As-Shahihah Daftar Isi >
ORANG-ORANG JAHILIYAH ITU BUKAN AHLI FITRAH (158 - 159)
PreviousNext

ORANG-ORANG JAHILIYAH ITU

BUKAN AHLI FITRAH

 

 

١٥٨ - áóæúáÇó Ãóäú áÇó ÊóÏóÇÝóäõæúÇ áóÏóÚóæúÊõ Çááåó ÚóÒøó æóÌóáøó Ãóäú íõÓúãöÚóßõãú ( öãäú ) ÚóÐóÇÈö ÇáúÞõÈúÑö ( ãóÇ ÃóÓúãóÚóäöí )

 

          “Kalau saja kamu tidak akan berlarian sembunyi, tentu aku akan memohon Allah Azza Wa Jalla agar memperdengarkan kepadamu siksa kubur sebagaimana yang diperdengarkan kepadaku.”

 

          Imam Ahmad memberitahukan (3/201): “Telah bercerita kepadaku dari Hamid dari Anas bahwa Nabi r melewati sebuah kebun kepunyaan Bani Najar. Kemudian beliau mendengar suara lalu bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab: “Kubur seseorang yang dimakamkan pada masa jahiliyah.” Rasul r lalu bersabda: (kemudian beliau menyebutkan hadits ini).

 

          Saya menilai: Sanad dari tiga orang ini dinilai shahih menurut syarat Asy-Syaikhain. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad (3/103) dari Ibnu Adi dan (3/114) dari Yahya Ibnu Sa’id dan Ibnu Hibban (786) dari Ismail, mereka bertiga dari Hamid.

 

          Dua sanad ini adalah shahih, dan keduanya bertiga pula dalam meriwayatkan. Kemudian Ibnu Adi menambahkan, setelah ucapan mereka fi jahiliyyah (pada masa jahiliyah): “fa a’jabahu dzalika” (kemudian hal itu membuatnya terkejut). Tambahan ini, menurut An-Nasa’i (1/290) berasal dari jalur Abdullah, yaitu Ibnul Mubarak, dari Hamid dengan lafazh: “fa sarra bi dzalika” (kemudian dia lega dengan hal itu).

 

          Yahya bin Sa’id juga telah menjelaskan pembicaraan Hamid dari Anas.

 

          Sesungguhnya hadits ini telah diikuti pula oleh Tsabit, demikian menurut Imam Ahmad (3/153, 175, 284) dari jalur Hammad yang mengatakan: “Telah bercerita kepadaku Tsabit dari Hammad dari Anas.” Sedang Hammad menambahkan:

 

          “Dan di atas keledai yang putih ternyata sedang melewati kubur yang di dalamnya suatu kaum disiksa, (dalam suatu riwayat: Kemudian dia mendengar suara suatu kaum yang baru disiksa dalam kuburnya) sehingga keledai itu merapat. Lalu Nabi r bersabda: “Kalau saja…” Al-Hadits.”

 

          Sanad hadits ini shahih menurut syarat Imam Muslim.

 

          Hadits ini juga diikuti oleh Qasim bin Martsad Ar-Rihal, lalu Imam Ahmad berkata (3/111): “Telah bercerita kepadaku Sufyan, dia berkataL Qasim Ar-Rihal mendengar Anas berkata:

 

          “Nabi r masuk pada tanah kosong kepunyaan Bani Najar, di situ dia hendak buang hajat. Kemudian dia keluar kepada kami dengan takut atau ngeri dan dia bersabda: “Kalau saja…” Al-Hadits. Dan disini ada dua tambahan.

 

          Sanad tiga orang ini shahih pula. Sufyan adalah Ibnu Uyainah, termasuk perawi-perawi Imam Enam. Sedangkan Qasim oleh Ibnu Ma’in dan lainnya telah dinilai tsiqah.

 

          Hadits ini diikuti pula oleh Qatadah dari Anas secara marfu’, tanpa kisah tadi dan dikeluarkan oleh Imam Muslim (8/161) dan Ahmad (3/176 dan 273).

 

          Hadits ini juga mempunyai syahid (hadits pendukung) dari hadits Jabir yang menuturkan:

 

          “Pada suatu hari Nabi r memasuki kebun kepunyaan Bani Najar, kemudian beliau mendengar suara-suara orang-orang lelaki dari Bani Najar yang telah mati pada masa jahiliyah, mereka disiksa di dalam kuburnya. Lalu Rasulullah r keluar dengan ketakutan, kemudian memerintahkan para sahabatnya agar memohon perlindungan dari siksa kubur.”

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (3/295-296) dengan sanad shahih muttashil (bersambung) menurut syarat Imam Muslim.

 

          Hadits ini juga mempunyai syahid (hadits pendukung) lain dari hadits Zaid bin Tsabit, yang diriwayatkan secara marfu’. Yaitu:

 

١٥۹ - Åöäøó åٰÐöåö ÇúáÃõãøóÉó ÊõÈúÊóáٰì Ýöí ÞõÈõæúÑöåóÇ ÝóáóæúáÇó Ãóäú ÊóÏóÇÝóäõæúÇ áóÏóÚóæúÊõ Çááåó Ãóäú íõÓúãöÚóßõãú ãöäú ÚóÐóÇÈö ÇáúÞóÈúÑö ÇáøóÐöí ÃóÓúãóÚõ ãöäúåõ . ÞóÇáó ÒóíúÏñ Ëõãøó ÃóÞúÈóáó ÚóáóíúäóÇ æóÌúåóåõ ÝóÞóÇáó ÊóÚóæøóÐõæÇ ÈöÇááåö ãöäú ÚóÐóÇÈö ÇáäøóÇÑö . ÞóÇáõæÇ äóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÚóÐóÇÈö ÇáäøóÇÑö . ÝóÞóÇáó ÊóÚóæøóÐõæÇ ÈöÇááöå ãöäú ÚóÐóÇÈö ÇáúÞóÈúÑö . ÞóÇáõæÇ äóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÚóÐóÇÈö ÇáúÞóÈúÑö . ÞóÇáó ÊóÚóæøóÐõæÇ ÈöÇááåö ãöäú ÇáúÝöÊóäö ãóÇ ÙóåóÑó ãöäúåóÇ æóãóÇ ÈóØóäó . ÞóÇáõæÇ äóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÇáúÝöÊóäö ãóÇ ÙóåóÑó ãöäúåóÇ æóãóÇ ÈóØóäó . ÞóÇáó ÊóÚóæøóÐõæÇ ÈöÇááåö ãöäú ÝöÊúäóÉö ÇáÏøóÌøóÇáö . ÞóÇáõæÇ äóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÝöÊúäóÉö ÇáÏøóÌøóÇáö .

 

          “Sesungguhnya umat ini diuji dalam kuburnya. Kalau saja kamu tidak lari bersembunyi, tentu aku memohon kepada Allah agar memperdengarkannya kepadamu siksa kubur sebagaimana yang aku dengar. Zaid menceritakan, “Kemudian beliau menghadap kami dengan mukanya lalu bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur.”  Mereka berkata, “Kami memohon kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah yang tampak maupun fitnah yang tidak tampak.” Mereka berkata. “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah yang tampah maupun fitnah yang tidak tampak.” Beliau berkata lagi: “Mohonlah perlindungan dari fitnah Dajjal.” Mereka berkata. “Kami memohon perlindungan kepada Allah dari fitnah Dajjal.”

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim (8/160-161) dari jalur Ibnu Aliyah, dia berkata: “Telah mengabarkan kepadaku Sa’id Al-Jariri, dari Abi Nadhrah dari Abi Sa’id Al-Khudri dari Zaid bin Tsabit. Abu Sa’id mengatakan, “Aku tidak menyaksikannya dari Nabi r. Akan tetapi telah menceritakan kepadaku Zaid bin Tsabit, dia berkata: Suatu ketika Nabi r ada di dalam sebuah pagar kepunyaan Bani Najar di atas keledainya, sedang aku ada bersamanya. Ketika keledai itu tepat melewati dinding itu, hamper saja dia melemparkannya. Ternyata ada kuburan enam, lima atau empat orang – Al-Jariri ragu – kemudian dia bertanya,  “Siapakah yang mengetahui pemilik kubur ini?” Kemudian orang menyahut, “Aku.” Nabi bertanya, “Kapan mereka mati?” Ia menjawab, “Mereka mati dalam kemusyrikan.” Kemudian Nabi r bersabda…” (lalu perawi menyebutkan hadits ini).

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (5/190): “Telah bercerita kepadaku Yazid bin Harun, “Telah bercerita kepadaku Abu Mas’ud Al-Jariri, hanya saja dia berkata: “Mohonlah perlindungan dari firnah kehidupan dan fitnah kematian” sebagai ganti “Mohonlah perlindungan dari fitnah yang tampak maupun fitnah yang tidak tampak.”

 

          Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban (785) seperti riwayat Muslim. Tetapi di situ dia tidak menyebutkan Zaid bin Tsabit.

 

          Kata-kata Sulit

 

          (  ÊóÏóÇÝóäõæúÇ)  Asalnya (  ÊóÊóÏóÇÝóäõæúÇ)  dimana salah satu ta’ nya dibuang, yang aritnya: Kalau saja tidak ketakutan karena pendengaranmu hingga sebagian kamu tidak mau menguburkan sebagian yang lain.

         

(   ÔóóåúÈóÇÁõ)   : berarti pulih

(   ÍóÇÕóÊú)   : berarti bergoyang

(   ÎöÑúÈó )    : berarti tanah kosong, rusak

(   ÊõÈúÊóáóìú)     : yakni diuji. Yang dimaksudkan adalah oleh dua orang malaikat terhadap si mayat, dengan pertanyaannya: “Siapa Tuhanmu? Siapa Nabimu?”

 

          Kandungan Hadits

 

          Hadits tersebut memiliki beberapa kandungan penting. Sebagian akan saya sebutkan di sini.

1.     Menetapkan adanya siksa kubur. Hadits-hadits mengenai hal ini adalah mutawatir (diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi). Sehingga tidak perlu diragukan lagi, dan menganggapnya sebagai hadits ahad (tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir). Bahkan jiga kita menganggapnya sebagai hadits ahad, tetap saja kita wajib mengambilnya, sebab hal itu didukung oleh Al-Qur’an, dimana Allah I berfirman:

 

ÝóæóÞóÇåõ Çááóøåõ ÓóíöøÆóÇÊö ãóÇ ãóßóÑõæÇ æóÍóÇÞó ÈöÂáö ÝöÑúÚóæúäó ÓõæÁõ ÇáúÚóÐóÇÈö . ÇáäóøÇÑõ íõÚúÑóÖõæäó ÚóáóíúåóÇ ÛõÏõæðøÇ æóÚóÔöíðøÇ æóíóæúãó ÊóÞõæãõ ÇáÓóøÇÚóÉõ ÃóÏúÎöáõæÇ Âáó ÝöÑúÚóæúäó ÃóÔóÏóø ÇáúÚóÐóÇÈö

     Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (QS Al-Mu’min : 45-46)

 

     Sebenarnya, seandainya kita tidak menemukan ayat Al-Qur’an yang mendukungnya, maka hadits itu sendiri sudah cukup untuk menetapkan adanya keyakinan ini. Anggapan bahwa aqidah tidak bisa ditetapkan oleh hadits ahad adalah batil dan tidak dibenarkan dalam Islam.Tidak ada seorang Imam, baik dari kalangan madzhab empat maupun lainnya, yang mengatakan demikian itu. Barangkali itu bersumber dari sebagian ahli teologi yang sama sekali tidak memiliki landasan kuat dari Allah I. Saya telah menulis secara khusus hal ini dalam sebuah buku, yang saya harapkan bisa tersebar luas.

 

2.     Sesungguhnya Nabi r mendengar sesuatu yang tidak didengar oleh manusia biasa. Ini termasuk keistimewaan beliau. Seperti halnya beliau melihat Jibril dan bercakap-cakap dengannya padahal orang-orang tidak melihat dan tidak mendengar percakapannya. Dalam hadits Bukhari maupun lainnya, disebutkan bahwa Nabi r pada suatu hari berkata kepada Aisyah t, “Ini JIbril, berkirim salam untukmu.” Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, engkau melihat seuatu yang tidak kami lihat.”

Soal keistimewaan Nabi r telah ditetapkan oleh nash yang shahih, dan bukan nash yang dha’if, qiyas (analog), maupun hanya nafsu saja. Tanggapan orang mengenai hal ini memang berbeda-beda. Banyak orang yang mengingkari adanya “keistimewaan” bagi Nabi r, meski hal itu telah ditetapkan oleh hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi). Mereka tetap menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Bahkan sebagian mereka ada yang menetapkan sesuatu bagi Nabi r yang sebenarnya tidak ada. Seperti kata mereka bahwa Nabi r adalah makhluk yang pertama, bahwa Nabi r tidak memiliki bayangan di muka bumi, bahwa jika Nabi r berjalan di atas pasir maka tidak ada bekas jejaknya, bahwa jika dia menginjak pada batu, dapat diketahui dan lain sebagainya, yang semuanya tidak benar. Yang benar dalam masalah ini adalah bahwa sesungguhnya Nabi r, telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, As-Sunnah dan kesepakatan umat, adalah manusia. Oleh karena itu tidak memberinya sifat keistimewaan terntentu, kecuali yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika memang Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menetapkannya, maka kita harus menerimanya dan tidak boleh menolaknya meski dengan filsafat ilmiah atau logika. Sungguh sayang sekali jika di zaman sekarang ini ada orang-orang yang berani menentang hadits-hadits shahih, hanya karena dianggap meragukan. Sehingga dia memperlakukan hadits-hadits Nabi r itu seolah bagaikan pembicaraan orang biasa yang tidak ma’shum (dijaga oleh Allah). Mereka mengambil semaunya saja dan meninggalkan semaunya pula. Ada yang dengan dalih berlandaskan teori ilmiah, ada pula yang katanya justru berlandaskan pada syari’at. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga Allah I melindungi kita dari kejahatan orang-orang semacam ini.

3.     Sesungguhnya pertanyaan Mungkar Nakir adalah sesuatu yang pasti adanya. Kita harus mempercayainya. Dan ini telah ditetapkan dalam hadits-hadits mutawatir.

4.     Fitnah Dajjal adalah merupakan fitnah yang besar. Sehingga kita diperintahkan berlindung dan memohon pertolongan dari bahaya itu, baik dalam hadits ini maupun dalam hadits lainnya. Bahkan kita diperintahkan untuk memohon perlindungan dari bahaya itu dalam shalat, yakni sebelum salam, seperti dalam keterangan hadits Bukhari dan lainnya. Hadits mengenai Dajjal cukup banyak dan mutawattir. Dalam kitab-kitab aqidah, diterangkan bahwa kita harus percaya Dajjal akan keluar pada akhir zaman, sebagaimana kita harus percaya akan terhadap siksa kubur dan pertanyaan Mungkar Nakir.

5.     Bahwa orang-orang jahiliyah yang meninggal sebelum Nabi r diutus, disiksa karena kemusyrikan dan kekufuran mereka. Yang demikian itu menunjukkan bahwa mereka tidak termasuk orang-orang suci (ahli fitrah), yakni orang-orang yang tidak terjangkau oleh dakwah Nabi r, tidak sebagaimana yang diduga oleh orang-orang belakangan. Karena jika dugaan itu benar, tentunya mereka tidak disiksa karena Allah I telah berfirman:

æóãóÇ ßõäóøÇ ãõÚóÐöøÈöíäó ÍóÊóøì äóÈúÚóËó ÑóÓõæáÇð .

     “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”  (QS Al-Isra’ : 15)

    

     Imam Nawawi mensyarahi hadits Muslim menjelaskan: “Sesungguhnya seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah r, dimanakah bapakku?” Rasul menjawab, “Di neraka.” Al-Hadits An-Nawawi (1/114 cet. Al-Hind) menerangkan: Di sini menunjukkan bahwa sesungguhnya orang yang mati dalam kekufuran itu ada di neraka. Meskipun kerabatnya adalah orang-orang yang taat kepada Allah I. Juga menunjukkah bahwa orang yang mati mengikuti tradisi Arab, menyembah berhala, adalah penghuni neraka. Ini bukan berarti bahwa mereka tidak pernah mendapatkan dakwah, karena sesungguhnya baik seruan Nabi Ibrahim maupun lainnya telah sampai juga kepada mereka.”

 

 

 

****

 

 

 

 


As-Shahihah Online melalui www.alquran-sunnah.com