As-Shahihah Daftar Isi >
NILAI LEBIH HANYA DITENTUKAN (51 - 55)
PreviousNext

NILAI LEBIH HANYA DITENTUKAN

OLEH KEISLAMAN

 

 

 

٥١ - ÇóíøõãóÇ Çóåúáõ ÈóíúÊò ãöäó ÇáúÚóÑóÈöì æóÇáúÚóÌóãö ÇóÑóÇÏóÇﷲõ Èöåöãú ÎóíúÑðÇ ÇóÏúÎóáó Úóáóíúåöãõ ÇúáÇöÓúáÇóãó ¡ Ëõãøó ÊóÞóÚõ ÇáúÝöÊóäõ ßóÇóäøóåóÇ ÇáÙøõáóáó .

 

“Penduduk manapun, Arab maupun non Arab, yang dikehendaki menjadi baik oleh Allah, pasti akan dimasuki Islam. Kemudian datanglah semua bentuk fitnah, ibarat kegelapan yang menyelimuti.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/477), Al-Hakim (1/34), Al-Baihaqi di dalam Haditsu Sa’dan bin Nashar (1/4/1).

 

Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih dan tidak memiliki ‘illat.”

 

Adz-Dzahabi juga memberikan penilaian yang sama. Dan memang seperti itulah keduanya mengatakan.

 

Al-Hakim (1/61-62) meriwayatkan hadits senada melalui Ibnu Syihab:

 

“Umar bin Khattab pergi ke Syam. Di antara kami ada Ubaidillah bin Jarrah. Mereka datang ke sana melalui arungan sungai, sedangkan Umar naik Onta. Menghadapi keadaan itu, Umar segera turun dan melepaskan sepatunya. Dikalungkannya sepatunya itu diatas bahunya, kemudian ia mengambil kendali ontanya dan dipegangnya sambil mengarungi sungai. Lalu Abu Ubaidah bertanya keheranan: “Wahai Amirul Mukminin, mengapa anda berbuat seperti itu? Melepaskan sepatu dan meletakkannya di atas bahumu, mengambil kendali onta serta memeganinya sambil menyeberangi sungai? Saya tahu seluruh penduduk negeri ini menghargaimu!”

 

Lalu Umar menjawab: “Seandainya yang berkata itu bukan dirimu, niscaya akan aku singkirkan dari umat Muhammad. Ketahuilah, kita adalah kaum yang paling hina, lalu Allah memuliakan dengan mendatangkan agama Islam. Karena itu jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Dia akan menghinakan kita.”

 

Dalam hal ini, Al-Hakim mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim.” Sementara Adz-Dzahabi setuju dengan penilaian ini.

 

Namun Hakim juga mempunyai riwayat lain tentang hadits ini, yaitu:

 

“Wahai Amirul Mukmunin, para tentara dan pembesar negeri Syam akan menyambut Anda, tetapi Anda seperti itu keadaannya?” Lalu Umar menjawab: “Sesungguhnya kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Karena itu kami tidak akan mencari kemuliaan selain dengan Islam.”

 

Kata adh-dhalal berarti segala sesuatu yang menaungi anda. Bentuk tunggalnya adalah dhullatun. Namun arti yang dimaksud adalah gunung dan awan.

 

٥٢ -   Çöäøó Çﷲó ÚóÒøó æóÌóáøó áÇóíóÞúÈóáõ ãöäó ÇáÚóãóáö ÇöáÇøó ãóÇ ßóÇäó áóåõ ÎóÇáöÕðÇ æóÈúÊóÛٰì Èöåö æóÌúåóåõ

 

“Sesungguhnya Allah hanya akan menerima amal yang murni karena mengharap ridha-Nya.”

 

Sebab musabab keluarnya hadits ini, seperti diriwayatkan oleh Abu Umamah, yaitu:

 

Ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah e, lalu bertanya: “Bagaimana pendapat Tuan tentang seseorang yang berperang demi mencari materi dan nama diri?” Belau menjawab: “Dia tidak akan memperoleh seusuatu pun.” Beliau mengulangi perkataannya itu tiga kali. Kemudian Beliau bersabda: (seperti bunyi hadits di atas).”

 

 Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasa’I di dalam Al-Jihad (2/59) dengan sanad hasan, seperti dikatakan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi di dalam Takhrijul Ihya’  (4/328).

 

Hadits yang senada dengan ini banyak sekali, bisa dilihat di bagian awal pada kitab At-Targhib karya Al-Mundziri.

 

Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa semu1a amal shalih kaum mukminin tidak akan diterima kecuali yang diniatkan untuk mencari ridha Allah I. Dalam hal ini Allah I menegaskan:

 

Ýóãóäú ßóÇäó íóÑúÌõæ áöÞóÇÁó ÑóÈöøåö ÝóáúíóÚúãóáú ÚóãóáÇ ÕóÇáöÍðÇ æóáÇ íõÔúÑößú öÈÚöÈóÇÏóÉö ÑóÈöøå ÇóÍóÏðÇ ( ÇáßåÞ : ١١۰  )

 

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (QS Al-Kahfi : 110)

 

Jika demikian halnya dengan kaum mukminin, bagaimana dengan orang kafir yang berbuat kebajikan. Jawabnya ada pada firman Allah I:

 

æó ÞóÏöãúäóÇ Åöáóì ãóÇ ÚóãöáõæÇ ãöäú Úóãóáò ÝóÌóÚóáúäóÇåõ åóÈóÇÁð ãóäúËõæÑðÇ ( ÇáÝÑÞÇä :  ٢٣ )

 

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS Al-Furqan : 23)

 

Jadi seandainya ada orang kafir yang berbuat baik demi mencari ridha-Nya, Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah akan memberikan balasannya di dunia ini. Hal ini juga dijelaskan oleh Rasulullsah e melalui sabdanya:

 

٥٣ -   Çöäøó Çﷲó áÇóíóÙúáöãõ ãõÄúãöäðÇ ÍóÓóäóÉð  ¡ íõÚúØٰì ÈöåóÇ æóÝöì ÑöæóÇíóÉò íõËóÇÈú ÚóáóíúåóÇÇáÑøöÒúÞó Ýöì ÇÏøõäúíóÇ . æóíõÌúÒٰì Ýöì úáÇóÎöÑóÉö ¡ æóÇóãøóÇ ÇáúßÇÝöÑõ ÝóíõØúÚóãõ ÈöÍóÓóäóÇÊö ãóÇÚóãöáó ÈöåóÇ áöáøåö Ýöì ÇÏøõäúíóÇ ¡ ÍóÊøٰìÇöÐóÇ ÇóÝúÖó Çöáóì úáÇóÎöÑóÉö áóãú íóßõäú áóåõ ÍóÓóäóÉñ íõÌúÒٰì ÈöåóÇ . 

 

“Allah I tidak akan menganiaya perbuatan baik orang mukmin. Dia akan membalasnya (riwayat lain: memberi pahal berupa rizki di dunia) dan akan membalasnya pula kelak di akhirat. Sedangkan orang kafir, semua kebaikannya akan diberikan berupa rizki di dunia saja, sehingga kelak di akhirat ia tidak memiliki kebaikan sedikit pun yang pantas dibalas.”

 

 Hadits ini ditarkhirj oleh Imam Muslim (8/135), Imam Ahmad (3/125) dan Taman di dalam kitab Al-Fawa’id (879) pada bagian pertama.

 

Dengan demikian dari permasalahan ini bisa dibuat kaidah: “Orang kafir yang berbuat baik secara syar’I akan di balas di dunia, namun amalnya tidak akan bermanfaat di akhirat, tidak bisa memperingan  siksaan  apalagi menyelamatkan.

 

Catatan:

 

Semua ini berlaku bagi orang kafir yang mati dalam keadaan kafir, seperti yang  bisa ditangkap dari hadits itu. Sedangkan jika sebelum mati ia telah memasuki Islam, maka semua amal baiknya akan dicatat dan dibalas oleh Allah, baik amal ketika masih kafir, maupun sesudah masuk Islam. Hal ini dijelaskan oleh Nabi e melalui berbagai haditsnya, di antaranya:

 

  ÇöÐóÇ ÇóÓúáóãó ÇáúÚóÈúÏõ ÝóÍóÓõäó ÇöÓúáÇóãõåõ ßóÊóÈó Çﷲõßõáøó ÍóÓóäóÉò ßóÇäó ÇóÒú áóÝóåóÇ .

 

“Jika seseorang masuk Islam, lalu mengerjakan semua perintah-Nya dengan baik, maka Dia akan membalas semua amal baiknya sejak sebelum masuk Islam.”

 

Hadits selengkapnya insya Allah akan saya sebutkan pada bagian yang akan datang.

 

Kemudian pada permasalahan di atas, beberapa orang yang mengira bahwa kaidah tersebut tidak sesuai dengan hadits Nabi e, misalnya:

 

 ٥٤  -   Çóäú ÇóÈöìú ÓóÚöíúÏò ÇáúÎõÏúÑöìú Çóäøó ÑóÓõæúáó Çﷲö ÕóÇáøóì Çﷲõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÐóßóÑó ÚöäúÏóåõ Ûóãõåõ ÇóÈóæú ØóÇáöÈò ¡ ÝóÞóÇáó : áóÚóáøóåõ ÊóäúÝóÚõåõ ÔóÝóÇÚóÊöìú íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö ÝóíóÌúÚóáú Ýöì ÖóÍúÖóÇÍò ãöäú äóÇÑö ¡ íóÈúáõÛõ ßóÚúÈóíúåö ¡ íóÛúáì ãöäúåõ ÏöãóÇÛõåõ .

 

“Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah e mendengar pamannya disebutkan dihadapannya. Lalu beliau bersabda: “Semoga syafaatku akan bisa menolongnya kelak, sehingga ia akan diletakkan di dalam neraka yang paling dangkal, sampai pada kedua mata kakinya, namun dapat mendidihkan otaknya.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/135), Imam Ahmad (3/50-55) dan Abu Ya’la di dalam kitab Musnad-nya (nomor: 86/2).

 

Saya akan menanggapinya dengan dua argumentasi yang menguatkan:

 

Pertama: Saya tidak menemukan satu hadits pun yang bertentangan dengan kaidah di atas. Sebab di dalam hadits itu tidak dijelaskan bahwa amal Abu Thalib lah yang menyebabkan siksanya diperingan. Tetapi yang menyebabkan siksaannya diperingan adalah syafaat Nabi e. Hal ini diperkuat dengan sabdanya berikut ini:

 

٥٥ -    Çóä ÇáÈøóÇÓ Èöäú ÚóÈúÏö ÇáúãõØóáöÈö Çóäøóåõ ÝóÇáó : íóÇ ÑóÓõæúáó Çﷲö¡ åóáú äóÝõÚúÊó ÇóÈóÇØóÇáöÈò ÈóÔóíúÁò ¡ ÝóÇóäøóåõ ßóÇäó íóÍõæúØõä æóíóÛúÖóÈõ áóßó ¿ ÞóÇáó : äóÚóãú ¡ åõæó Ýöì ÖóÍúÖóÇÍò ãöäú äóÇÑö æóáóæú áÇó ÇóäóÇ – Çóìú ÔóÝóÇÚóÊõåõ – áóßóÇäó Ýöì ÇáÏøóÑúßö ÇúáÇóÓúÝóáö ãöäó ÇáäøóÇÑö

 

“Diriwayatkan dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib, bahwa ia berkata: “Wahai Rasul, apakah engaku dapat memberi manfaat (syafaat) kepada Abu Thalib? Sebab dia telah melindungimu dan marah demi kamu?” Beliau menjawab: “Benar. Ia diletakkan di dalam neraka yang dangkal. Seandainya tidak ada syafaatku, niscaya dia akan diletakkan di neraka yang paling bawah.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/134-135), Imam Ahmad (1/206, 207, 210), Abu Ya’la (213/2 dan 313/2) serta Ibnu Asakir (19/51/1). Di sini Imam Muslim telah melakukan penelitian terhadap sanad dan matannya.

 

Hadits ini menegaskan bahwa yang menyebabkan diringankannya siksa Abu Thalib adalah syafaat Nabi e, seperti hadits sebelumnya, bukan amal Abu Thalib. Dengan demikian, tidak ada kontradiksi sedikit pun antara hadits itu dengan kaidah di atas. Akhirnya hadits itu bisa kita pahami, bahwa hal itu merupakan keistimewaan yang hanya dimiliki oleh Nabi e dan satu penghargaan tersendiri yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya tercinta, karena syafaatnya tetap diterima, walaupun diberikan kepada pamannya yang telah meninggal dunia dalam keadaan musyrik. Padahal dalam ketentuannya orang yang mati dalam keadaan musyrik adalah seperti yang dikemukakan oleh Al-Qur’an :

 

ÝóãóÇ ÊóäúÝóÚõåõãú ÔóÝóÇÚóÉõ ÇáÔóøÇÝöÚöíäó   (ÇáãÏËÑ : ٤٨ )

 

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (QS Al-Mudatsir : 48)

 

Namun demikian Allah I dengan anugerah-Nya masih memberikan keistimewaan kepada orang yang dikehendaki-Nya dan lebih berhak menerimanya, yaitu Rasulullah e sebagai pemimpin semua nabi-Nya.

 

Kedua: Seandainya kami menerima bahwa yang menyebabkan diringankannya siksa Abu Thalib adalah karena dia menolong Nabi e, maka hal ini tentu merupakan pengecualian dari kaidah di atas. Dan hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai sanggahan terhadap kaidah di atas, seperti diakui di dalam kaidah hokum Islam. Tetapi alasan yang saya pakai adalah yang pertama, sebab lebih jelas.

 

 

****

 

 

 

 

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com