WASIAT NUH u
١٣٤- Åöäøó äóÈöíøó Çááåö äõæúÍðÇ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö
æóÓøáøóãó áãóÇøó ÍóÖóÑóÊúåð ÇáúæóÝóÇÉõ ÞóÇáó áÇöÈúäöåó Åöäøöí ÞóÇÕøñ Úóáóíúßó
ÇáúæóÕöíøóÉö ÂãõÑõßó ÈöÇËúäóÊóíúäö æóÃóäúåóÇßó Úóäö ÇËúäóÊóíúäö ÂãõÑõßó ÈöáÇó Åöáٰåó
ÅöáøóÇ Çááåõ ÝóÅöäøó ÇáÓøóãٰٰæóÇÊó ÇáÓøóÈúÚó æóÇúáÃóÑúÖöíäó ÇáÓøóÈúÚö
áóæú æõÖöÚóÊú Ýöí ßóÝøóÉò æóæõÖöÚóÊú áÇó Åöáٰåó ÅöáÇøó Çááåõ Ýöí ßóÝøóÉò
ÑóÌóÍóÊú Èöåöäøó áÇó Åöáٰåö ÅöáÇøó Çááåõ æóáóæú Ãóäøó ÇáÓøóãٰæóÇÊö
ÇáÓøóÈúÚö æóÇúáÃóÑúÖöíúäó ÇáÓøóÈúÚö ßõäøó ÍóáúÞóÉð ãõÈúåóãóÉð ÞóÕóãóÊúåõäøó áÇó
Åöáٰåó ÅöáÇøó Çááåõ æóÓõÈúÍóÇäó Çááåõ æóÈöÍóãúÏöåö ÝóÅöäøóåóÇ ÕóáÇóÉõ ßõáøö
ÔóíúÁò æóÈöåóÇ íõÑúÒóÞõ ÇáúÎóáúÞõ æóÃóäúåóÇßó Úóäö ÇáÔøöÑúßö æóÇáúßöÈúÑö ÞóÇáó
ÞõáúÊõ Ãóæú Þöíúáó íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö åٰÐóÇ ÇáÔøöÑúßõ ÞóÏú ÚóÑóÝúäóÇåõ ÝóãóÇ
ÇáúßöÈúÑõ ÞóÇáó Ãóäú íóßõæúäó áÃöóÍóÏöäóÇ äóÚúáÇðäö ÍóÓóäóÊóÇäö áóåõãóÇ ÔóÑóÇßóÇäö
ÍóÓóäóÇäó ÞóÇáó áÇó ÞóÇáó åõæó Ãóäú íóßõæúäó áÃöóÍóÏöäóÇ ÍõáøóÉñ íóáúÈóÓõåóÇ ÞóÇáó
áÇó ÞóÇáó ÇáúßöÈúÑõ åõæó Ãóäú íóßõæúäó áÃöóÍóÏöäóÇ ÏÇÈÉ íÑßÈåÇ ÞóÇáó áÇó ÞóÇáó
ÃÝåæ Ãä íßæä áÃöóÍóÏöäóÇ ÃóÕúÍóÇÈñ íóÌúáöÓõæúäó Åöáóíúåö ÞóÇáó áÇó Þöíúáó íóÇ ÑóÓõæúáõ
Çááåö ÝóãóÇ ÇáúßöÈúÑõ ÞóÇáó ÓóÝóåõ ÇáóÍóÞøö æóÛóãúÕõ ÇáäøóÇÓö .
“Sesungguhnya
nabiyullah Nuh u
, manakala menjelang
wafat, dia berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya aku menceritakan wasiat keapdamu, aku perintahkan kepadamu dua hal dan aku larang padamu dua hal pula. Aku memerintahkan kamu laa ilaaha illa Allah (tidak ada
Tuhan selain Allah). Sesungguhnya langit tujuh dan
bumi tujuh bila diletakkan pada suatu neraca maka laa
ilaaha illa Allah pasti akam mengunggulinya. Dan
kalau langit tujuh dan bumi tujuh tertimbun dalam satu lingkaran, maka laa ilaaha illa
Allah sanggup memecahkannya.
Dan subhanallah wa
bihamdihi (Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya). Sesungguhnya ia
adalah shalatnya tiap-tiap makhluk dan karenanya makhluk
mendapat rezki. Dan Aku melarangmu
dari syirik dan sombong. Dia berkata, “Aku
bertanya atau dikatakan: “Wahai Rasulullah, syirik itu kita telah
mengetahuinya, lalu apakah kibir (sombong)
itu? Dia bertanya: “Apabila salah seorang
di antara kita mempunyai sepasang terompah yang bagus, dan memiliki
dua tali yang cantik? Nabi bersabda:
“Bukan.” Dia bertanya lagi,
”Apakah sombong itu adalah salah
seorang di atanra kami mempunyai
perhiasan yang dipakainya?”
Nabi bersabda: “Bukan.” Dia bertanya
lagi, “Apakah manakala salah seorang kami mempunyai
beberapa kawan yang mendampinginya?” Nabi bersabda: “Bukan.” Ditanya lagi, “Wahai Rasulullah,
lalu apakah sombong itu?”Beliau menjelaskan: “Yaitu masa bodoh
terhadap kebenaran dan meremehkan orang lain.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (548), Imam Ahmad (2/169-170, 225), dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ (79
HIndia) dari jalan Ash-Shaq’ab Ibnu Zubair dari
Zaid bin Aslam yang mengatakan: “Saya kira Hammad itu
dari Atha’ Ibnu Yassar dari
Abdullah bin Amr yang menuturkan:
“Kami berada di
sisi Rasulullah r kemudian
datang seorang lelaki Baduwi yang mengenakan jubah tebal yang disulam dengan sutera. Kemudian beliau bersabda: “Ingat, sesungguhnya temanmu itu telah merendahkan
tiap orang Persi anak keturunan
orang Persi.” Perawi menjelaskan: “Yang dimaksudkan oleh Nabi bahwa orang
itu telah merendahkan orang Persi dan anak
keturunan orang Persi dan mengangkat
penggembala anak keturunan penggembala.” Perawi melanjutkan: “Kemudian Rasulullah r memegangi jubah orang itu
seraya bersabda: Tidakkah aku pernah
memberitahukan kepadamu, janganlah kamu mengenakan pakaian orang yang tidak berakal.” Kemudian beliau bersabda: (lalu menyebutkan hadits itu).
Saya menilai: Hadits ini sanadnya shahih.
Al-Haitsami (4/220) juga menjelaskan:
“Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dengan alur cerita yang sama. Dan dalam
sautu riwayat, Imam Ahmad menambahkan ÃóæóÕöíúßó
ÈöÇáúÊóÓúÈöíúÍö ÝóÅöäúåóÇ ÚöÈöÇÏóÉó ÇáúÎóáúÞö æóíóÊúßõÈöíúÑ (dan aku wasiatkan
kepadamu dengan tasbih, sesungguhnya ia adalah
ibadah makhluk dan aku wasiatkan
dengan takbir kepadamu). Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari hadits
Ibnu Umar. Sedang para perawi Imam Ahmad adalah tsiqah.”
Kata-kata Sulit
ãõÈúåóãóÉõ berarti sesuatu yang diharamkan sesuai dengan siyaq
(arah pembicaraan). Lafazh ini tidak diberlakukan
dalam haditsnya Ibnu Al-Atsir dalam
An-Nihayah Syaikh
Muhammad Thahir Al-Hindi dalam
Ma’jma Biharul Anwar.
ÞóÕóãóÊúåõäøó dalam riwayat lain ÝóÕóãóÊúåõäøó dengan
fa’
( ÝÅ ) Ibnu Atsir menjelaskan:
“ ÇáúÞóÕúãõ “ berarti menghancurkan
sesuatu dan membangunnya kembali.
Saya berpendapat: Lafazh itu bila
memakai fa’ nampaknya
lebih cocok dari segi makna.
Wallahu a’lam.
ÓóÞóåõ ÇáúÍóÞøõ yakni masa bodoh dan
meremehkan kebenaran. Tidak perduli dengan tanggung jawab, menjunjung dan menegakkan kebenaran. Dalam hadits Imam Muslim disebutkan menolak kebenaran, dan maknanya adalah sama.
ÛóãúÓõ
ÇáäøóÇÓö berarti meremehkan dan menghina orang lain. Dalam hadits lain tertulis ÛóãúØõ ÇáäøóÇÓ (menghina orang), maknanya adalah sama juga.
Kandungan Hadits
Saya menilai: Hadits
ini sungguh memiliki banyak kandungan di dalamnya.
Antara lain mengisyaratkan:
1. Dianjurkan berwasiat
menjelang wafat.
2. Menyinggung soal
tahlil dan tasbih yang menjadi penyebab makhluk-makhluk mendapatkan rezki.
3. Bahwa mizan
(neraca timbangan) pada hari kiamat
adalah haq (benar adanya) dan
memiliki dua daun neraca. Ini
merupakan akidah Ahli Sunnah. Berbeda
dengan akidah Mu’tazilah dan para pengautnya pada masa-masa berikutnya. Mereka tidak meyakini akidah yang jelas yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Menurut mereka akidah tersebut tidak lebih dari
sekedar cerita manusia yang tidak perlu diyakini. Dan saya telah menjelaskan
ketidakbenaran asumsi ini dalam buku
saya bersama Ustadz Thanthawi. Semoga Allah memberi kemudahan dalam menyelesaikannya.)
4. Bahwa bumi ini berlapis tujuh
sebagaimana langit. Ini banyak terdapat
dalam hadits-hadits, baik dalam Ash-Shahihain (shahih Bukhari dan Muslim) maupun imam lainnya, yang bisa kita buktikan.
Bahkan hal itu juga telah
ditegaskan oleh Allah I dalam firman-Nya:
Çááåõ ÇáóøÐöí ÎóáóÞó ÓóÈúÚó ÓóãóÇæóÇÊò æóãöäó
ÇáÃÑúÖö ãöËúáóåõäøó (
ÇáØáÇÞ : ١٢ )
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan
seperti itu pula bumi.” (QS Ath-Thalaq : 12)
Yakni sama
dalam pencitpaan dan bilangan. Sehingga kita
tidak perlu mendengar orang yang menafsirkannya dengan menafikan adanya persamaan bilangan itu, yang disebabkan karena terpengaruh oleh konsep keilmuan
orang-orang Eropa. Mereka tidak mengetahui
langit tujuh lapis dan bumi tujuh
lapis, namun akankah kita mengingkari firman Allah I dan Rasulullah
r hanya karena
ketidaktahuan orang-orang Eropa yang sebenarnya juga mengakui sendiri
bahwa semakin mendalami ilmu ala mini, mereka akan semakin
mengetahui kebodohannya. Maha Besar Allah I yang telah berfirman:
æóãóÇ ÃõæÊöíÊõãú ãöäó ÇáúÚöáúãö
ÅöáÇ ÞóáöíáÇð
. ( ÇúáÇöÓÑÇÁ : ٨٥ )
“Dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit". (QS
Al-Israa :
85)
5. Bahwa mengenakan
pakaian yang bagus tidaklah berarti sombong sama
sekali. Bahkan ia diperintahkan.
Karena Allah I Maha Bagus
dan mencitai yang bagus-bagus, sebagaimana hal ini telah
disabdakan oleh Nabi r dan diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya.
6. Bahwa kibir (sombong) yang dibarengi dengan syirik yang mana orang tidak
akan masuk surga jika di
hatinya ada sebutir dzarrah saja dari kesombongan
itu, adalah sombong terhadap kebenaran dan menolaknya
setelah diingatkan, serta menganiaya orang tanpa disadari
oleh kebenaran.
Maka seorang muslim hendaknya menghindarkan sifat sombong semcam ini, sebagaimana ia berusaha menghindari
syirik yang menyebabkan pemiliknya abadi di neraka.
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |