Nabi yang Tidak Memiliki Pengikut

09 Jan 2020

Nabi Tidak ada PengikutSebagian orang khususnya dari kalangan para mahasiswa mengira bahwa kemuliaan seorang ustadz dan kapasitas keilmuannya ditandai oleh jumlah jamaah yang hadir di dalam majelisnya, ini merupakan pemahaman yang salah dan tidak benar. Diriwayatkan dari Al-Auza’iy, ia berkata: “Adalah ‘Atha’ bin Abi Rabah merupakan orang yang paling diridhai di tengah-tengah manusia, dan tidaklah yang hadir di majelisnya melainkan tujuh atau delapan orang saja.” [1]

Perhatikan bersama-sama saya, isi tazkiyah (rekomendasi) agung tersebut yang berasal dari Imam mulia ini, dan perhatikan juga bahwa seorang dari penguasa Bani Umaiyah pernah mengumumkan bahwa: “Tidak ada yang boleh memberikan fatwa untuk orang-orang pada musim haji selain Atha'”. Dan sebagaimana dikatakan oleh Maimun bin Mahran, “Tidak ada lagi orang semisalnya (Atha’) yang dapat menggantikannya setelah dirinya,” namun demikian beliau tidak sombong atau bermalas-malasan dari meneruskan kajiannya, kendati sedikitnya jumlah orang yang hadir di dalamnya.

Begitu pula Imam Ahmad rahimahullah menyampaikan kajian kitab Musnad-nya terhadap tiga orang saja, berkata Hanbal bin Ishaq: “Kami bertiga dikumpulkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal; Saya, Shaleh, dan Abdullah. Lalu beliau membacakan kepada kami isi Musnad-nya yang tidak didengar oleh orang selain kami bertiga. Dan beliau berkata: ‘Kitab ini telah saya kumpulkan dan telah pula saya bersihkan dari tujuh ratus lima puluh ribu hadits lebih’.” [2]

Dan rupanya, jumlah/kuantitas jamaah masih menjadi alat pembuktian atas kehebatan seorang da’i dalam mempengaruhi hati para jama’ahnya, maka Anda akan dapati da’i seperti itu akan riang gembira dengan banyaknya jamaahnya, namun sebaliknya, akan loyo dengan berkurangnya jamaahnya! Sedangkan jiwa pada kondisi demikian memiliki kecenderungan dengan segala tujuan dan niat yang berbeda-beda. Akan tetapi ada yang penting untuk disebutkan pada kesempatan ini, yaitu bahwa seorang da’i yang jujur tidak sepatutnya menahan dirinya dari meneruskan dakwahnya kendati melemahnya antusiasme para jamaah, serta sedikitnya jumlah orang-orang yang hadir dalam kajian dan nasehatnya. Sebagai panutan dalam kondisi seperti itu adalah apa yang dikatakan Allah Ta’ala terhadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam: اِنْ عَلَيْكَ اِلَّا الْبَلاَغُ Artinya: “Tidak ada kewajibanmu melainkan menyampaikan saja.”

Selengkapnya: Nabi yang Tidak Memiliki Pengikut

Kisah Kekuatan Do'a Orang Tua Terhadap Anaknya

20 Des 2019

•┈┈┈┈┈••❀•◎﷽◎•❀••┈┈┈┈┈•

SAAT SUJUD, SEORANG IMAM MASJID MENDENGAR SERUAN PUTRANYA YANG HAMPIR MATI TENGGELAM

Kekuatan Do'a Orang Tua Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkanku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat.

Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku.

Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu.

Selengkapnya: Kisah Kekuatan Do'a Orang Tua Terhadap Anaknya

Kisah Dusta yang Menimpa Aisyah radhiyallahu ‘anha

05 Okt 2018

hoaxSetelah gagal menyulut sentimen kesukuan ditengah para shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kaum munafik tidak lantas putus asa. Mereka memanfaatkan insiden lain untuk menyebar racun di tengah kaum Muslimin. Peristiwa ini terkenal dengan haditsul ifki (kisah dusta).

Kisah ini bermula ketika istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapat giliran menyertai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Muraisi’ ini yaitu ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma kehilangan kalungnya saat perjalanan menuju Madinah pasca peperangan.

Dalam perjalanan pulang itu, mereka beristirahat di sebuah tempat. Saat itu ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma keluar dari sekedupnya (semacam tandu yang berada di atas punggung unta) untuk suatu keperluan. Ketika kembali ke sekedupnya, beliau Radhiyallahu anhuma kehilangan kalung, akhirnya beliau Radhiyallahu anhuma keluar lagi untuk mencarinya. Saat kembali untuk yang kedua kali inilah, beliau Radhiyallahu anhuma kehilangan rombongan, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat. Para shahabat yang menaikkan sekedup itu ke punggung unta tidak menyadari bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tidak ada di dalamnya karena dia masih ringan.

Beliau Radhiyallahu anhuma tentu gelisah karena ditinggal rombongan, namun beliau Radhiyallahu anhuma tidak kehilangan akal. Beliau Radhiyallahu anhuma tetap menunggu di tempat semula, dengan harapan rombongan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menyadari ketiadaannya dan kembali mencarinya di tempat mereka istirahat. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, sampai akhirnya salah shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Shafwân bin al-Mu’atthal as-Sulami lewat di tempat itu dan mengenali ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , karena Shafwân Radhiyallahu anhu pernah melihat beliau Radhiyallahu anhuma saat sebelum hijab diwajibkan. Shafwân Radhiyallahu anhu kemudian membantu beliau Radhiyallahu anhuma . Shafwân menidurkan untanya agar ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bisa naik unta sementara Shafwân menuntunnya sampai ke Madinah. Sejak bertemu dan selama perjalanan, Shafwân Radhiyallahu anhu tidak pernah mengucapkan kalimat apapun kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , selain ucapan Innalillah wa Inna Ilaihi Raji’un karena kaget saat mengetahui ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tertinggal.

Selengkapnya: Kisah Dusta yang Menimpa Aisyah radhiyallahu ‘anha

Mustajabnya Do'a Seorang Budak

10 Des 2019

KISAH YANG MENAKJUBKAN...

Mustajabnya Doa Seorang BudakIbnul Mubarak (TABI'UT TABI'IN) -rahimahullah- menceritakan kisahnya : “Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di Masjid Al-Haram. Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di pundaknya.

Dia mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya mendengarnya berdoa, “Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba-hamba-Mu menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai hukuman terhadap hamba-hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu Wahai Yang Pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, Wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.”

Dia terus mengatakan : “Berilah mereka hujan sekarang.”

Hingga langit pun penuh dengan awan dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui di mana tempat tinggalnya.

Lalu saya pergi menemui Fudhail bin Iyyadh (TABI'UT TABI'IN) -rahimahullah-. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat dirimu nampak sangat sedih?”

Selengkapnya: Mustajabnya Do'a Seorang Budak

Mengenal Putra Putri Rasulullah

28 Aug 2018

Mengenal Putra Putri RasulullahPembicaraan tentang putra dan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk pembicaraan yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri beliau atau siapa saja nama anak-anaknya.

Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha. Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,

قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ

“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad no.24864)

Saat beliau mengucapkan kalimat ini, beliau belum menikah dengan Maria al-Qibtiyah.

Anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah memiliki tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah (Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir karena lahir setelah kenabian. Putra yang ketiga adalah Ibrahim, dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat saat berusia 17 atau 18 bulan.

Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, lalu Ruqayyah dan Ummu Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.

Selengkapnya: Mengenal Putra Putri Rasulullah