As-Shahihah Daftar Isi >
NABI SAW MERUBAH NAMA-NAMA BURUK (207 - 216)
PreviousNext

NABI r MERUBAH

NAMA-NAMA BURUK

 

 

 

٢٠٧ -ßóÇäó íõÛóíøöÑõ ÇúáÇöÓúãó ÇáúÞóÈöíúÍó Åöáٰì ÇúáÇöÓúãö ÇáúÍóÓóäö  

   

“Nabi r merubah nama yang buruk menjadi nama yang baik.”

Hadits ini ditakhrij oleh At-Tirmidzi (2/137), dan Ibnu Adi (245/2). dari Abubakar bin Nafi’ Al-Bashri yang memberitahukan: "Umar bin Ali Al-Maqdami dari Hisyam bin Urwa dari ayahnya. Murrah memberitahukan: "Hadits ini diriwayatkan dari Aisyah." Kemudian ia memauqufkannya (mengakui sebagai hadits mauquf) bahwa Rasulullah r bersabda: (ia menyebutkan sabda Nabi selengkapnya). At-Tirmidzi tidak memberi komentar tentang nilai hadits tersebut, sedang Ibnu 'Adi sendiri mengatakan:

 

"Para ulama mempertentangkan keadaan Hisyam bin Urwa. Ada yang me-mauquf-kannya (menilai haditsnya mauquf), ada yang mengirsalkannya (menilai haditsnya mursal) pula dan berkata: "Aisyah t" serta ada yang berkata: "Dari Abu Hurairah." Hadits Umar bin Ali ini bernilai hasan. Saya berharap hadits ini "la ba 'sa bihi" (tidak mengapa).

 

Saya berpendapat: Hisyam bin Urwa bisa tsiqah, tetapi ia mentadliskan (menyembunyikan kecacatan hadits) dengan cara yang sangat buruk, sehingga haditsnya tidak diperhitungkan, sebagaimana dijelaskan di dalam biografinya oleh Ibnu Hajar di dalam At-Tahdzib. Namun ia tidak mutafarrid, seperti yang akan saya jelaskan. Sedangkan perawi-perawi lainnya adalah tsiqah dan dipakai oleh Bukhari-Muslim. kecuali Abubakar bin Nafiyang nama aslinya adalah Muhammad bin Ahmad. Perawi ini hanya dipakai oleh Imam Muslim.

 

Yang memperkuat Al-Maqdami adalah Muhammad bin Abdur­rahman Ath-Thahawi dengan riwayat dari Hisyam bin Urwa.

 

Hadits penguat ini ditakhrij oleh Ibnu Adi (2/300). Selanjutnya dia berkomentar: "Hadits ini dha'if."

 

Saya berpendapat: Sebenarnya hadits itu shahih. sebab didukung oleh beberapa mutabi' dan syahid, seperti yang akan saya paparkan. Di samping itu Ath-Thahawi ini dibuat hujjah oleh Bukhari, namun karena hafalannya agak lemah. haditsnya jadi bernilai hasan. Insya Allah.

 

Hadits ini didukung oleh riwayat Syarik bin Abdullah Al-Qadhi juga, dengan redaksi:

 

٢٠٨ - ßóÇäó ÅöÐóÇ ÓóãöÚó ÇÓúãðÇ ÞóÈöíúÍðÇ ÛóíøóÑóåõ ÝóãóÑøó Úóáٰì ÞóÑúíóÉò íõÞóÇáõ áóåóÇ ÚóÝúÑóÉð ÝóÓóãøóÇåóÇ ÎóÖúÑóÉð   

“Adalah Rasulullah, jika beliau mendengar nama buruk, beliau merubahnya. Ketika beliau melewati sebuah kampung bernama ‘Afrah, beliau merubahnya dengan namaKhadhrah”.”

Hadits ini ditakhrij oleh Ath-Thabrani di dalam Al-Mu'jam Ash-Shaghir (hal. 70) melalui jalur Ishaq bin Yusuf Al-Azraq, dari Syarik. Kemudian Ath-Thabrani mengatakan: "Yang meriwayatkannya dari Syarik hanyalah ishaq."

 

Saya berpendapat: Ishaq seorang perawi tsiqat. demikian pula perawi-perawi yang lain. Hanya saja Syarik hafalannya agak lemah. Tetapi sebagian haditsnya dikuatkan oleh beberapa hadits pendukung. Hadits ini ditakhrij oleh Ath-Thahawi di dalam Syarhul-Ma 'ani (2/344) melalui Abadah bin Sulaiman dari Hisyam bin Urwa. dengan redaksi:

 

"Bahwasanya Nabi r melewati suatu perkampungan yang bernama Azrah, lalu beliau mengganti namanya dengan Khadrah."

Saya berpendapat: Sanad ini shahih, dan menunjukkan bahwa orang yang mengirsalkannya dengan tidak menyebut Aisyah terlalu gegabah.

 

Al-Haitsami (8/51) menyandarkan hadits itu kepada Abu Ya’la dan Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath. Dia mengatakan: "Perawi-perawi yang dipakai oleh Abu Ya'la adalah shahih." Sedang di dalam ktiabnya Al-Mu'ja-mush-Shaghir, ia mengatakan juga: "Perawi-perawinya shahih."

 

Demikianlah penilaiannya. Memang Syarik hanya dipakai oleh Imam Muslim jika bersama dengan perawi lain.

 

 

 

Catalan:

Nama tempat itu di dalam Ath-Thahawi disebut dengan Azrah (de­ngan za'). sedang di dalam Al-Majma' disebut dengan Adzrah {dengan dzal), dan kemungkinan yang kedua itulah yang lebih tepat.

 

Hadits di atas memiliki syahid yang shahih, yaitu:

 

٢٠۹ -  ßóÇäó ÅöÐóÇ ÃóÊóÇåõ ÇáÑøóÌõáõ æóáóåõ ÇÓúãñ áÇó íõÍöÈøõåõ Íóæøóáóåõ .    

"Jika Nabi r didatangi oleh seseorang yang memiliki nama yang tidak beliau senangi, beliau merubahnya."

 

Hadits ini ditakhrij oleh Al-Khilal di dalam Ashhabu Ibni Mandah (Q. 153/2). Al-Khilal memberitahukan: "Sa'id bin Yazid Al-Himshy memberikan hadits kepadaku, ia berkata: Muhammad bin Auf bin Sufyan men­ceritakan kepadaku, ia berkata: Abui Yaman memberi hadits kepadaku, ia berkata: Ismail bin lyasy menceritakan kepadaku dari Dhamdham bin Zur'ah dari Syuraih bin Ubaid yang menceritakan :Utbah bin Abd As-Sulamy menuturkan: (Kemudian menyebutkan hadits di atas dengan riwayat)."

 

Saya berpendapat: Sanad ini shahih, dan perawi-perawinya tsiqah di samping juga ma'ruf. Kecuali Sa'id bin Yazid Al-Himshi. Dia adaiah putra Ma'yuf Al-Hajawi yang berstatus tsiqah menurut penilaian Mukhtashar Tarikh Ibni Asakir (6/179). Sedang Ismail bin lyasy haditsnya shahih jika diriwayatkan dari orang-orang Syam. seperti dikatakan oleh Al-Bukhari dan lainnya. Sedang hadits ini juga diriwayatkannya dari orang-orang Syam.

 

Mengenai hadits ini Al-Haitsami (8/52) mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani semua perawinya tsiqah, namun ada yang diperselisihkan."

 

Saya berpendapat: Tampaknya yang dimaksudkannya adalah Ibnu lyasy. Jika demikian jawabannya telah Anda ketahui.

 

Inilah nama-nama yang dirubah oleh Rasul dalam hadits-hadits sha­hih, yakni Barrah, Aisyah, Hazan, Syihab dan Jatsamah. Dan berikut ini akan saya sebutkan hadits-hadits lain yang senada:

 

٢۱٠ -  áÇó ÊõÒóßøõæúÇ ÃóäúÝõÓóßõãú ÝóÅöäøó Çááåó åõæó ÃóÚúáóãõ ÈöÇáúÈóÑøóÉö ãöäúßõäøó æóÇáúÝóÇÌöÑóÉö ÓóãöíúåóÇ ÒóíúäóÈó

"Janganlah kalian members Man diri sendiri, sebab Allah lebih mengetahui yang baik dan yang buruk di antara kalian, Berilah nama Zainab untuknya."

 

Hadits ini ditakhrij oleh Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufarrad (821), Abu Dawud (4953) dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata: "Muham­mad bin Amer mengabarkan kepadaku bahwa ia datang kepada Zainab binti Abi Salamah dan ditanya nama saudarinya. Kemudian ia menjawab: "Nama saudariku adalah Barrah." Zainab menjawab: "Rubahlah namanya, sebab ketika Nabi r hendak menikahkan putri Jahsy yang bemama Barrah beliau merubahnya menjadi Zainab." Kemudian beliau datang kepada Ummi Sala­mah ketika hendak menikahinya. Namaku pada waktu itu Barrah. Beliau mendengar Ummi Salamah memanggilku Barrah, lalu Beliau bersabda: (Kemudian ia menyebutkan hadits di atas selengkapnya). Ummi Salamah bearkata: "Namamu menjadi Zainab." Saya terkejut: "Namaku?" la men­jawab: "Ubahlah namamu seperti Nabi r merubah, kau rubah menjadi Zainab.

Saya berpendapat: Sanad ini hasan. Mengenai Ibnu lshaq. sebenarnya ia mendapat kritik, tetapi tidak berbahaya. Sebab ia mengabarkan dengan kata haddatsana (tahdits). la juga diperkuat oleh Al-Walid bin Katsir yang juga mengabarkan: "Muhammad bin Amer memberi hadits kepadaku de­ngan ringkas. juga Yazid bin Abu Hubaib dari Muhammad bin Amer yang di dalam redaksinya terdapat kalimat: "Janganlah kalian membersihkan dirimu sendiri."

 

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim (6/173-174).

 

"Nama Zainab (setnula) adalah Barrah. (Laludikatakan: la member­sihkan dirinya sendiri). Kemudian Nabi memberi nama Zainab."

 

Hadits ini memiliki syahid yang shahih, yaitu:

Hadits ini ditakhrij oleh Al-Bukhari (4/157), Imam Muslim (6/173), Ad-Darimi (2/295), Ibnu Majah (3732), Imam Ahmad (3/430-459) melalui beberapa jalur yang berasal dari Syu'bah, dari Atha' Abi Maimunah, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah yang menuturkan: (Kemudian ia menyebutkan hadits di atas). Redaksi itu dari Imam Ahmad, sedang tambahan yang ada juga darinya. Dalam riwayat lain tambahan tersebut dari Imam Muslim. Demikian pula Ibnu Majah juga mempunyai tambahan seperti itu dalam riwayat lain lagi.

 

Imam Bukhari juga meriwayatkan di dalam Al-Adab Al-Mufarrad (832), ia berkata: "Amir bin Marzuq telah meriwayatkan kepadaku, Dia berkata: "Syu'bah telah meriwayatkan kepadaku dengan redaksi:

"Nama Maimunah semula adalah Barrah. Kemudian Nabi r memberinya nama Maimunah."

 

Saya berpendapat: Hadits itu dengan redaksi seperti ini syadz, menyimpang karena riwayat Ibnu Marzuq berbeda dengan riwayat sebagian besar perawi, apalagi ia juga banyak mendapatkan kritik, seperti yang disebutkan di dalam At-Taqrib. Tetapi ia diperkuat oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi, meskipun agak disangsikan kebenarannya. Abu Dawud memberitakan: "Telah meriwayatkan kepada kami Syu'bah dengan redaksi Maimunah, maupun Zainab." Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Al-Fath (10/475) mengisyaratkan ke-syadz-an (penyimpangan) riwayat Ibnu Mar­zuq ini.

 

Imam Bukhari menterjemahkan hadits di atas dengan "Bab Merubah
Nama Kepada Yang Lebih Baik."
Dalam bab ini ada pula hadits yang
senada, yaitu:

 

 

٢۱٢ - ßóÇäóÊú ÌõæóíúÑöíøóÉõ ÇÓúãõåóÇ ÈóÑøóÉñ ÝóÍóæøóáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇÓúãõåóÇ ÌóæóíúÑöíøóÉõ æóßóÇäó íóßúÑóåõ Ãóäú íõÞóÇáõ ÎóÑóÌó ãöäú ÚöäúÏöåö ÈóÑøóÉñ

         

Jawariyah (semula) bernama Barrah. Kemudian Rasulullah r memberinya nama Jawariyah. Beliau kurang suka jika dikatakan: “Nabi baru saja keluar dari sisi Barrah.”

 

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim (6/173), Al-Bukhari di dalam Al-Adab (831), Imam Ahmad (1/257-326-353), dan Ibnu Sa'id di dalam Ath-Thabaqat (8/84/85).

 

٢۱٣ÃóäúÊö ÌóãöíúáóÉñ

         “Engkau Jamilah.”

Had its ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (6/171), Imam Bukhari di dalam Al-Adab AI-Mufatrud (820). Imam Abu Dawud (4952) Imam Tirmidzi (2/137), dan Imam Ahmad (2/18) dari Yahya bin Sa'id dari Ubaidillah yang memberitahukan: "Nafi" telah memberitahukan kepadaku. dari Ibnu Umar. bahwa Rasulullah r merubah nama Ashiyah. Beliau bersabda: (kemudian menyebutkan sabda Nabi r di atas). At-Tirmidzi menilai: "Hadits ini hasan gharib. yang membuat hadits menjadi musnad adalah hanya Yahya bin Sa'id Al-Qaththan."

 

Saya berpendapat: Nilai hadits itu bukan saja hasan, tetapi shahih. Sebab Al-Qaththan adalah tsiqah, mutqin (meyakinkan), hafizh. Imam Qudwah (Imam panutan). seperti yang dijelaskan di dalam At-Taqrib karya Al-Asqalani. Di samping itu, hadits tersebut juga masih diperkuat oleh Hammad bin Salamah, dari Ubaidillah. Ia menambahkan bahwa wanita yang dimaksudkan dalam hadits itu adalah putri Umar t.

 

Hadits penguat ini dilakhrij oleh Imam Muslim dan Ad-Darimi (2/295). Tetapi Imam Muslim menyebutkan tambahan itu. Sedang oleh Ibnu Majah tambahan itu dibenarkan (3733).

 

٢۱٤ – ÃóäúÊó Óóåúáñ

“Engkau Sahal.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (10/474- Al-Fath) dan di dalam Al-Adab Al-Mlufarrad{M 10) Abu Daw ud (hadits no. 4956) dan Imam Ahmad (5/433) dari Az-Zuhri dan Sa'id Ibnul Musayyab dari ayahnva dari kakeknya: Bahwasanya Nabi r bersabda kepadanya: "Siapa namamu? Ia menjawab: "Hazan." Beliau bersabda: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi di atas). Kakek Sa'id itu berkata: "Tidak, nama Sahal dihina dan dicaci." Sa:id mengatakan; "Saya menduga bahwa kami akan tertimpa kedukaan yang panjang". Susunan kalimat itu dari Abu Dawud. Sedang susunan dari Al-Bukhari juga sama, hanya Al-Bukhari menyebutkan: "Orang itu berkata: "Saya tidak akan mengubah nama pemberian orang tua saya." Kemudian Ibnul Musayyab berkata: "Setelah itu kami senantiasa ditimpa kedukaan."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ali bin Zaid, dari SaMd bin Musay\ab dengan redaksi yang sama. Hanya saja ia memasukkannya ke dalam Musnad Musayyab bin Hazan. padahal riwayat ini tidak hanya diperoleh dari Musayyab bin Hazan saja, tetapi juga merupakan riwayat Imam Ahmad dari Az-Zuhri. juga riwayat Al-Bukhari. Sedang yang terkuat adalah riwayat pertama, seperti diakui oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar. Kemudian dalam riwayat Ali disebutkan:

"Kakek Sa'id itu berkata: "Wahai Rasulullah, nama yang diberikan oleh kedua orang tua saya inilah yang menjadikan saya dikenal. Perawi melanjutkan: "Lalu Nabi r mendiamkannya. "

Saya berpendapat: Yang biasa dikenal di kalangan ahli hadits, bahwa
diamnya Nabi berarti menyetujui. Akan tetapi Ali bin Zaid Ibnu Jad'an
adalah dha'if. Karena itu penambahannya terhadap riwayat Az-Zuhri tidak diterima.
 

 

٣۱٥Èóáú ÃóäúÊó ÍöÔóÇãñ

"Bukan. engkau adalah Hisyam."

Hadits ini ditakhrij oleh Al-Bukhari di dalam Al-Adabul-Mufarrad (825). dari Imran Al-Qaththan dari Qatadah dari Zararah bin Abu Aufa dari Sa'id bin Hisyam dari Aisyah t:

 

"Ada seorang lelaki yang disebut di sisi Nabi, namanya Syihab. Lalu Nabi r bersabda: (kemudian perawi menyebutkan sabda Nabi di atas)."

 

Saya berkata: Sanad ini Hasan. Perawi-perawinya tsiqah dan termasuk perawi-perawi Imam Bukhari. kecuali Imran. Ia adalah putra Dawar, yang statusnya shaduq (jujur) dan patut diperhatikan seperti dijelaskan oleh Al-Hafizh di  At-Taqrih.

 

Hadits ini termasuk salah satu hadits yang dikaitkan (ta'liq) oleh Abu Dawud dalam bab ini.

 

٢۱٦Èóáú ÃóäúÊö ÍöÓóÇäóÉõ ÇáúãõÒúäöíóÉõ

"Bukan, engkau adalah Hisanah Al-Mazniyyah."

Hadits ini ditakhrij oleh Ibnul-A'rabi di dalam kitab Mu’jam-nya(Q. 275/2). Al-Qadha'i juga meriwayatkan darinya di dalam Musnad Asy-Syihab (Q. 82/1), Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak (1/15-16) melalui jalur Shaleh bin Rustam dari Ibnu Abi Malikah dari Aisyah yang menuturkan:

"Ada seorang wanita tua renta datang kepada Nabi, yang tengah beradab di dekatku. Lain wanita itu ditanya oleh Rasul: Siapa engkau? Dia menjawab: "Soya Jutsamah Al-Mazniyah." Lalu beliau kembali bertanya: Bagaimana kalian? Bagaimana keadaan kalian? Bagaimana keadaan kalian sepeninggalku nanti? Wanita itu menjawab: "Baik, ya Rasul" Tatkala wanita itu lelah memohon diri, saya ber­tanya: "Wahai Rasulullah, Engkau menyambut wanita itu sebaik itu?" Beliau menjawab: "la pernah berjanji datang kepadaku pada masa Khadijah. Menepati janji dengan baik termasuk iman. "

 

Al-Hakim berkomentar: "Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari-Muslim. Dalam banyak hadits keduanya sepakat untuk menggunakan perawi-perawi itu. Di samping itu hadits ini tidak memiliki illat."

 

Memang demikianlah keadaannya. Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian itu. Shalih bin Rustam adalah Abu Amir Al-Khazzaz Al-Bashri. Hadits-haditsnya tidak pernah ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, kecuali secara mu'allaq (dikaitkan dengan yang lain). Tetapi Al-Bukhari masih mentakhrijnya di dalam Al-Adab Al-Mufarrad. Namun demikian perawi ini diperselisihkan. Sedang Adz-Dzahabi sendiri memasukkannya ke dalam Adh-Dhu 'afa'.

 

Perawi ini dinilai tsiqah oleh Abu Dawud. Sementara itu Ibnu Ma'in mengatakan: "la dha'if." Adapun Imam Ahmad menilai: "Dia Shalihul-hadits" (haditsnya bagus). Penilaian terakhir itulah yang kemudian dipakai di dalam Al-Mizan.

 

"Abu Amir Al-Khazzaz haditsnya mungkin sampai lima puluh buah. Dia seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad, adalah Shalihul hadits.

 

Saya berpendapat: la (Abu Amir Al-Khazzaz) adalah hasanul hadits (haditsnya bernilai hasan), Insya Allah. Adapun Ibnu Adi, dia berkomentar: "Menurut saya, dia la ba'sa bihi (tidak begitu dipermasalahkan). Saya tidak melihat haditsnya yang terlalu munkar."

 

Sedangkan Al-Hafizh, di dalam At-Taqrib menegaskan: "la shaduq (bisa dipercaya) namun katsirul khatha' (banyak membuat kesalahan) haditsnya bernilai hasan, Insya Allah. Adapun Ibnu Adi, dia berkomentar: "Menurut saya, dia la ba'sa bihi (tidak begitu dipermasalahkan). Saya tidak pernah melihat ada haditsnya yang terlalu munkar."

 

Sedangkan Al-Hafizh di dalam At-Taqrib menegaskan: "la shaduq (bisa dipercaya), namun katsirul khatha'." Penilaian ini agaknya mendekati penilaian dha'if. Wallahu A'lam.

 

Namun, bagaimanapun keadaannya, hadits ini tetap shahih, sebab Abu Amir Al-Khazzas tidak meriwayatkan seorang diri, seperti yang dikatakan oleh Al-Hafizh di dalam Al-Fath (10/366). Setelah menyebutkan hadits itu dari riwayat Al-Hakim melalui jalur yang sama dia menjelaskan: "Al-Baihaqi juga mentakhrijnya melalui Muslim bin Janadah dari Hafesh bin Ghiyats dari Hisyam bin Urwa dari ayahnya dari Aisyah dengan bentuk cerita. Selanjutnya Ai-Baihaqi menggaris bawahi; "Hadits ini gharib." Sedang yang melalui jalur Abu Salamah dari Aisyah. Redaksinya sama. Namun isnadnya dha'if'.

 

Saya menemukan. sanad Abu Salamah ini ditakhrij oleh Abu Abdur­rahman As-Sulami di dalam Adabush-Shuhbah (Q. 24), yang diperolehnya dari Muhammad bin Tsamal Ash-Shan'ani yang memberitahukan: "Abdul Mukmin bin Yahya bin Abu Katsir mengabarkan kepada saya sebuah riwayat dari Abu Salamah."

 

Mengenai Muhammad bin Tsamal dan gurunya belum saya temukan data-datanya.

 

Saya juga mendapatkan sanad lain bagi hadits itu yang ditakhrij oleh Ai-Qasim As-Sarqasthi di dalam Gharibui Hadits (2/20/1), dari Al-Humaidi yang memberitahukan: Sufyan telah meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Abdul Wahid bin Aiman dan lainnya telah meriwayatkan kepadaku dari Ibnu Abi Najih dari Aisyah t:

 

"Ada seorang wanita menghadap Nabi r. Kemudian beliau menyuguhi daging. Beliau akan mengumbilnya. Aisyah berkata: Saya berkata: "Wahai Rasulullah, janganlah engkau mengulurkan tanganmu (terlalu terbaik hati kepadanya)'. Lalu beliau menjawab: "Wahai Aisyah. ia sering datang kepadaku pada masa Khadijah. Menepati janji adalah termasuk iman. "Tatkala beliau menyebutkan Khadijah, saya berkata: "Allah telah memilih ganti untukmu dari yang tua dengan yang muda." Mendengar itu beliau mencibir saya, dan bersabda: "Apa kerugianku, Allah memberiku anak lantaran dia. Tetapi dengan dirimu, aku tidak memperoleh seorang anak pun." Saya menanggapi: Demi Dzat Yang mengutusmu dengan benar, aku tidak akan pernah menyinggungnya lagi kecuali dengan yang lebih baik."

 

Al-Humaidi melanjutkan: "Lalu Sufyan berkata: "Abdul Wahid dan yang lain saling melengkapi haditsnya."

Saya berpendapat: Sanad ini perawi-perawinya tsiqah. Mereka di-pakai oleh Bukhari-Muslim. tetapi terputus di antara Ibnu Abi Najih (Ab­dullah) dan Aisyah. Sebab benar. ia tidak mendengar langsung hadits itu dari Aisyah, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim. Hal ini berlawanan dengan pendapat Ibnul Madini yang menjelaskan bahwa Ibnu Abi Najih mendengar langsung dari Aisyah t. Penjelasan senada juga disebutkan di da I am Sha-hihul-Bukhari. Wallahu A'lam.

Kisah kecemburuan Aisyah t terhadap Khadijah ini memang sudah tidak asing lagi. dan disebutkan di dalam beberapa kitab hadits, misalnya Shahihul Bukhari. Shahihul Muslim, juga disebutkan oleh Tirmidzi (2/363). Imam Ahmad (6/118. 150. 154) melalui beberapa .sanad yang bersumber dari Aisyah t.

Yang mendorong saya meneliti hadits ini lebih mendetail adalah karena Allah I telah memberikan anugerah kepada saya berupa kelahiran bayi mungil dan cantik pada hari Selasa. 20 Rabi'ul Akhir 1385 H. Tatkala saya ingin memilih nama untuknya. dalam hati saya terbetik keinginan untuk memberikan nama para sahabat wanita. Dan saat itulah. pilihan saya jatuh pada nama Hasanah. Nama itulah yang terngiang di telinga saya. Hal ini karena saya ingin benar-benar mengikuti Nabi r. Nabi r memang pernah merubah nama Justamah menjadi nama yang baru saja saya sebutkan itu. Namun hal itu tidak segera saya lakukan. Sebab saya harus mengetahui keshahihan haditsnya. Dan Alhamdulillah. saya berhasil meneliti hadits itu sampai tuntas. Semoga Allah I menjadikan putri saya itu sebagai wanita shalihah, taat beribadah, dan berpengetahuan, serta meraih kebahagiaan dunia akhirat.

Kandungan Hukumnya.

Imam Ath-Thabrani mengatakan:

Tidak seyogyanya seseorang memilih nama yang jelek, atau berkonotasi pembersihan diri, juga tidak memilih nama yang berkesan mencaci maki. Meskipun sebuah nama tidak dimaksudkan adanya sifat yang sama pada diri yang diberi nama, tetapi seseorang pasti merasa kurang enak jika mendengarnya, atau bahkan mengira bahwa seperti arti nama itulah sifat yang dimiliki pemiliknya tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah r merubah nama buruk menjadi nama yang lebih baik, yang membuat sejuk di hati pemanggilnya. Lebih lanjut Ath-Thabari menandaskan: "Rasulullah r juga telah melakukan banyak perubahan nama."

Pernyataan itu disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul-Bari (10/476).

Saya berpendapat: Berdasarkan penjelasan di atas. maka tidak diperbolehkan memberikan nama Izzuddin, Muhyiddin, Nashiruddin, dan nama-nama yang sejenis (yang berkonotasi memuji diri sendiri). Dan nama-nama buruk yang dewasa ini banyak bermunculan adalah Wishal, Siham, Nihad, Ghadah. dan sejenisnya. Nama-nama itu harus secepatnya dirubah menjadi nama-nama yang baik.

 

* * *

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com