kategori-buku

E-book: I’lamul Muwaqi’in - Panduan Hukum Islam

06 Feb 2011

ilamulOrang yang pertama kali didaulat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menjadi utusanNya adalah Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menyampaikan fatwanya berdasarkan wahyu. Beliau adalah sebagai Hakim, dan fatwanya wajib diikuti, dilaksanakan dan dijadikan pondasi kehidupan setelah Al Qur’an. Akan tetapi dalam menanggapi persoalan umat yang beragam, perbedaan pendapat seringkali tak terelakan. Jika hal tersebut pada akhirnya terjadi, Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambaNya agar mengembalikan urusan tersebut kepada-Nya dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya)” [An Nisaa: 59]

Ilustrasi di atas menggambarkan betapa mulianya orang-orang yang mendapat “rekomendasi” dari Rabbnya untuk menyampaikan ajaran-Nya.

Dalam konteks pembahasan buku ini, mereka itu disebut sebagai “I’lamul Muwaqi’in ‘an rabbul ‘alamiin“, yakni orang-orang yang menyampaikan syari’at Allah Rabb seru sekalian alam. Dalam perkembangannya kemudian mereka disebut “mufti” atau “pemberi fatwa“. Mufti di sini berkedudukan sebagai “pemegang kebijakan yang memiliki otoritas memutuskan hukum suatu perkara. Karena itulah mereka diletakkan pada “bingkai para mufti” yang dapat mencegah mereka dari keputusan yang salah. Sebab keputusan mufti berlaku bagi setiap orang dan dimana saja, meski terkadang dapat dilaksanakan dan dapat pula ditinggalkan.

 Sedangkan keputusan hakim hanya berlaku bagi tedakwa dan harus dilaksanakan. Dengan demikian baik mufti maupun hakim dihadapkan pada bahaya (ancaman) besar dan pahala besar pula. Keduanya laksana orang yang berdiri dengan kaki kiri di neraka dan kaki kanan di surga.

Para ulama telah mencurahkan segala daya dan upayanya untuk memagari para mufti agar tidak terpeleset ke dalam jurang kesesatan. Dasar-dasar pengambilan fatwa di sini antara lain:

Selengkapnya: E-book: I’lamul Muwaqi’in - Panduan Hukum Islam

E-book: Al Itishom - Buku Induk Pembahasan Sunnah dan Bidah

31 Jan 2011

ItishomImam Al Baihaqi dalam Al Kubro 2/466, Abdurrazak 3/55, Sunan Ad Darimi 1/116 dan yang lainnya , dengan sanad Shahih  menceritakan sebuah atsar dari Sa'id Al Musayyib -rahimahullah- " Sesungguhnya Dia (Sa'id) melihat seorang lelaki yang sholat setelah terbit fajar lebih dari dua rokaat dengan memperpanjang ruku dan sujudnya, maka Sa'id bin Al Musayyib pun melarangnya. Kemudian lelaki tadi pun berkata kepada beliau,'Wahai Abu Muhammad ( Sa'id), Apakah Alloh akan menyiksaku dengan sebab sholat ?', Sa'id pun menjawab,'Tidak, namun Alloh akan menyiksamu karena menyelisihi Sunnah."

Syaikh Al Albani -rahimahullah- dalam kitab beliau Irwaul Ghalil 2/236 mengomentari atsar ini dengan perkataan," Ini adalah jawaban yang sangat bagus dari Sa'id Al Musayyib -rahimahullah- dan merupakan senjata tajam atas ahlu bid'ah yang sering menganggap baik perbuatan bid'ah dengan label ibadah kemudian mereka mengingkari Ahlus Sunnah yang membantah perbuatan mereka dan menuduh Ahlus Sunnah telah mengingkarinya. Padahal Ahlus Sunnah hanyalah mengingkari perbuatan penyimpangan mereka yang menyelisihi sunnah dalam dzikir, sholat dan ibadah lainnya.".
Begitu banyak bid'ah dan penyimpangan yang dilakukan muslimin yang sangat jauh dari tuntunan agama yang disebabkan karena kebodohan dan hawa nafsu.

Selengkapnya: E-book: Al Itishom - Buku Induk Pembahasan Sunnah dan Bidah

E-book : Al-Bidayah Wan Nihayah

24 Nov 2010

Judul Asli : Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah
Penulis: Al-Hafidz Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir
Penyusun : Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami
Edisi Indonesia: AL-BIDAYAH WAN NIHAYAH Masa Khulafa’ur Rasyidin
Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari
Cetakan: cetakan I (pertama) Dzulhijah 1424H, Februari 2004
Penerbit: DARUL HAQ
Ukuran ebook: (PDF) xxi + 547 halaman
File size: 44 MB

E-book previewE-book ini adalah versi pdf dari buku al-Bidayah wan Nihayah, karya monumental seorang ulama besar yang tidak asing lagi yakni Al-Hafidz Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Di dalamnya diungkapkan tentang sejarah masa khulafa’ur rasyidin yang dengannya pembaca akan dapat melihat masa-masa keemasan Islam, disusun secara apik oleh Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami.

Adapun kitab al-Bidayah wan Nihayah sendiri merupakan sebuah buku ensiklopedi sejarah terbesar yang didalamnya memuat berbagai macam disiplin ilmu, dan berbagai bentuk permasalahan yang menggambarkan betapa luas wawasan keilmuan pengarangnya.

Kitab ini disusun sesuai dengan kronologi peristiwa dimulai sejak tahun pertama hijriyah. Maka kemudian untuk memudahkan orang dalam mempelajarinya Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami menyusun ulang, mengumpulkan tema-tema yang bersesuaian ke dalam pasal-pasal yang disusun secara urut. Juga dihapus atau dihilangkan pembahasan yang terlalu luas, hadits yang lemah, cerita yang ada keganjilan atau lafaz yang mungkar, demikian diantara yang disebutkan dalam metode penyusuan dan penyuntingan.

Tidak dipungkiri bahwa banyak buku-buku sejarah yang mengungkapkan perikehidupan para shahabat termasuk sejarah khulafa’ur rasyidin, ridwanullahu ‘alahim ajma’in. Akan tetapi sekarang ini amat langka buku yang bercerita tentang keutamaan shahabat nabi yang bersih dari syubhat-syubhat khawarij maupun (syi’ah) rafidhah. Di samping itu banyak juga buku-buku sejarah yang memutar balikkan fakta, khususnya yang dikarang oleh selain ulama ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Di lain fihak di dalam buku-buku sejarah yang ada, sebagian penulisnya mengomentari perselisihan yang terjadi di antara para shahabat dengan komentar yang tidak semestinya. Setiap penulis tentunya membawa misi masing-masing dan mengetengahkan ide dan pemikirannya sendiri. Sehingga muncullah kesan negatif terhadap sebagian shahabat nabi. dan satu hal lagi adalah mereka kurang hati-hati dalam mencantumkan riwayat. Banyak sekali riwayat yang tidak jelas asal-usulnya mereka jadikan sebagai sandaran sejarah dan mereka jadikan sebagai tolok ukur dalam memberi penilaian.

Selengkapnya: E-book : Al-Bidayah Wan Nihayah

E-book: Tafsir Ibnu Katsir (Salah Satu Kitab Tafsir Al Qur'an Terbaik)

21 Nov 2010

ibnu_katsirSesungguhnya memahami Kalamullah adalah cita-cita yang paling mulia dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah) yang paling agung. Amalan ini telah dilakukan shahabat, tabi’in dan murid-murid mereka yang menerima dan mendengar langsung dari guru-guru mereka. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya yang mengikuti jejak mereka hingga hari kiamat.

Tidak diragukan, orang pertama yang menerangkan, mengajarkan, dan menafsirkan Al Qur’an adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Para shahabat telah menerima Al Qur’an dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara bacaan dan pemahaman. Mereka mengetahui makna-makna, maksud-maksud dan rahasia-rahasianya karena kedekatan mereka dengan Rasulullah, khususnya Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari dan Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu ‘anhum.

Mereka adalah para shahabat yang terkenal alim di antara shahabat lainnya. Para shababat adalah guru-guru bagi tabi’in yang di kemudian hari melahirkan ahli tafsir dari generasi ini di Makkah, Madinah dan Irak. Dari shahabat dan tabi’in, dilahirkan ahli tafsir yang mengetahui sejarah tafsir -di madrasah tafsir dengan atsar (jejak/petunjuk) Nabi dan Shahabat- yaitu imam besar dalam ushul tafsir: Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat 310 H).

Ciri khas dari madrasah tafsir dengan atsar adalah menafsirkan ayat Al Qur’an dengan satu atau lebih ayat Al Qur’an lainnya. Bila tidak memungkinkan maka ditafsirkan dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih. Jika tidak ditemukan hadits yang menjelaskannya maka ditafsirkan dengan ucapan shahabat terutama shahabat yang telah disebutkan di atas. Jika ucapan shahabat tidak ditemukan maka dengan ucapan tabi’in seperti Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin Abi Rabbah dan Al-Hasan Al-Basri. Namun jika semuanya ada, maka biasanya disebut semua.

Selengkapnya: E-book: Tafsir Ibnu Katsir (Salah Satu Kitab Tafsir Al Qur'an Terbaik)

E-book : JAMA'ATUT TABLIGH - Semangat Dakwah Tanpa Ilmu

16 Nov 2010
JAMA'ATUT TABLIGH - Semangat Dakwah Tanpa Ilmu
Al Ustadz Muhammad Ali Ismah Al Maidani | La Adri At Tilmidz | 1998 | CHM | 999 kb

Jamaah Tabligh chmBagi seorang yang ingin mengetahui kesesatan sebuah paham atau kelompok hendaknya dia mengetahui terlebih dahulu mana pemahaman yang benar dan mana pemahaman yang salah. Banyak kita saksikan seseorang kebingungan bila dia mendengar atau membaca pernyataan bahwa : Ini adalah pemahaman yang sesat dan itu adalah pemahaman yang menyeleweng! Mengapa dia bingung. Hal itu terjadi tidak lain karena dia belum mengetahui perkara yang benar dan yang salah. Kebingungan ini tidak hanya melanda orang awam saja. Akan tetapi para pelajar, mahasiswa, dan kalangan intelek pun mengalami hal yang sama. Untuk itu sudah seharusnya seorang itu terlebih dahulu mengetahui kebenaran sehingga bila diajak berbicara tentang firqah-firqah sesat semacam syi’ah, mu’tazilah, jahmiyah, dan lain-lainnya tidak akan merasa heran. Begitu juga berkaitan dengan tema yang akan kita angkat kali ini tentang jamaah tabligh. Sudah semestinya seorang Muslim mempelajari kebenaran yang terdapat pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bagaimana sikapnya terhadap jamaah ini.

Berpenampilan zuhud. Berjalan ke sana kemari. Bergerombol. Ada yang menenteng kompor. Ada yang berjalan telanjang kaki. Mengajak orang-orang ke masjid. Mereka jama’ah (firqah) Tabligh. Ada apa lagi dengan mereka? Tidakkah cukup satu edisi membicarakan tentang mereka? Tidakkah merasa bosan? Apakah orang yang berdakwah, mengajak ke masjid dan rajin beribadah itu dikatakan sesat? Beranikah engkau menyatakan mereka sebagai orang yang sesat?! Itulah permasalahannya! Apakah kita tega untuk menyatakan sesat orang yang memang telah dikatakan sesat oleh para ulama kaum muslimin?! Apakah kita tetap lebih mendahulukan perasaan kita daripada ilmu yang menerangkan siapa mereka sebenarnya di balik baju kezuhudannya?! Apakah kita ragu mengatakan sesat orang yang memang sesat tetapi menutupi kesesatannya dengan berpura-pura zuhud??

Selengkapnya: E-book : JAMA'ATUT TABLIGH - Semangat Dakwah Tanpa Ilmu