As-Shahihah Daftar Isi >
KAPAN SEORANG ANAK DAPAT MEWARISI (152 - 153)
PreviousNext

KAPAN SEORANG ANAK

DAPAT MEWARISI?

 

 

١٥٢ - áÇó íóÑöËõ ÇáÕøóÈøõí ÍóÊìøٰ íóÓúÊóåöáó ÕóÇÑöÎðÇ æóÇÓúÊöåúáÇóáõåõ Ãóäú íóÕöíúÍó Ãóæú íóÚúØöÓó Ãóæú íóÈúßöíó .

          “Seorang anak tidak dapat mewarisi sehingga ia lahir sambil berteriak, dan kelahirannya adalah bila ia menjerit. Bersin atau menangis.”

 

          Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4751) dan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (1/153/2) dari Al-Abbas bin Walid Al-Khalal Ad-Dimasyqi: “Telah bercerita kepadaku Marwan bin Muhammad Al-Thathiri: “Telah bercerita kepadaku Sulaiman bin Hilal dari Yahya bin Sa’id Al-Musayyab dari Jabir bin Abdullah dan Al-Miswar bin Makhramah secara marfu’. Ath-Thabrani memberikan sedikit keterangan: “Tidak ada yang meriwayatkannya dari Yahya kecuali Sulaiman dimana Marwan menyendiri dalam meriwayatkan darinya.”

 

          Saya menemukan bahwa dia adalah tsiqah. Demikian pula perawi-perawi lainnya. Jadi hadits itu shahih.

 

          Adapun mengenai kata Al-Haitsami (4/225): “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Al-Kabir. Di situ ada Al-Abbas Ibnu Walid Al-Khalal, dimana dia dianggap tsiqah oleh Abu Mashar dan Maran bin Muhammad. Namun Abu Dawud mengatakan: “Saya tidak memberi komentar apapun terhadapnya, hanya saja para perawi yang lainnya adalah perawi-perawi shahih.

 

          Di sini ada tinjauan melalui dua segi:

         

          Pertama: Sesungguhnya Marwan tidak termasuk perawi shahih.

 

          Kedua: Bahwa kata-kata Abu Dawud di situ, tidak disebutkan oleh Al-Hafizh dalam At-Tahzib. Dia hanya menukil dari riwayat Al-Ajiri yang menuliskan: “Aku menulis darinya dimana dia mengetahui tentang perawi dan hadits-hadits.” Oleh karenanya mengenai hal itu dalam Taqribut-Tahzib Abu Al-Ajiri mengatakan: “Dapat dipercaya.” Saya tidak tahu apakah kata-kata Abu Dawud itu merupakan salah duga dari Al-Haitsami, atau memang kekurangan Al-Hafizh dimana dia tidak menyebutkannya.

 

          Kemudian, bahwa Al-Haitsami memberlakukan hadits ini dalam kitabnya adalah tidak memenuhi syaratnya, karena Ibnu Majah mengeluarkannya sendiri. Sehingga boleh jadi Al-Haitsami tidak menghadirkannya manakala memberlakukan hadits itu.

 

          Hadits itu juga memiliki syahid (hadits pendukung) dengan lafazh:

 

١٥٣ - ÅöÐóÇ ÇöÓúÊóåóáð ÇáúãóæúáõæúÏñ æóÑöËö

          “Jika anak telah lahir maka ia mewarisi.”

 

          Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (2920) dari Muhammad bin Ishaq, dari Yazin bin Abdullah Al-Qasith, dari Abu Hurairah secara marfu’. Dan dari Abu Dawud, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (6/257) yang menyebutkan bahwa Ibnu Khuzaimah telah mengeluarkannya dari jalur ini.

 

          Saya berpendapat: Para perawinya memang tisqah. Kecuali Ibnu Ishaq, dia itu mudallis (menyembunyikan kelemahan hadits). Akan tetapi dalam hal ini memiliki syahid (hadits pendukung) dari hadits Jabir secara marfu’.

 

          Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (2750) dari Ar-Rabi’ bin Badar: “Telah bercerita kepadaku Abu Zubair dari Abu Hurairah.”

 

          Saya menilai: Ar-Rabi’ bin Badar adalah matruk (diabaikan haditsnya). Akan tetapi dia diikuti oleh Al-Mughirah bin Muslim dan Sufyan dari Az-Zubair.

 

          Hadits ini shahih menurut syarat Asy-Syaikhain. Hal ini disepakati pula oleh Adz-Dzahabi.

 

          Saya berpendapat: Shahih itu menurut syarat Muslim saja. Karena Az-Zubair adalah mudallis.

 

          Ia mempunyai syahid dari hadits Ibnu Abbas yang periwayatannya dalah marfu’. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Adi (Q. 193/1) dari jalur Syarik dari Abu Ishak dari Atha’ dari Abu Hurairah.

 

          Saya berpendapat: Sanad ini adalah la ba’sa bih (tidak megnapa) untuk hadits-hadits pendukung. Sesungguhnya Syarik adalah Ibnu Abdullah Al-Qadhi, dia tsiqah apabila tidak buruk hafalannya. Orang yang semisal dengan dia adalah Abu Ishaq. Dia adalah As-Sab’i dimana tidak begitu jelas keadaannya.

 

          (Faedah): Pada hadits Jabir dan Miswar terdahulu terdapat penafsiran kelahiran anak itu dengan kalimatnya: “Manakala dia menjerit, bersin, atau menangis.” Hadits-hadits shahih sebagaimana dalam keterangan yang lalu. Maka jangan bimbang karena perkataan Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam (3/133).

 

          Kata al-istihlal  telah diriwayatkan penafsirannya secara marfu’. Al-istihlal (tanda kelahiran) itu adalah “al-athas” (bersin), Hadits ini dikeluarkan oelh Al-Bazzar.

 

          Sesungguhnya hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bazzar itu adalah dari hadits Ibnu Umar dengan lafazh yang telah disebutkan oleh Ash-Shan’ani. Dan di situ ada Muhammad bin Abdurrahman Al-Bailani, ia adalah dha’if, seperti keterangan dalam Al-Majma’. Jadi ingat! Ini bukan hadits Jabir dan Miswar.

 

 

****

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com