As-Shahihah Daftar Isi >
MANUSIA YANG PALING BESAR UJIANNYA (143 - 148)
PreviousNext

MANUSIA YANG PALING BESAR UJIANNYA

 

 

١٤٣ - ÃóÔóÏøõ ÇáäøóÇÓö ÈóáÇóÁð ÇúáÃóäöÈúíóÇÁõ Ëõãøó ÇúáÃóãúËóáõ ÝóÇúáÃóãúËóáõ íõÈúÊóáóì ÇáÑøóÌõáõ Úóáٰì ÍóÓðÈö ( æóÝöí ÑöæóÇíóÉò ÞóÏúÑö ) Ïöíúäõåõ ÝóÅöäú ßóÇäó Ïöíúäõåõ ÕóáóÈðÇ ÇöÔúÊóÏøó ÈóáÇóÄõåõ æóÅöäú ßóÇäó Ýöí Ïöíúäöåö ÑöÞóÉñ ÇõÈúÊõáöíõ Úóáٰì ÍóÓóÈö Ïöíúäõåö ÝóãóÇ íóÈúÑóÍõ ÇúáÈóáÇóÁõ ÈöÇáúÚóÈúÏö ÍóÊìٰ íóÊúÑõßóåõ íóãúÔöíú Úóáóì ÇúáÃóÑúÖö ãóÇ Úóáóíúåö ÎóØöíúÆóÉõ .

 

          Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran (dalam suatu riwayat ‘kadar’) agamanya. Jika agama kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya. Maka cobaan akan selalu menimpa seseroang sehingga membiarkannya berjalan di muka bumi, tanpa tertimpa kesalahan lagi.”

 

          Hadits ini diriwaytkan oleh At-Tirmidzi (2/64), Ibnu Majah (4023), Ad-Darimi (2/320), Ath-Thahawi (3/21), Ibnu Hibban (699), Al-Hakim (1/40, 41), Imam Ahmad (1/171, 172, 180, 185) dan Adh-Dhiya dalam Al-Mukhtarah (1/349) dari jalur Ashim bin Bahadalah, yang memberitakan: “Telah bercerita kepadaku Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya, yang mengisahkan: “Saya bertanya kepada Rasulullah r : “Siapakah manusia yang paling dashyat cobaannya?” Beliau menjawab: (kemudian Rasul menjawab: “Para anbiya’ kemudian…) Al-Hadits.

 

          At-Tirmidzi menilai: “Hadits ini hasan shahih.”

 

          Saya berpendapat: Hadits ini sanadnya jayyid (bagus), para perwainya adalah perawi-perawi Asy-Syaikhain (Bukhari-Muslim), kecuali Ashim. Keduanya (Bukhari-Muslim( mengeluarkan hadits ini dengan dibarengi hadits lain yang tidak menyendiri pula. Sungguh Ibnu Hibban (698) mengeluarkan hadits ini. Juga Al-Muhamili (3/93/2) dan Al-Hakim dari jalur Al-Alla’ bin Al-Musayyah dari ayahnya, dari Sa’ad dengan riwayat kedua:

 

١٤٤ - ÃóÔóÏøõ ÇáäøóÇÓö ÈóáÇóÁð ÇúáÃóäúÈöíóÇÁõ Ëõãøó ÇáÕøóÇáöÍõæúäó Åöäú ßóÇäó ÃóÍóÏóåõãú áóíõÈúÊóáٰì ÈöÇáúÝóÞúÑö ÍóÊìøٰ ãóÇ íóÌúÏö ÃóÍóÏõåõãú ÅöáÇøó ÇáúÚóÈóÇÁóÉó ÇáøóÊöíú íóÍúæöíúåóÇ æóÅöäú ßóÇäó ÃóÍóÏõåõãú áóíóÝúÑóÍõ ÈöÇáúÈóáÇóÁö ßóãóÇ íóÝúÑóÍõ ÃóÍóÏóßõãö ÈöÇáÑøóÎóÇÁö .

 

          “Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang shalih. Sungguh ada salah seroang mereka diuji dengan kefakiran hingga dia tidak menemukan kecuali sehelai selimut yang dibungkusnya. Sungguh ada kalanya salah seorang dari mereka suka mendapat cobaan seperti bila salah seroang dari kamu suka mendapatkan kesenangan (kemudahan).”

 

          Hadits ini dikelurakan oleh Ibnu Majah (4024), Ibnu Sa’ad (2/208) dan Al-Hakim (2/307) dari jalur Hisyam bin Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar dari Abi Sa’id Al-Khudri yang mengisahkan:

 

          “Aku mengunjuni Nabi r, dimana dia sedang tidak enak badan. Lalu aku meletakkan tanganku ke atasnya. Maka aku dapati panas-nya pada tangan di atas selimut. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, betapa dashyatnya ia atas engkau.”Dia berkata, “Memang aku demikian, bahwa cobaan itu dilipatgandakan bagiku dan pahala juga dilipatkan.” Aku berkata lagi. “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling dashyat cobaannya?” Dia menjawab, “Para anbiya’.” Kemudian aku berkata; “Wahai Rasulullah, kemudian siapa?” Dia menjawab: “Kemudian orang-orang shalih, jika…” Al-Hadits.

 

          Al-Hakim menilai: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim.”

 

          Penilaian itu disepakati oleh Adz-Dzahabi, dimana seperti yang mereka berdua katakan.

 

          Hadits ini mempunyai syahid (hadits pendukung) lain yang lebih ringkas, yaitu:

 

١٤٥ - Åöäøó ãöäú ÃóÔóÏö ÇáäøóÇÓö ÈóáÇóÁð ÇóúáÃóäúÈöíóÇÁõ Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú .

          “Sesungguhnya termasuk manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’, kemudian orang-orang yang mengikutinya, kemuidan orang-orang yang mengikutinya, kemudian orang-orang yang mengikjutinya.”

 

          Hadits ini diiriwayatkan oleh Imam Ahmad (6/369) dan Al-Mahamili dalam Al-Amali (3/442) dari Abu Ubaidah bin Hudzaifah dari bibinya Fatimah, yang mengatakan: “Kami datang ke rumah Rasulullah r untuk menjenguknya di (rumah) isterinya. Maka ternyata ada kantung air tergantung di atasnya, yang meneteskan air ke atasnya karena dashyatnya panas badan yang dideritanya. Saya berkata. “Wahai Rasulullah, kalau saja engkau berdoa kepada Allah, maka ia akan menyembuhkanmu.” Kemudian Rasulullah r bersabda…” (lalu perawi menyebutkan hadits itu).

 

          Sanadnya adalah hasan. Para perwainya tsiqah kecuali Abu Ubaidah, dimana tidak ada yang menganggapnya tsiqah kecuali Ibnu Hibban (1/275). Namun segolongan orang yang tsiqah meriwayatkan darinya.

 

          Hadits-hadits itu jelas menunjukkan bahwa seorang mukmin makin bertambah imannya, makin besar ujian yang menimpanya. Demikian pula sebaliknya. Jadi hadits-hadits itu dengan sendirinya membantah orang-orang yang mengira bahwa manakala seorang mukmin ditimpa cobaan; seperti dipenjara, diasingkan atau dipecat dari jabatannya dan lain sebagainya, adalah pertanda bahwa ia tidak diridhai oleh Allah I. Dugaan semacam itu salah sama sekali. Sedangkan Rasulullah sendiri, adalah orang yang paling mulia, namun sekaligus dia sebagai orang yang paling dashyat cobaannya, bila dibandingkan dengan para nabi lainnya. Bahkan pertanda buruk, seperti yang telah disebutkan pada hadits berikut ini.

 

١٤٦ - Åöäøó ÚóÙúãó ÇáúÌóÒóÇÁö ãóÚó ÚóÙúãö ÇáúÈóáÇóÁö æóÅöäøó Çááåó ÊóÚóÇáóì ÅöÐóÇ ÃóÍóÈøó ÞóæúãðÇ ÇÈúÊóáÇóåõãú Ýóãóäú ÑóÖöíó Ýóáóåõ ÇáÑøöÖٰì æóãóäú ÓóÎóØó Ýóáóåõ ÇáÓøõÎúØõ .

 

          “Sesungguhnya besarnya pembalasan (pahala) itu bersama dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya manakala Alalh mencitani suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa relah, maka untuknyalah kerelaah (Allah), barangsiapa yang murka, maka untuknya pula kemurkaan itu.”

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (2/64), Ibnu Majah (4031) dan Abubakar Al-Bazzar bin Najih dalam Ats-Tsani Min Hadithi (227/2) dari Sa’ad bin Sinan, dari Anas, dari Nabi r. At-Tirmidzi menilai: “Hadits ini hasan gharib.”

 

          Saya menilai:  Sanadnya hasan, semua perawinya tsiqah. Yakni para peraei Asy-Syaikhain. Kecuali Ibnu Sinan, namun ia tidak menyendiri, seperti dijelaskan dalam At-Taqrib.

 

          Hadits ini memuat kandungan sesuatu yang lebih dari hadits terhadulu. Yakni bahwa cobaan itu adalah suatu kebaikan. Dan bagi orang yang diuji adalah dikasihi oleh Allah I, manakala dia sabar atas ujian yang ditimpakan oleh Allah I dan rela menerimanya. Hadits ini didukung oleh hadits pula:

 

١٤٧ - ÚóÌöÈúÊõ úáÃóãúÑö ÇáúãõÄúãöäö Åöäøó ÃóãúÑóåõ ßõáøöåö ÎóíúÑó Åöäøó ÃóÕóÇÈóåõ ãóÇ íõÍöÈøõ ÍóãöÏó Çááåó æóßóÇäó áóåõ ÎóíúÑó æóÅöäøó ÃóÕóÇÈóåõ ãóÇ íóßúÑóåõ ÝóÕóÈóÑõ ßóÇäó áóåõ ÎóíúÑñ æóáóíúÓó ßõáøõ ÃóÍóÏò ÃóãúÑõåõ ßõáøõåõ ÎóíúÑñ ÅöáÇøó ÇáúãõÄúãöäó .

          “Aku heran kepada urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Jika sesuatu yang menyenangkan  menimpanya ia memuji kepada Allah dan itu baginya adalah baik. Jika sesuatu yang menyusahkan menimpanya, lalu bersabar, maka itu pun juga baik. Dan tidak setiap orang dalam semua perkara adalah baik, kecuali orang mukmin.”

 

          Hadits ini dikelurkan oleh Ad-Darimi (2/318) dan Ahmad (6/16) dari Hammad bin Salamah: “Telah bercerita kepadaku Tsabit, dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib yang mengisahkan:

 

          “Suatu ketika Rasulullah r duduk bersama para sahabatnya. Tiba-tiba beliau tersenyum. Lalu beliau bersabda: “Tidakkah kamu bertanya tentang sesuatu yang membuatku tersenyum?” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, terhadap apa engkau tertawa?” Beliau bersabda: (lalu menyebutkan hadits itu).”

 

          Saya menilai: Hadits ini shahih sanadnya sesuai dengan syarat Muslim dimana dia juga mengeluarkannya dalam Shahih-nya (8/227) dari jalur Sulaiman bin Al-Mughirah: “Telah bercerita kepadaku Tsabit secara marfu’.” Yang dimaksud adalah riwayat kepunyaan Imam Ahmad (4/332, 333, 6/15).

 

          Hadits ini memiliki syahid (hadits pendukung) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqash yang diriwayatkan secara marfu’, dimana dikeluarkan pula oleh Ath-Thayalisi (211) dengan sanad shahih. Bahkan ia juga memiliki syahid (hadits pendukung) lagi yang lebih ringkas dengan lafazh:

 

١٤٨ÚóÌóÈðÇ áöáúãõÄúãöäö áÇó íðÞúÖöí Çááåõ áóåõ ÔóíúÆðÇ ÅöáÇøó ßóÇäó ÎóíúÑðÇ áóåõ .

 

          “Aku heran terhadap orang mukmin. Tiada Allah memutuskan sesuatu untuknya melainkan ia baik baginya.”

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam musnad ayahnya (5/24), Abul Fadhal At-Tamimi dalam Naskah Abi Mashar (6/11) dan Abu Ya’la (2/200) dari Anas bin Malik yang menuturkan: “Telah bersabda Rasulullah r; (kemudian dia menuturkan hadits itu).

 

          Saya menilai: Sanadnya shahih semua perawinya adalah tsiqah. Kecuali Tsa’labah di mana Ibnu Hibban dalam At-Tsiqqat (1/8) menyebutkannya dan memberi nama kunyah padanya dengan Abu Baher, yaitu pembantu Anas bin Malik. Sedang Ibnu Abi Hatim (1/1/464) dari ayahnya mengatakan: “shahihul hadits” (bagus haditsnya).

 

          Hadits itu juga mempunyai jalur lain menurut Abi Ya’la (2/205) dan Adh-Dhiya dalam Al-Mukhtarah (1/518).

 

 

****

 

             

 

 

 

  

 

 

 

  

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com