بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃Materi : Lebih Cantik, tapi Terlaknat
🎙┃Pemateri : Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A Hafizhahullah
🗓┃Hari, Tanggal : Rabu , 10 Juli 2025 M / 14 Muharram 1447
🕌┃Tempat : Masjid Ibaadurrahmaan
🎞┃ Video Kajian: Muslim Solo Youtube Channel
الـحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدَ أَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَإِخْوَانِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ
Kajian kali akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan kecantikan dan perhiasan wanita. Kodratnya wanita suka berhias, maka Allah ﷻ telah menggambarkan dalam Firman-Nya:
أَوَمَن يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ [ الزخرف: 18]
Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. [Zukhruf: 18]
Dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu;anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengambil sutera yang kemudian beliau meletakannya pada tangan kanannya, lalu beliau mengambil emas dan diletakkannya emas tersebut di tangan kirinya, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي
“Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki dari umatku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i)
Dan semakin modern, semakin kompleks urusan kecantikan wanita, hingga mencapai harga yang begitu mahal, hingga melakukan operasi untuk mempercantik diri. Karena wanita ingin cantik, tetapi terlaknat karena melanggar aturan Islam, maka pada kajian kali ini akan dibahas beberapa hukum terkait perhiasan dan kecantikan bagi wanita.
Selengkapnya: Hukum-hukum Terkait Kecantikan dan Perhiasan Wanita
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab Nashihati Lin Nisa' - Oleh Ummu Abdillah binti Asy Syaikh Muqbil.
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung
🗓️ Bandung, 10 Dzulqa’dah 1446 / 8 Mei 2025
Melanjutkan pembahasan Kitab Nashihati Lin Nisa', Hendaknya setiap ibu memberi perhatian dan mengarahkan anaknya dan melatih anak-anaknya untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan beberapa tahap, sesuai dengan kemampuannya: Membaca secara musalsal (Berkesinambungan), menghafal, memahami (Terjemah dan Tafsir yang ringkas) dan mengamalkan.
Karena keutamaan ahlul Qur'an adalah:
1. Menjadi Manusia yang Terbaik dan Utama
وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ .
Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5027]
عن طَلْحَة بْنُ مُصَرِّفٍ، قَالَ: سَأَلْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: هَلْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَى؟ فَقَالَ: لَا. فَقُلْتُ: كَيْفَ كُتِبَ عَلَى النَّاسِ الْوَصِيَّةُ –أَوْ أُمِرُوا بِالْوَصِيَّةِ؟- قَالَ: أَوْصَى بِكِتَابِ اللهِ
Artinya: Dari Ṭalḥah bin Muṣarrif dia berkata, “Saya pernah bertanya kepada ‘Abdullāh bin Abu Aufa raḍiyallahu’anhu, “Apakah Rasulullah ṣallallāhu‘alaihiwasallam berwasiat?” Dia menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Lalu, kenapa wasiat itu diwajibkan bagi kaum muslimin atau mengapa mereka diperintahkan untuk berwasiat?” Dia menjawab, “Beliau hanya mewasiatkan dengan Kitabullah azza wajalla.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Waṣāya, Bab al-Waṣāya, nomor 2740 dan Imam Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Waṣiyyah, nomor 1634.
Berkata imam Ibnu Hajar al-ashqalani rahimahullah saat mensyarah hadits ini berkata, yang di maksud wasiat dalam hadits ini adalah menjaga dengan cara menghafalkannya, mengikuti isinya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, mendawamkan dalam membacanya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Ketika Umu Sulaim –radhiyallahu anha– menjanda dari Malik, ayahnya Anas bin Malik –radhiyallahu anhu– yang mana dia mati dalam keadaan Kafir, tidak lama kemudian Abu Thalhah yang saat itu masih kafir datang melamar Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim –radhiyallahu anha– menjawab: “Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas ditolak. Akan tetapi, engkau kafir dan aku seorang muslimah. Aku tidak mungkin menikah denganmu.”
Abu Thalhah menjawab: “Bukan itu maksudmu ‘kan?” Ummu Sulaim berkata: “Lalu apa maksudku?” Abu Thalhah menjawab: “Emas dan perak.”
Ummu Sulaim berkata: “Aku tidak mengharap emas dan perak. Aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam, maka itulah maharku. Aku tidak minta yang lain.”
Abu Thalhah menjawab: “Siapa yang menunjukkan itu padaku?” Ummu Sulaim menjawab: “Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.”
Maka berangkatlah Abu Thalhah –radhiyallahu anhu– menemui Rasulullah –shalallahu alaihi wasallam– yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat.
Manakala melihatnya beliau berkata: “Abu Thalhah datang. Terlihat cahaya Islam di kedua matanya.” Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu Sulaim. Maka, Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan maskawin keislamannya.
Tsabit al-Bunani perawi kisah ini dari Anas berkata: “Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela Islam sebagai maharnya.” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, seorang wanita yang bermata indah lagi sipit.