Ketika Umu Sulaim –radhiyallahu anha– menjanda dari Malik, ayahnya Anas bin Malik –radhiyallahu anhu– yang mana dia mati dalam keadaan Kafir, tidak lama kemudian Abu Thalhah yang saat itu masih kafir datang melamar Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim –radhiyallahu anha– menjawab: “Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas ditolak. Akan tetapi, engkau kafir dan aku seorang muslimah. Aku tidak mungkin menikah denganmu.”
Abu Thalhah menjawab: “Bukan itu maksudmu ‘kan?” Ummu Sulaim berkata: “Lalu apa maksudku?” Abu Thalhah menjawab: “Emas dan perak.”
Ummu Sulaim berkata: “Aku tidak mengharap emas dan perak. Aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam, maka itulah maharku. Aku tidak minta yang lain.”
Abu Thalhah menjawab: “Siapa yang menunjukkan itu padaku?” Ummu Sulaim menjawab: “Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.”
Maka berangkatlah Abu Thalhah –radhiyallahu anhu– menemui Rasulullah –shalallahu alaihi wasallam– yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat.
Manakala melihatnya beliau berkata: “Abu Thalhah datang. Terlihat cahaya Islam di kedua matanya.” Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu Sulaim. Maka, Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan maskawin keislamannya.
Tsabit al-Bunani perawi kisah ini dari Anas berkata: “Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela Islam sebagai maharnya.” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, seorang wanita yang bermata indah lagi sipit.
Allah subhanahu wata'aala berfirman di dalam Al-Qur'an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang - orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Penjaganya ialah malaikat-malaikat yang keras lagi kasar, yang tidak pernah durhaka kepada Allah atas apa yang Dia perintahkan, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan atas mereka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Korelasi Ayat
Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan penyebutan nasehat bagi keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari ayat pertama hingga ayat kelima pada surat at-Tahrim, maka selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan nasehat pada ayat diatas kepada kaum mukminin, supaya mereka turut meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal berwasiat kepada keluarga. (Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir, Ibnu Asyur. 28/365).
Penuturan Salaf Tentangnya
Para salaf telah menuturkan banyak faidah berkenaan dengan makna ayat “peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka” yang dapat kita petik ibrah darinya.
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Didiklah mereka tata krama, dan ajarkan ilmu kepada mereka.”
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, serta hindarilah perbuatan maksiat kepada-Nya, dan perintahkanlah keluarga kalian untuk senantiasa mengingat-Nya, maka dengannya Allah selamatkan kalian dari api Neraka.”
Berkata adh-Dhahak dan Muqatil, “Wajib bagi setiap muslim untuk mendidik keluarganya, kerabatnya, sahaya perempuan dan sahaya laki-lakinya, dengan apa yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka dan apa yang dilarang oleh-Nya.” (Lihat Tafsir al-Qur’an al-Azhim. 4/502).
RISALAH UNTUK SAUDARIKU TERKASIH, URGENSI MENUNTUT ILMU
Wahai ukhti muslimah…..
Saya akan kemukakan.nasehat yang utama bagi kalian. Yakni tentang perlunya semangat dalam menuntut ilmu dan tafaqquh fid-din, akan tetapi pada kenyataannya banyak wanita yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar, bahkan meninggalkannya (berpaling darinya). Telah menjadi keprihatinan tersendiri dalam benak saya. Oleh karena itu, insya Allah saya akan menjelaskan dan menguraikan urgensi tholibul ilmi dari dalil-dalil Al-Qur’an, disertai ta’liq sederhana.
Ukhti muslimah yang dirahmati-Nya,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah banyak memaparkan pentingnya menuntut ilmu dalam deretan firman-Nya yang mengagumkan.
شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالۡمَلٰٓـئِكَةُ وَاُولُوا الۡعِلۡمِ قَآئِمًا ۢ بِالۡقِسۡطِؕ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُؕ ﴿3:18﴾
"Artinya : Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [Ali-Imran :18]
Berkata Imam Al Qurtubi rahimahullah dalam tafsirnya :
"Ayat ini adalah dalil tentang keutaman ilmu dan kemuliaan ulama. Seandainya ada orang yang lebih mulia dari ulama, sungguh Allah akan menyertakan nama-Nya dan nama malaikat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman juga kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kemuliaan ilmu."
وَقُلْ رَّبِّ زِدۡنِىۡ عِلۡمًا ﴿20:114﴾
"Artinya : Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." [Thaha :114]