YANG BELUM DITEMUKAN
OLEH DOKTER MODEREN
٣٧ - ÛóØøõæúÇáÇöäóÇÁó ¡
æóÇóæúßõæú ÇáÓøóÞóÇÁó ¡ ÝóÇöäøó Ýöì ÇáÓøóäóÉö áóíúáóÉñ íóäúÒöáõ ÝöíúåóÇ æóÈóÇÁñ
¡ áÇó íóãõÑøõ ÈöÇöäóÇÁò ¡ áóíúÓó Úóáóíúåö ÛóØóÇÁñ ÇóæóÓóÞóÇÁñ áóíúÓó Úóáóíúåö
æößóÇÁñ ÇöáÇøó äóÒóáó Ýóíúåö ãöäú
Ðٰáößó Çáúæó ÈóÇÁñ
“Tutuplah
bejana-bejanamu. Kencangkan ikatan tempat minummu. Sebab di dalam setahun terdapat satu malam yang di dalamnya
diturunkan penyakit.Penyakit itu pasti akan jatuh ke dalam bejana yang tidak
tertutup dan tempat minum yang tidak terikat.”
Hadits ini diriwayatkan
oleh Imam Muslim (6/105) dan Imam Ahmad (3/335) dari jalur Qa’qa bin Hakim dari
Jabir bin Abdillah secara marfu’.
Di dalam riwayat Imam
Muslim dan lainnya terdapat:
“Tutuplah
bejana-bejana, kencangkan ikatan tempat minum, kuncilah pintu, matikan lampu. Sebab syaithan tidak akan melepas ikatan tempat minum, tidak akan membuka pintu,
dan tidak akan membuka bejana. Jika salah seorang di antara kalian hanya mampu
menumpangkan sebatang kaya di atas bejananya, dan membaca basmalah, maka
lakukanlah. Sesungguhnya seekor tikus akan dibuat marah oleh
penghuni suatu rumah (Iblis melakukan hal itu).”
Hadits
ini memiliki beberapa sanad dan beberapa redaksi. Semua
itu saya sebutkan di dalam kitab Irwa Al-Ghalil Fi Takhrij Ahadits
Munaris-Sabil pada hadits no. 38.
٣٨ - ÇöÐóÇ æóÞóÛó
ÇáÐøõÈóÇÈõ Ýöì ÔóÑóÇÈö ÇóÍóÏóßõãú ÝóáúíóÚúãöÓúåõ – ßõáøóåõ –
Ëõãøó áóíóäúÊóÒöÚúåõ ¡ ÝóÇöäøó Ýöì ÇöÍÏóì ÌóäóÇ Íóíúåö ÏóÇÁñ æóÝóì
ÇúáÇõÎúÑٰì ÔöÝóÇÁñ .
“JIka ada seekor lalat
jatuh di tempat minum salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah (seluruh
tubuhnya). Kemudian buanglah. Sebab salah satu
sayapnya mengandung penyakit sementara sayap yang lain
mengandung obatnya.”
Hadits ini berasal dari
Malik dari Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudri dan Anas bin Malik.
1)
Hadits Abu Hurairah memiliki beberapa sanad.
Pertama: Diriwayatkan dari Ubaid
bin Hunain, ia menuturkan: “ Saya mendengar Abu
Hurairah berkata: (kemudian ia menyebutkan hadits di atas).”
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Al-Bukhari (2/329) dan (4/17-72), Ad-Darimi
(2/99), Ibnu Majah (3505), dan Imam Ahmad (2/938). Kalimat
yang ada di dalam kurung merupakan tambahan dari Imam Ahmad. Sementara Imam Bukhari pada sebagian riwaayatnya juga menyebutkan
tambahan itu.
Kedua: Diriwayatkan dari Sa’id
bin Abu Sa’id dari Abu Hurairah.
Hadits dengan sanad ini
ditakhrij oleh Abu Dawud (hadits no. 3844) dari jalur Imam Ahmad yang
disebutkan di dalam Al-Musnad (3/299, 246) dan Al-Hasan bin Urfah di
dalam kitab Juz (nomor: 91/1) dari jalur Muhammad bin Ijlan dari Abu
Hurairah secara marfu’, ia menambahkan:
æóÃóäøóåõ
íóÊøóÞóì ÈöÌóäóÇÍöåö ÇáøóÐöì Ýöíúåö ÇáÏøóÇÁö ¡ ÝóáúíóÛúãöäúåõ ßõáøõåõ
(Dan ia
akan menjaga sayap yang mengandung penyakit, maka celupkanlah seluruh
(sayapnya)).” Isnad (cara penyampaian) hadits ini
hasan.
Ibrahim bin Al-Fadhal juga
meriwayatkan hadits yang senada (matabi’) dari Sa’id secara marfu’.
Hadits
ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/443). Sedang Ibrahim ini adalah perawo
uang dikenal dengan sebutan Al-Makhzumi Al-Madani. Ia seorang yang dha’if.
Ketiga: Diriwayatkan dari
Tsumamah bin Abdullah bin Anas dari Abu Hurairah.
Hadits
dengan sanad ini ditakhrij oleh Ad-Darimi dan Imam Ahmad (2/263, 355, 388). Sanadnya
shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim.
Keempat: Diriwayatkan dari
Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah secara marfu’.
Hadits
dengan sanad ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/355, 388). Sanadnya
juga shahih.
Kelima: Diriwayatkan dari Abu
Shalih dari Abu Hurairah. Hadits dengan sanad ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/340) dan Al-Fakihi di dalam kitab haditsnya
(2/50/2) dengan sanad hasan.
2) Sedangkan dari Abu Sa’id
Al-Khudri redaksinya adalah:
٣٩ - Çöäøó ÇÍóÏó ÌóäóÇ Íöìó
ÇÐøõÈóÇÈö Óóãøñ æóÇúáÇٰÎóÑóÔöÝóÇÁñ ¡ ÝóÇöÐóÇ æóÞóÚó Ýöì ÇáØøóÚóÇãö ¡ ÝóÇãúÞõáõæúåõ ¡ ÝóÇöäøóåõ
íõÞóÏøöãõ ÇáÓøóãøó æóíõÄóÎöÑõ ÇáÔøöÝóÇÁó .
“Salah satu sayap lalat
mengandung racun, dan sayap yang lainnya Þómengandung penawarnya. Jika
ia jatuh ke dalam makanan atau minuman, maka
benamkanlah seluruhnya, sebab ia akan mendahulukan sayap yang mengandung racun
baru kemudian sayap yang mengandung obat.”
Hadits ini diriwayatkan
oleh Imam Ahmad (3/67), ia mengatakan: Yazid telah menceritakan
kepada saya, ia menuturkan: Ibnu Abi Dzi’ib telah menceritakan kepada saya dari
Sa’id bin Khalid yang mengatakan:
“Saya
singgah di tempat Abu Salamah. Ia menyuguhkanku makanan
yang biasa disebut hazbad dan qutlah (makanan yang terbuat dari
campuran tamar, gandum dan lainnya). Kemudian terceburlah seekor lalat di
dalamnya, lalu ia membenamkannya ke dalam makanan itu
dengan jarinya. Saya bertanya heran: “Wahai paman, apa yang engkau lakukan?”
Abu Salamah menjawab: “Saya melakukan hal ini karena saya mendapatkan hadits
dari Abu Sa’id Al-Khudri dari Rasulullah r, seshungguhnya beliau
bersabda: (kemudan ia menyebutkan hadits di atas).”
Hadirs dengan sanad ini
diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3504), ia bekata: “Abu
Bakar bin Abu Syaibah telah meriwayatkan kepada saya, ia berkata: Yazid bin
Harun telah meriwayatkan kepada saya secara marfu’, tanpa menyebutkan rentetan
kisahnya. Sedang Ath-Thayalisi meriwayatkannya di dalam musnadnya (2188): “Ibnu
Abi Dzi’ib telah menceritakan kepada saya dan darinya Imam Nasa’I meriwayatkan
(193/2), juga Abu Ya’la di dalam musnadnya (nomor: 65/2) dan Ibnu Hibban di
dalam At-Tsiqat (2/102).
Saya berpendapat: Sanad
hadits ini shahih dan perawi-perawinya tsiqah serta dipakai oleh
Bukhari-Muslim, kecuali Sa’id bin Khalid Al-Qaridhi. Namun
dia tetap perawi shuduq (bisa dipercaya) sebagaimana dikatakan oleh
Adz-Dzahabi dan Al-Asqalani.
3) Hadits Anas,
diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Perawi-peraiwinya shahih.
Sementara Ath-Thabrani juga meriwayatkannya di dalam Al-Ausath,
juga di dalam kitabnya Tarikh Al-Kabir. Al-Hafizh berkata:
Sanadnya shahih, seperti bisa dilihat dalam Nailul Authar (1/55).
Selanjutnya,
hadits yang sanad-sanadnya shahih ini benar-benar berasal dari ketiga sahabat
(Abu Hurairah, Abu Sa’id dan Anas) itu, dan tidak bisa dibantah lagi. Seperti
telah diakui pula dari Abu Hurairah sendiri tentang hadits yang diriwayatkannya
dari Rasulullah r. Hal ini tidak seperti yang diduga oleh sebagian pengikut Syi’ah
yang ekstrim. Mereka orang-orang yang mengaku modern
yang telah menilai cacat riwayat-riwayat Abu Hurairah. Mereka menuduh Abu Hurairah telah melakukan kesalahan dalam
meriwayatkan hadits dari Nabi r.
Namun tidak bisa membuktikannya. Sebab
demikian banyaknya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa Abu Hurairah benar-benar
terbebas dari tuduhan mereka itu. Mereka selalu
mencela Abu Hurairah bahkan menuduh bohong para sahabat, yang lebih parah lagi
mereka menolak hadits Nabi r
hanya karena tidak sesuai dengan akal mereka yang sakit. Padahal hadits itu telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat.
Menurut dugaan saya, mereka tahu bahwa Abu Hurairah tidak
meriwayatkannya seorang diri (mumfarrid). Kalaupun
Abu Hurairah meriwayatkannya seorang diri, haditsnya masih tetap bisa diterima.
Atau mungkin mereka tidak mengetahui hal itu. Jika kemungkinan pertama (mereka tahu Abu Hurairah tidak meriwayatkan
seorang diri) yang benar, maka mengapa mereka menilai cacat (ber’illat)
terhadap riwayat Abu Hurairah saja. Bahkan mereka mengelabui orang lain bahwa tidak ada seorang sahabatpun menguatkan Abu
Hurairah (mendukungnya). Jika kemungkinan kedua (mereka tidak
tahu apakah Abu Hurairah meriwayatkan seorang diri atau tidak) yang benar,
mengapa mereka tidak mau bertanya kepada orang yang ahli di bidang ini?
“Andai kamu tidak tahu
maka ketidaktahuanmu itu adalah
petaka. Tapi jika kamu tahu
maka itu adalah petaka yang
lebih besar.”
Mayoritas orang menduga
bahwa hadits ini tidak sesuai dengan penemuan (hasil penelitian) para dokter,
yaitu bahwa lalat membawa kuman dan akan dilepaskannya
ketika ia hinggap di dalam makanan. Sebenarnya hadits itu
tidak bertentangan dengan medika. Bahkan Rasulullah r
memberikan penjelasan yang lebih luas, tidak hanya mengatakan bahwa pada salah
satu sayapnya terdapat racun, tetapi juga menjelaskan bahwa pada sayapnya yang
lain terdapat penawarnya. Inilah yang tidak mereka ketahui.
Oleh karena itu mereka harus beriman, jika mereka sudah
mukmin, maka seyogyanya melakukan penelitian lebih lanjut, apabila mereka
benar-benar ilmuwan. Hal ini karena kaidah ilmu yang
benar menetapkan bahwa tidak mengetahui sesuatu, tidaklah menyebabkan gugurnya
keabsahan pengetahuan sesuatu itu. Dengan kata lain,
tidak mengetahui sesuatu tidak mengharuskan bahwa sesuatu itu tidak ada.
Saya sendiri menilai bahwa
kedokteran modern memang belum mengetahui keshahihan hadits di atas, dan
mengenai hal ini di kalangan mereka sendiri pun terdapat perbedaan. Saya telah membaca majalah yang berkenaan dengan hal ini. Masing-masing ingin menguatkan pendapatnya sendiri dan berusaha
melemahkan pendapat yang menentangnya. Saya sebagai
seroang mukmin sangat percaya dengan keshahihan hadits itu serta kebenaran
isinya. Sebab Rasulullah r tidak pernah mengatakan
sesuatu dari dirinya sendiri, akan tetapi semata-mata
merupakan wahyu. Penemuan kedokteran yang bertentangan dengan hadits itu tidak akan menggoyahkan kepercayaan saya. Sebab
hadits merupakan dalil yang mandiri dan tidak membutuhkan pendukung dari luar.
Namun demikian, jika ada penemuan yang sesuai dengan hadts itu maka tetap akan semakin memperkuat keyakinan saya. Oleh karena itu
tidak ada jeleknya jika saya tampilkan sebuah makalah yang pernah
dipresentasekan oleh seorang dokter di sebuah institute, yaitu institut
Al-Hidayah Al-Islamiyah sebagai berikut:
“Lalat
biasa hinggap di tempat yang kotor yang banyak mengandung kuman penyakit. Ia
akan membawa kuman tersebut dengan kakinya dan memakan sebagiannya. Dengan
demikian tubuhnya sendiri pun mengandung materi yang lebih tinggi tingakatannya
dari kuman itu (yakni mampu mengalahkan kuman, sebab jika tidak, tentu ia akan mati dengan memakan benda-benda beracun itu). Kalangan kedokteran menyebutnya zat pembunuh kuman. Zat ini mampu membunuh bermacam-macam kuman penyakit. Kuman penyakit itu tidak mungkin hidup atau berpengaruh pada tubuh
manusia jika terdapat zat pembunuh kuman itu. Sedang yang terkandung di
dalam sayap lalat itu ada keistimwaan tersendiri, yakni sayap yang mengandung
zat pembunuh akan menjadi penawar bagi sayap lainnya
yang mengandung kuman penyakit. Dengan demikian, jika lalat
itu jatuh ke dalam minuman atau makanan, dan membawa kuman-kuman yang
terkandung dalam anggota tubuhnya maka yang pertama kali menawarkan racun atau
kuman itu adalah zat pembunuh yang dibawanya sendiri itu, yang berada di dekat
perut dan salah satu sayapnya. Jika pada dirinya
mengandung penyakit, maka obatnya juga ada di dekat penyakit itu. Karena
itu membenamkan lalat seluruhnya dan kemudian membuangnya merupakan cara yang aman karena cukup untuk mematikan dan menawarkan
kuman-kuman itu.”
Sebelumnya
saya juga telah membaca tulisan yang isinya senada, ditulis oleh salah seorang
dokter, yaitu Al-Ustadz Sa’id As-Suyuthi (pada salah satu bukunya cetakan
pertama).
Kemudian pada cetakan kedua (hal. 503), saya membaca ada
tambahan tulisan dari dua orang dokter, yaitu Mahmud Kamal dan Muhammad Abdul
Mun’im Husain, merupakan saduran dari majalah Al-Azhar.
Kemudian
pada edisi ke 82 majalah Al-‘
“Hadits tentang lalat yang menyatakan bahwa salah
satu sayapnya mengandung penyakit dan sayap lainnya mengandung obatnya adalah
dha’if. Bahkan secara rasio hadits ini
tampak dibuat-buat (palsu), Yang benar adalah bahwa lalat hanya mengandung
kuman penyakit dan kotoran lainnya. Tak seorang pun
mengatakan bahwa salah satu sayap lalat mengandung kuman penyakit, sedang sayap
lainnya mengandung obatnya, kecuali orang yang memalsukan hadits ini.
Seandainya yang dikatakan itu benar, tentu ilmu pengetahuan modern akan menyingkap dan membuktikannya. Akan
tetapi ilmu pengetahuan modern justru menyatakan bahwa lalat hanya mengandung
kuman penyakit dan menganjurkan agar kita lebih berhati-hati dengannya.”
Pendeknya perkataan ini menunjukkan
ketidaktahuannya dan kecerobohannya. Dia
membela ilmu pengetahuan modern dengan menghempaskan sabda Nabi r.
Dan untuk lebih berhati-hati seyogyanya perkataannya itu
ditinjau kembali. Selanjutnya saya berpendapat:
Pertama:
Abdul Waris Kabir telah mengklaim bahwa hadits itu dha’if, dengan alas an dari segi ilmu pengetahuan, menunjukkan kelemahannya. Hal
ini bisa kita lihat dari pernyataannya: “….bahkan secara rasio hadits ini jelas
tampak dibuat-buat.”
Tuduhan ini jelas tidak benar.
Anda bisa melihat sendiri takhrij (penyampaian) hadits ini,
yakni bahwa hadits ini dari Rasulullsah r diriwayatkan melalui tiga sanad sekaligus
dan semuanya bernilai shahih. Di samping itu, kiranya cukup bisa anda
jadikan alasan, bahwa tidak ada seorang tokoh hadits pun yang menilainya
dha’if, seperti yang dikatakan oleh dokter di atas.
Kedua:
Abdul Waris Kabir menuduh bahwa hadits itu palsu.
Tuduhan
ini sama sekali tidak bisa membuat batalnya hadits
sedikitpun. Karena tuduhannya itu tidak disertai argumentasi
yang kuat bahkan tampak kekurangcermatannya dalam meneliti. Anda bisa
melihat kembali perkataannya: “……Seandainya hal itu benar…”
Apakah ilmu pengetahuna modern itu benar-benar
mampu menyingkap segala-galanya? Ataukah tokoh-tokoh ilmu
yang mempunyai cukup kapabilitas itu telah salah tatkala menyatakan bahwa
apabila ilmu kita bertambah maka bertambah pula kesadaran akan
kebodohan kita. Padahal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an
sendiri: “Kalian tidak diberi ilmu(nya)
melainkan sedikit.”
Adapun pernyataannya: “Ilmu
pengetahuan telah memastikan bahayanya lalat dan menganjurkan kepada kita agar
lebih berhati-hati dengannya,” adalah kesalan besar. Sebab kita tidak
mengatakan bahwa hadits itu menentang apa yang
ditemukan oleh pengetahuan modern. Hadits itu hanya menyingkap sisi lain yang belum ditemuan oleh ilmu pengetahuan modern. Kalau
redaksi hadits itu: “Jika ada lalat jatuh…” maka tidak seorang pun, baik
orang Arab sendiri maupun non Arab, memahami bahwa Islam menganggap baik
terhadap lalat dan tidak menganjurkan untuk menjauhinya.
Ketiga: Saya telah menjelaskan
kepada anda bahwa kedokteran modern juga mengatakan bahwa, di dalam tubuh lalat
terdapat zat pembunuh bakteri. Hal ini sekalipun tidak secara terperinci sama persis dengan apa yang dikemukakan oleh Nabi r,
tetapi secara umum dapat diketahui adanya kontradiksi dengan apa yang
dikemukakan oleh penulis di atas dan sesuai dengan pendapat yang menyatakan
bahwa di dalam tubuh lalat terdapat penyakit dan obatnya. Ini tidak menutup
kemungkinan akan wujud mu’jizat Rasul r
ketika menyatakan adanya penyakit dan obatnya pada diri lalat, dengan bukti
kuat dari ilmu pengetahuan modern. Allah SWT berfirman:
ÈóÚúÏó Íöíäò æóáóÊóÚúáóãõäóø äóÈóÃóåõ
“Dan
sesungguhnya kamu akan mengetahu (kebenaran beritanya) setelah beberapa waktu
lagi.” (QS Shaad : 88)
Yang mengherankan mengenai
apa yang baru saja dikemukakan oleh penulis tersebut dan ketidaktahuannya
terhadap pernyataan Nabi r adalah bahwa pada saat
yang sama ia juga menerima keshahihan hadits Nabi r: ”Bejana milik salah seorang di antara kalian apabila dijilat
oleh anjing bisa suci kembali dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya
dicampur dengan debu.”
Selanjutnya penulis
tersebut berkata: “Hadits ini shahih dan disetujui bersama oleh Bukhari-Muslim.” Seandainya keshahihan
hadits ini karena disetujui oleh ulama, atau Bukhari-Muslim khususnya, maka
hadits tentang lalat itu juga disetujui bulat oleh ulama. Mengapa ia menilai dha’if hadits tentang lalat ini, sementara di
sisi lain menilai shahih hadits tentang cara mensucikan bejana yang dijilat anjing.
Ia juga menakwilkan hadits terakhir ini dengan
takwilan yang salah yang justru bisa menjadikan hadits ini tidak shahih dari
segi artinya. Karena ia mentakwilkan bahwa bilangan
tujuh menurutnya semata-mata hanya menunjukkan jumlah atau hitungan banyak. Dan
ia juga menakwilkan bahwa yang dimaksud dengan “at-turab”
adalah memakai segala benda yang dapat menghilangkan najisnya.
Takwilan
semcam ini jelas tidak benar. Saya akan menunjukkan
kesalahannya, sekalipun ia mengatakan bahwa pentakwilan itu berasal dari Syaikh
Mahmud Syaltut, semoga Allah mengampuninya.
Saya
tidak tahu, kesalahan mana yang lebih besar di antara dua kesalahan yang
dilakukannya, yaitu penilaian dha’if terhadap hadits pertama yang sebenarnya
shahih atau penakwilan yang salah terhadap hadits kedua.
Pada kesempatan ini saya akan memberikan himbauan kepada para pembaca yang budiman
agar tidak begitu saja mencerna tulisan-tulisan di majalah atau media
“Kami menghukumi lahirnya,
sedangkan Allah yang menguasai rahasianya.”
Padahal hadits ini tidak
ada dasarnya sama sekali di dalam kitab pokok,
sebagimana diingatkan oleh tokoh-tokoh yang memiliki gelar al-hafizh
seperti As-Sakhawi dan lain-lain. Oleh karena itu
berhati-hatilah dengan penulis-penulis semcam itu. Hanya
Allah lah tempat meminta pertolongan.
****
As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com |