Nabi yang Tidak Memiliki Pengikut
09 Jan 2020- Details
- Penulis: Syaikh Nayif bin Muhammad al-Yahya.
- Dibaca: 9391 kali.
Sebagian orang khususnya dari kalangan para mahasiswa mengira bahwa kemuliaan seorang ustadz dan kapasitas keilmuannya ditandai oleh jumlah jamaah yang hadir di dalam majelisnya, ini merupakan pemahaman yang salah dan tidak benar. Diriwayatkan dari Al-Auza’iy, ia berkata: “Adalah ‘Atha’ bin Abi Rabah merupakan orang yang paling diridhai di tengah-tengah manusia, dan tidaklah yang hadir di majelisnya melainkan tujuh atau delapan orang saja.” [1]
Perhatikan bersama-sama saya, isi tazkiyah (rekomendasi) agung tersebut yang berasal dari Imam mulia ini, dan perhatikan juga bahwa seorang dari penguasa Bani Umaiyah pernah mengumumkan bahwa: “Tidak ada yang boleh memberikan fatwa untuk orang-orang pada musim haji selain Atha'”. Dan sebagaimana dikatakan oleh Maimun bin Mahran, “Tidak ada lagi orang semisalnya (Atha’) yang dapat menggantikannya setelah dirinya,” namun demikian beliau tidak sombong atau bermalas-malasan dari meneruskan kajiannya, kendati sedikitnya jumlah orang yang hadir di dalamnya.
Begitu pula Imam Ahmad rahimahullah menyampaikan kajian kitab Musnad-nya terhadap tiga orang saja, berkata Hanbal bin Ishaq: “Kami bertiga dikumpulkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal; Saya, Shaleh, dan Abdullah. Lalu beliau membacakan kepada kami isi Musnad-nya yang tidak didengar oleh orang selain kami bertiga. Dan beliau berkata: ‘Kitab ini telah saya kumpulkan dan telah pula saya bersihkan dari tujuh ratus lima puluh ribu hadits lebih’.” [2]
Dan rupanya, jumlah/kuantitas jamaah masih menjadi alat pembuktian atas kehebatan seorang da’i dalam mempengaruhi hati para jama’ahnya, maka Anda akan dapati da’i seperti itu akan riang gembira dengan banyaknya jamaahnya, namun sebaliknya, akan loyo dengan berkurangnya jamaahnya! Sedangkan jiwa pada kondisi demikian memiliki kecenderungan dengan segala tujuan dan niat yang berbeda-beda. Akan tetapi ada yang penting untuk disebutkan pada kesempatan ini, yaitu bahwa seorang da’i yang jujur tidak sepatutnya menahan dirinya dari meneruskan dakwahnya kendati melemahnya antusiasme para jamaah, serta sedikitnya jumlah orang-orang yang hadir dalam kajian dan nasehatnya. Sebagai panutan dalam kondisi seperti itu adalah apa yang dikatakan Allah Ta’ala terhadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam: اِنْ عَلَيْكَ اِلَّا الْبَلاَغُ Artinya: “Tidak ada kewajibanmu melainkan menyampaikan saja.”