub bin Abi Ya'qub,
di dalam At-Tahdzib
dijelaskan:
"Abu Hatim menilainya: Ia jujur (shaduq).
dan disebutkan oleh Ibnu Hibban
di dalam Ats-Tsiqat (perawi-perawi tsiqah)."
Saya berpendapat: Ibnu Abi Hatim menulis biografinya
di dalam Al-Jarh
Wat-Ta'dil, tetapi ia
tidak menyebutkan penilaian ayahnya yang mengatakan shaduq.
Sedangkan Ibnu Sha'sha'ah
disebutkan oleh Ibnu Hibban di dalam Ats-Tisiqat. Adapun
yang meriwayatkan darinya adalah jamaah (sekelompok orang}. Al-Khazraji di dalam Al-Khulashah dan Al-Hafizh di
dalam Ai-Taqrib
menyebutkan: "la seorang perawi shaduq."
Sedang perawi-perawi lainnya termasuk perawi yang
dipakai oleh Bukhari Muslim.
Hadits ini memiliki dua syahid
yang disebutkan oleh Al-Hafizh di dalam Al-Fath (11/53),
namun Al-Hafizh tidak menyebutkan hadits yang baru
saja saya sebutkan ini {hadits masyhud-nya.). Selanjutnya Al-Hafizh
memberi komentar terhadap apa yang disebutkan oleh
Al-Bukhari. yakni: "Ibnu Umar enggan duduk
jika ada orang yang berdiri untuknya." Kemudian Al-Hafizh
menjelaskan:
"Imam Bukhari mentakhrijnya di dalam Al-Adab Al Mufarrad
dengan redaksi: "Adalah Ibnu Umar. jika ada orang lain berdiri dari tempat duduk agar ia
menempatinya. Maka dia tidak berkenan menempatinya."
Demikian pula takhrij yang
dilakukan oleh Imam Muslim.
Dalam kesempatan lain Abu Dawud juga mentakhrijnya dari Ibnu Umar secara marfu".
Abu Dawud mengambilnya dari jalur Abul Khasib yang nama aslinya adalah Ziyad bin Abdirrahman. memperoleh hadits
dari Ibnu Umar: "
Disamping itu Abu Dawud juga mentakhrij hadits
yang sama dari Sa'id bin Abil
Hasan:
'Abu Bakrah datang kepada kami. lalu ada seseorang yang
beranjak dari tempat duduknya, supaya Abu Bakrah
menempatinya. Namun Abu Bakrah tidak mau menempatinya
dan mengatakan: "Sesungguh-nya Nabi r melarang hal int."
Al-Hakim juga mentakhrijnya
dan menilainya shahih dari sisi jalur ini.
Saya berpendapat: Redaksi hadits yang disandarkan Al-Hafizh
kepada Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufarrad itu adalah miliknya sendiri (lihat hadits no
1153) dengan sanad shahih. sesuai
dengan syarat Bukhari-Muslim. Hadits itu disebutkan setelah menyebutkan
haditsnya yang berstatus marfu' dengan matan:
"Nabi r melarang seseorang menyuruh orang lain
beranjak dari tempat duduknya agar ia bisa menempatinya."
Matan
hadits ini juga milik Imam Muslim.
Hadits yang disandarkan kepada Abu Dawud dari Ibnu
Umar tersebut adalah haditsnya sendiri (4/406). Semua
perawinya tsiqah. kecuali
Abul Khashib, yang oleh Abu
Dawud, seperti juga dikatakan oleh Al-Hafizh:
"Namanya Ziyad bin Abdirrahman."
Saya berpendapat: Ibnu Abi Hatim (1/538)
juga menyebutkannya. namun tidak memberikan penilaian
apapun. Sementara Ibnu Hibban menyebutkannya di
dalam Ats-Tsiqaat sedang Al-Hafizh
di dalam At-Taqrib
menilainya: "maqbul"
(diterima haditsnya).
Hadits itu oleh Al-Mundziri di dalam kitabnya Mukhlasharusi-Sunan
tidak diberi komentar apapun, Akan tetapi hadits itu bisa dipakai
sebagai syahid dengan status "la ba'sa bihi." Insya Allah.1)
Ahmad Asy-Syakir menilainya shahih di dalam Ta'liq Musnad-nya.
Sedangkan hadits Abu Bakrah. semua
perawima juga tsiqah dan
dipakai oleh Bukhari-Muslim. kecuali Abu Adillah. seorang bekas
budak Alu Abu Burdah.
Keadaannva
seperti Abul Khashib.
Ibnu Abi Hatim juga
menyinggungnya (4/401). tanpa menyebutkan jarh (kecacatan),
Sedang Al-Hafizh
menilai: "maqbul"
Adapun di dalam Al-Fath (1/153) dia mengatakan:
"Seorang berkebangsaan Bashrah. "layu ruf (tidak
dikenal).
Melalui jalur ini pula Al-Hakim (4/272) mentakhrijnya, tetapi matannya sama dengan yang dipakai Ibnu Umar dalam hadits yang shahih yaitu: "Tidak boleh seseorang menyuruh orang
lain herdiri agar tempatnva
bisa ia duduki."
Kemudian Al-Hakim menilai:
"Sanad ini shahih." Sementara itu Adz-Dzahabi
juga sependapat.
Saya berpendapat: Intinya adalah pada Syu'bah.
dari Abu Abdillah bekas
budak keluarga Abi Burdah dari Sa'id bin Abil Hasan.
Hadits ini mengalami perbedaan matan. yakni antara Muslim bin
Ibrahim pada riwayat Abu Dawud. dan Amer bin Marzuq pada riwayat
Hakim. Yang pertama memakai matan yang sama dengan yang dipakai oleh Ibnu Umar pada riwayat Abu
Dawud di atas. Sedang yang kedua memakai matan
yang berasal dari Ibnu Umar dalam riwayat yang shahih. Namun dalam perbedaan ini. akhirnya
tidak bisa disangkal lagi bahwa yang lebih kuat adalah
Muslim bin Ibrahim, sebab dia lebih
tinggi tingkatnya (tsiqah
ma'munj, sedangkan Amer
statusnya tsiqah lahu auham (tsiqah namun disangsikan). Hal ini dapat dilihat di
dalam kitab Taqrib, karya Al-Hafizh,
sehingga riwayat Amr dapat dinilai lemah. Wallahu A'lam. 2)
Kesimpulannya adalah bahwa dengan dua hadits
pendukungnya. hadits Abu Hurairah di atas menjadi shahih
nilainya.
Hadits itu mengandung makna yang jelas. bahwa tidak termasuk etika Islami. seseorang berdiri dari tempat duduk karena kedatangan
temannya. agar temannya itu duduk di tempatnya. di mana hal itu ia lakukan untuk memberikan penghormatan. Namun yang sepatutnya di lakukan adalah memberi kelonggaran.
meskipun akan mengakibatkan saling berdesakan. Hai ini jika duduknya ada di bawah. Sedangkan jika duduknya di kursi. tentunya hal itu
tidak mungkin dilakukan. Bagaimanapun orang yang duduk itu harus
berdiri jika hendak memberikan kelonggaran. Keadaan ini memang berbeda dengan maksud hadits di atas.
Karena itulah Ibnu Umar tidak
berkenan duduk di tempat yang diberikan oleh orang lain
dengan berdiri ketika beliau nadir. Karahah adalah hukum yang lebih dekat untuk dikena
Kemudian perlu saya jelaskan bahwa hadits ini tidak
bertentangan dengan hadits sebelumnya. sebab
hadits ini justru lebih tegas
hukumnya. Hukum asal diambil dari tambahan. atau dengan kata lain, tambahan itu mempengaruhi hasil
hukumnya. Hadits Ibnu Umar di atas berisi larangan meminta orang lain untuk berdiri agar tempat duduknya bisa ditempatinya. bukan berisi larangan
seseorang untuk berdiri. Berbeda dengan hadits ini. yang berisi larangan berdiri karena kehadiran orang lain.
Adapun mengenai larangan meminta orang lain berdiri
dalam hadits ini hanya ditunjukkan secara tersirat. Sebab
jika berdiri saja tidak diperbolehkan. maka
meminta berdiri lebih tidak diperbolehkan. Hal ini sudah
jelas kita pahami tanpa ada kebimbangan
lagi, Insya Allah. Pada
hadits ini disebutkan larangan menempati
tempat duduk orang lain yang berdiri karena
kedatangannya, meskipun dia tidak memintanya berdiri. Hal ini
kemungkinan sebagai langkah pengamanan. agar
tidak ada kesan ajaran bahwa seseorang harus beranjak dari tempatnya. jika ada orang lain datang dan mempersilakannya
menempati tempat duduknya. Wallahu A'lam.
****
__________________________
1). Melalui jalur
ini pula Imam Ahmad mentakhrijnya, juga Ath-Thayalisi (2/50) Minhah {hadtts no. 5567) dari
2). Kemudian
saya melihal Abu Dawud Ath-Thayalisi
telah memakai keduanya (lihat kitabnya, juz 11, hal 50). akan tetapi. beliau memakai kedua kalimat tersebut. Tampaknya beliau merasa ragu untuk menentukan salah
satunya!
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |