As-Shahihah Daftar Isi >
MATAHARI DAN BULAN PADA HARI KIAMAT (124)
PreviousNext

MATAHARI DAN BULAN

PADA HARI KIAMAT

 

 

١٢٤ - ÇáÔøóãúÓõ æóÇáúÞóãóÑõ ËóæúÑóÇäö ãõßóæøóÑóÇäö Ýöí ÇáäøóÇÑö íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö .

 

          “Matahari dan rembulan keduanya bangkit terlilit dalam neraka pada hari kiamat.”

 

          Hadits ini dikelaurkan oleh Imam Ath-Thahawi dalam Musykilul-Atsar  (1/66-67) dia menyatakan: “Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Khuzaimah: “Telah bercerita kepadaku Ma’li Ibnul Asad Al-Ammi: “TElah bercerita kepadaku Abdulaziz bin Al-Mukhtar, dari Abdullah Ad-Danaj yang menuturkan:

 

          “Aku menyertai Abu Salamah bin Abdurrahman duduk di masjid pada masa Khalid bin Abdullah bin Khalid bin Usaid. Dia menceritakan: “Lalu datang Hasan, kemudian dia duduk menghampiri Abu Hurairah, lalu keduanya bercakap-cakap. “Selanjutnya Abu Salamah mengatakan, “Telah bercerita kapadaku Abu Hurairah dari Nabi r, beliau bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits ini). Al Hasan bertanya, “Apakah dosa keduanya?” Abu Hurairah berkata, “Aku hanya menceritakan kepadamu dari Rasulullah r.” Al-Hasan kemudian diam.”

 

          Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ts Wan-Nahyur. Demikian pula Al-Bazzar, Ismail dan Al-Khathabi, semua dari jalur Yunus bin Muhammad yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Abdul Aziz bin Al-Mukhtar.”

 

          Saya menilai: Hadits ini shahih sanadnya sesuai dengan syarat Bukhari. Dia juga mengeluarkan dalam kitab Shahih-nya secara ringkas. Kemudian mengatakan (2/304-305): “Telah bercerita kepadaku Musaddad, dia menuturkan: “Abdulaziz bin Al-Mukhtar telah bercerita kepadaku dengan lafazh:

 

          “Matahari dan bulan keduanya dililit (api) pada hari kiamat.”

 

          Menurut Al-Bukhari kisah Abi Salamah dan Al-Hasan tidak ada, padahal sebenarnya merupakan kisah shahih. Sedangkan bagi Khathib At-Tirbizi ada kesangsian mengenai sanad dan kisah ini, sekiranya hadits itu adalah sekedar berupa periwayatan hadits oleh Al-Hasan dari Abu Hurairah atau merupakan tanya jawab antara mereka berdua. Dalam hal ini saya telah memperingatkannya dalam catatan saya tentang kitab Khathib At-Tibrizi Miskayatul Mashabih (nomor: 5692).

 

          Hadits ini juga mempunayi syahid (hadits pendukung). Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya (2103) menuturkan: “Telah bercerita kepadaku Ad-Durust, dari Yazid bin Aban Ar-Ruqasyi, dari Anas, ia menyadarkannya kepada Nabi r dengan lafazh:

 

          “Sesungguhnya matahari dan rembulan keduanya bangkit terluka di neraka.”

 

          Hadits ini dari arah Ar-Ruqasyi, lemah sanadnya, sebab dia dinilai dha’if, seperti juga Durust, tetapi Durust ada yang mengikutinya. Dan dari jalan inilah Ath-Thahawi mengluarkan hadits tersebut. Juga Abu Ya’la (3/17/10), Ibnu Addi (2/129), Abusy-syaikh dalam Al-Adhamah sepetti juga di dalam Allali Al-Mashnu’ah (1/82) dan Ibnu Mardawaih sebagaimana disebutkan dalam Al-Jami Ash-Shaghir dimana menambahkan:

 

          “Jika mau Dia akan mengeluarkan keduanya dan jika mau Dia akan membiarkan keduanya.”

 

          Adapun hadits yang mengikuti (matabi’)  sebagaimana telah disyaratkan di atas, Abu Asy-Syaikh mengatakan: “Telah berkata kepadaku Abu Ma’syur Ad-Darimi yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Hudbah, dia mengatakan: “Telah bercerita kepadaku Hammad bin Salamah, dari Yazid Ar-Raqasyi.”

          As-Suyuthi berkomentar: “Ini adalah matabi’ (hadits yang mengikuti) yang nyata”, yaitu seperti yang sudah dikatakan. Dan para perawinya adalah tsiqah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Araq dalam Tanzihusy-Syari’ah  (1/190 cet. 1), yang dimaksud adalah selain Ar-Raqasyi, sebab dia memang lemah (dha’if) seperti telah saya ketahui. Akan tetapi tidak terlalu lemah, sehingga bisa juga dijadikan sebagai hadits pendukung. Oleh karena itu, Ibnul Al-Jauzy menilai buruk memasukkan haditsnya di dalam Al-Mashmu’at, karena ia bertentangan. Al-Jauzy memasukkan hadits tersebut dalam Al-Wahiyat, hadits-hadits yang lemah tetapi tidak maudhu’. Namun semua itu pada dasarnya merupakan kelalaiannya terhadap hadits Abu Hurairah, padahal sebenarnya hadits ini adalah shahih. Wallahu a’lam.

Makna Hadits

          Yang dimaksudkan hadits ini bukan seperti yang disinggung oleh Al-Hasan Al-Bashri bahwa matahari dan rembulan itu ada di neraka dimana keduanya disiksa di sana. Ingat! Sesungguhnya Allah tidak menyiksa makhluk yang telah mentaati-Nya. Termasuk matahari dan rembulan, seperti yang telah disyariatkan dalam firman Allah I:

Ãóáóãú ÊóÑó Ãóäóø Çááåó íóÓúÌõÏõ áóåõ ãóäú Ýöí ÇáÓóøãóÇæóÇÊö æóãóäú Ýöí ÇáÃÑúÖö æóÇáÔóøãúÓõ æóÇáúÞóãóÑõ æóÇáäõøÌõæãõ æóÇáúÌöÈóÇáõ æóÇáÔóøÌóÑõ æóÇáÏóøæóÇÈõø æóßóËöíÑñ ãöäó ÇáäóøÇÓö æóßóËöíÑñ ÍóÞóø Úóáóíúåö ÇáúÚóÐóÇÈõ ...

      Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya.”(QS Al-Hajj : 18)

          Dalam ayat itu Allah I memberitahukan bahwa yang berhak menerima adzab dari-Nya adalah selain makhluk yang bersujud kepada-Nya di dunia, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ath-Thahawi. Oleh karena itu, mengenai matahari dan rembulan dilemparkan ke dalam neraka ada dua kemungkinan:

          Pertama: Bisa jadi keduanya merpakan bahan bakar neraka. Dalam hal ini Al-Isma’ili menyinggung:

          “Tidak semestinya matahari dan bulan di dalam neraka menjalani siksa. Karena sesungguhnya di dalam neraka juga ada malaikat, batu dan lain-lainnya yang berfungsi untuk menyiksa penghuni neraka dan sebagai alat-alat penyiksaan. Dan atas kehendak Allah, meskipun ada di neraka, mereka tidak merasa tersiksa.”

          Kedua: Keduanya di neraka adalah untuk menghajar orang-orang yang membantahnya.

          Al-Khathabi berkata:

“Keberadaannya di neraka bukanlah karena disiksa. Akan tetapi hendak menghajar orang-orang yang dahulu menyembahnya ketika di dunia, agar mereka mengetahui bahwa penyebahan mereka pada keduanya adalah batil, tidak benar.”

Saya menilai: Penafsiran di atas lebih dekat kepada lafazh hadits apalagi didukung oleh hadits Anas menurut Abi Ya’la, seperti yang terdapat dalam Al-Fath (6/214) yakni: “Orang-orang yang dahulu meyembahnya.” Namun saya tidak melihat ini dalam Musnad-nya. Wallahu a’lam.

 

****

         

 

 

 

 

         

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com