WAJIB MEMBUKA RAMBUT
DALAM MANDI HAID
١٨٨ -
ÇöäúÞóÖöíú ÔóÚúÑóßö æóÇÛúÊáóÓöáöí Ãóí
Ýöí ÇáúÍóíúÖö
“Bukalah
rambutmu dan mandilah! Yakni dalam haid.”
Hadits
ini ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musanaf (1/26/10: “Telah
bercerita kepadaku Waqi’ dari Hisyam dari ayahnya dari Aisyah yang menceritakan
bahwa Nabi r berkata kepadanya sewaktu haid;
(lalu perawi menyebutkan hadits ini).
Hadits
ini juga ditakhrij oleh Ibnu Majah (641) dari jalur Ibnu Abi Syaibah dari Ali
bin Muhammad, keduanya berkata: “Telah bercerita padaku Waqi’ tersebut.”
Saya
berpendpat: Hadits ini sanadnya shahih menurut syarat Asy-Syaikhain. Menurut
keduanya, hadits ini berkaitan dengan cerita Aisyah sewaktu haid dalam haji
Wada’ dan Nabi r berkata kepadanya:
“Bukalah
kepalamu, sisirlah dan tahanlah dari umrahmu.”
Dalam
hadits itu tidak ada kata-kata “Mandilah!” Kata itu merupakan tambahan
yang benar dengan sanad yang shahih. Dalam susunan kalimat Asy-Syaikhain memang
menyimpan kata-kata itu, menskipun tidak dilafazhkan. Mungkin ini merupakan
susulan As-Sanadi terhadap Al-Bushairi dalam Az-Zawaid. Hadits ini
sanadnya tsiqah. As-Sanadi menegaskan: “Saya berkata: Hadits ini bukan dari Az-Zawaid,
akan tetapi dapat ditemukan dalam Ash-Shahihain dan lain-lainnya.” Saya
berkata: Masing-masing adalah benar. As-Sanadi adalah menjaga makna yang
terkandung di dalamnya, sebagaimana yang telah diisyaratkan. Sedangkan
Al-Bushairi menjaga lafazhnya. Tidak diragukan lagi, bahwa tambahan “Mandilah!”
ini hanyalah tambahan menurut Asy-Syaikhain. Oleh karenanya Al-Bushairi
mencantumkan serta membicarakan sanad dan ketsiqahannya. Bahkan ia menjelaskan
keshahihannya sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Majd Ibnu Taimiyah dalam Al-Muntaqa.
Wallahu a’lam.
Sesungguhnya
tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu
Zubair bin Umair yang menceritakan:
“Telah
sampai kepada Aisyah bahwa Abdullah bin Amer memerintahkan kaum wanita manakala
mandi supaya membuka kepalanya. Maka Aisyah berkata: “Alangkah mengherankan
sekali Ibnu Amer ini. Ia memerintahkan agar mereka mencukur kepalanya?
Sesungguhnya aku telah mandi dengan Rasulullah dari satu bejana dan aku tidak
menambah siraman atas kepalaku dengan tiga siraman.”
Hadits
ini ditakhrij oleh Imam Muslim (1/179), Ibnu Abi Syaibah (1/124/1-2) dan
Al-Baihaqi (1/181) serta Imam Ahmad (6/43).
Saya
berpendapat: Antara kedua hadits ini tidak ada pertentangan karena dua hal
sebagai berikut:
Pertama:
bahwa hadis yang pertama lebih shahih daripada hadits yang belakangan. Karena
hadits yang belakangan ini meskipun ditakhrij oleh Imam Muslim namun
Abuz-Zubair adalah mudallis.
Kedua:
Hadits yang pertama berlaku untuk kasus haid. Sedangkan hadits yang belakangan
ini berlaku untuk kasus jinabat (mandi junub), sehingga keduanya bisa dikompromokan.
Jadi dikatakan wajib membuka (rambut) sewaktu mandi haid, bukan mandi junub.
Demikian menurut Imam Ahmad dan ulama salaf lainnya.
Penyatuan
ini adalah lebih tepat. Di samping itu ada hadits lain yang menguatkan hadits
tersebut, yaitu dari Ummu Salamah yang menuturkan:
“Saya
berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini wanita yang lebih ikal
(rambut) kepalaku, apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat?” Beliau
bersabda:
۱٨۹ - áÇó ÅöäøóãóÇ íóßúÝöíúßö Ãóäú ÊóÍúËöíó Úóáٰì ÑóÃúÓößö
ËóáÇóËó ÍóËóíóÇÊò Ëõãøó ÊõÝöíúÖöíúäó Úóáóíúßö ÝóÊóØúåõÑöíúäó .
“Tidak. Kamu
cukup membilas kepalamu tiga bilasan kemudian kamu alirkan air secara merata
atas kamu, maka kamu suci.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 178), pemilik
Sunan Al-Arba’ah. Abu Ali Al-Husain Ibnu Muhammad Al-Lihyani dalam Hadits-nya
(Q. 123/1) , Ibnu Abi Syaibah, Al-Baihaqi (1/181) dan Imam Ahmad (6/289 dan
314-315) dari jalur Sufyan Ats-Tsauri dan Ibnu Uyainah. Sedangkan lafazh itu
adalah kepunyaannya dan kepunyaan Ruh Ibnu Qasim serta ayahnya (yaitu
As-Sukhtiyani) dari Ayub bin Musa dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqbari dari
Abdullah bin Rafi’, budak yang dimerdekakan Ummu Salamah, dari Ummu Salamah
yang mengisahkan: (kemudian perawi menyebutkan hadits ini).
Hadits ini juga diriwayatkan dari Ats-Tsauri oleh dua orang
tsiqah, yaitu Yazid bin Harun dan Abdurrazaq bin Haman. Dalam hal ini keudanya
berbeda. Pertama riwayat Yazid bin Harun seperti riwayat Ibnu Uyainah, sedang
Abdurrazaq bin Haman dalam haditsnya menyebutkan: (Apakah aku membukanya karena
haid atau junub?).
Di situ ada tambahan (jinabat). Maka saya melihatnya
sebagai tambahan yang aneh, karena Abdurrazaq menyendiri dalam meriwayatkan.
Dia memperolehnya dari Sufyan Ats-Tsauri tanpa dengan Yazid bin Harun.
Seandangkan riwayat ini adalah lebih unggul, kerena sesuai dengan lafazh Ibnu
Uyainah, Ruh bin Al-Qasim dan As-Sukhtiyani. Wallahu a’lam.
Ibnul Qayyim telah membeberkan hal ini dalam At-Tahdzib
dan menjelaskan mengenai kelangkaan tambahan ini. Siapa yang ingin mendalaminya
silahkan memeriksanya (1/167).
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |