بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab Nashihati Lin Nisa' - Oleh Ummu Abdillah binti Asy Syaikh Muqbil.
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung
🗓️ Bandung, 10 Dzulqa’dah 1446 / 8 Mei 2025
Melanjutkan pembahasan Kitab Nashihati Lin Nisa', Hendaknya setiap ibu memberi perhatian dan mengarahkan anaknya dan melatih anak-anaknya untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan beberapa tahap, sesuai dengan kemampuannya: Membaca secara musalsal (Berkesinambungan), menghafal, memahami (Terjemah dan Tafsir yang ringkas) dan mengamalkan.
Karena keutamaan ahlul Qur'an adalah:
1. Menjadi Manusia yang Terbaik dan Utama
وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ .
Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5027]
عن طَلْحَة بْنُ مُصَرِّفٍ، قَالَ: سَأَلْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: هَلْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَى؟ فَقَالَ: لَا. فَقُلْتُ: كَيْفَ كُتِبَ عَلَى النَّاسِ الْوَصِيَّةُ –أَوْ أُمِرُوا بِالْوَصِيَّةِ؟- قَالَ: أَوْصَى بِكِتَابِ اللهِ
Artinya: Dari Ṭalḥah bin Muṣarrif dia berkata, “Saya pernah bertanya kepada ‘Abdullāh bin Abu Aufa raḍiyallahu’anhu, “Apakah Rasulullah ṣallallāhu‘alaihiwasallam berwasiat?” Dia menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Lalu, kenapa wasiat itu diwajibkan bagi kaum muslimin atau mengapa mereka diperintahkan untuk berwasiat?” Dia menjawab, “Beliau hanya mewasiatkan dengan Kitabullah azza wajalla.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Waṣāya, Bab al-Waṣāya, nomor 2740 dan Imam Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Waṣiyyah, nomor 1634.
Berkata imam Ibnu Hajar al-ashqalani rahimahullah saat mensyarah hadits ini berkata, yang di maksud wasiat dalam hadits ini adalah menjaga dengan cara menghafalkannya, mengikuti isinya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, mendawamkan dalam membacanya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Ketika Umu Sulaim –radhiyallahu anha– menjanda dari Malik, ayahnya Anas bin Malik –radhiyallahu anhu– yang mana dia mati dalam keadaan Kafir, tidak lama kemudian Abu Thalhah yang saat itu masih kafir datang melamar Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim –radhiyallahu anha– menjawab: “Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas ditolak. Akan tetapi, engkau kafir dan aku seorang muslimah. Aku tidak mungkin menikah denganmu.”
Abu Thalhah menjawab: “Bukan itu maksudmu ‘kan?” Ummu Sulaim berkata: “Lalu apa maksudku?” Abu Thalhah menjawab: “Emas dan perak.”
Ummu Sulaim berkata: “Aku tidak mengharap emas dan perak. Aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam, maka itulah maharku. Aku tidak minta yang lain.”
Abu Thalhah menjawab: “Siapa yang menunjukkan itu padaku?” Ummu Sulaim menjawab: “Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-.”
Maka berangkatlah Abu Thalhah –radhiyallahu anhu– menemui Rasulullah –shalallahu alaihi wasallam– yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat.
Manakala melihatnya beliau berkata: “Abu Thalhah datang. Terlihat cahaya Islam di kedua matanya.” Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu Sulaim. Maka, Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan maskawin keislamannya.
Tsabit al-Bunani perawi kisah ini dari Anas berkata: “Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela Islam sebagai maharnya.” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, seorang wanita yang bermata indah lagi sipit.
Allah subhanahu wata'aala berfirman di dalam Al-Qur'an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang - orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Penjaganya ialah malaikat-malaikat yang keras lagi kasar, yang tidak pernah durhaka kepada Allah atas apa yang Dia perintahkan, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan atas mereka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Korelasi Ayat
Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan penyebutan nasehat bagi keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari ayat pertama hingga ayat kelima pada surat at-Tahrim, maka selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan nasehat pada ayat diatas kepada kaum mukminin, supaya mereka turut meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal berwasiat kepada keluarga. (Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir, Ibnu Asyur. 28/365).
Penuturan Salaf Tentangnya
Para salaf telah menuturkan banyak faidah berkenaan dengan makna ayat “peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka” yang dapat kita petik ibrah darinya.
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Didiklah mereka tata krama, dan ajarkan ilmu kepada mereka.”
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, serta hindarilah perbuatan maksiat kepada-Nya, dan perintahkanlah keluarga kalian untuk senantiasa mengingat-Nya, maka dengannya Allah selamatkan kalian dari api Neraka.”
Berkata adh-Dhahak dan Muqatil, “Wajib bagi setiap muslim untuk mendidik keluarganya, kerabatnya, sahaya perempuan dan sahaya laki-lakinya, dengan apa yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka dan apa yang dilarang oleh-Nya.” (Lihat Tafsir al-Qur’an al-Azhim. 4/502).