بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
Kaidah Dan Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dalam Mengambil Dan Menggunakan Dalil
Kaidah 1 s/d 5
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr/59: 7]
بسم اﷲالرحمن الرحيم
Bab Ke-Enam : Beriman bahwasannya Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan Makhluk
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية: ومن الإيمان بالله وكتبه: الإيمان بأن القرآن كلام الله، منزل، غير مخلوق، منه بدأ، وإليه يعود،
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Dan termasuk iman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya yaitu beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalamulllah yang diturunkan, bukan makhluk. Dari-Nya dan kepada-Nya akan kembali,
Pada bahasan kali ini, kita membicarakan lagi masalah sifat Kalam bagi Allah ﷻ. Kalau kita melihat makhluk, maka ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak, seperti halnya batu tidak bisa berbicara. Manusia ada yang bisa berbicara dan ada yang tidak (karena bisu). Karenanya makhluk memiliki kekurangan.
Dan Allah ﷻ memiliki sifat kalam dengan segala kesempurnaanNya. Maka dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nash, Allah ﷻ berfirman dengan firman yang tidak sama dengan makhluk. Allah ﷻ berfirman dengan segala kesempurnaanNya.
Diantara bagian dari rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab Allah ﷻ. Al-Qur’an adalah kalam Allah ﷻ atau firman-Nya, yaitu yang dibaca dan ditulis dalam mushaf. Kalam dinisbatkan kepada siapa yang pertama kali mengeluarkannya, maka orang yang menulis Al-Qur’an adalah menulis kalam Allah ﷻ, atau membaca Al-Qur’an artinya membaca kalam Allah ﷻ.
Manusia berbicara, Allah ﷻ juga berbicara tetapi cara berbicara Allah ﷻ berbeda dengan cara berbicara dengan makhluk. Maka, menetapkan Allah ﷻ berfirman bukan menyamakan Allah ﷻ dengan makhluk.
Tentang sifat kalam bagi Allāh ﷻ:
وَقَوْلُـهُ : وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Dan Firman Allāh ﷻ; Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa تَكْلِيمًا, ini juga termasuk dalil yang menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat kalam, memiliki sifat taklīm, dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan.
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Firman Allah ﷻ disini adalah firman secara hakikat, dengan suara, adapun suaranya dan bagaimananya hanya Allah ﷻ yang mengetahui.
Demikian juga tatkala Allah ﷻ menurunkan wahyu kepada Nabi ﷺ melalui malaikat Jibril, Allah ﷻ memfirmankan ayat-ayat Al-Qur’an dan diteruskan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad ﷺ.
Hal ini mengandung tanda tanya, kenapa hal mudah dan gamblang seperti ini dibahas di kitab-kitab tauhid? Jawabannya, karena ada kelompok yang menyimpang seperti ahli filsafat, yang menafikan sifat-sifat kalam bagi Allah ﷻ. Maka, kita perlu membentengi diri kita dari pengaruh penyimpangan mereka.
Imam Al-Lalika'i rahimahullah menyebutkan ada sekitar 550 ulama yang berkata, barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia telah kafir.
Pada akhirnya, orang-orang yang berpendapat Al-Qur’an adalah makhluk, menjadikan mereka menyepelekan dan meremehkan Al-Qur’an.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية في العقيدة الواسطية:
وأن الله تكلم به حقيقة، وأن هذا القرآن الذي أنزله على محمد -صلى الله عليه وسلم- هو كلام الله حقيقة، لا كلام غيره. ولا يجوز إطلاق القول بأنه حكاية عن كلام الله، أو عبارة؛ بل إذا قرأه الناس، أو كتبوه في المصاحف؛ لم يخرج بذلك عن أن يكون كلام الله تعالى حقيقة، فإن الكلام إنما يضاف حقيقة إلى من قاله مبتدئا، لا إلى من قاله مبلغا مؤديا. وهو كلام الله؛ حروفه، ومعانيه؛ ليس كلام الله الحروف دون المعاني، ولا المعاني دون الحروف.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Bahwasanya Alloh berkata secara hakikat dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah kalamullah yang sebenar-benarnya bukan perkataan orang lain dan tidak boleh memutlakkan perkataan bahwasanya Al-Qur’an adalah hikayat (ungkapan dari) firman Allah atau ibarah (terjemah) dari kalamullah. Bahkan, jika Al-Qur’an dibaca oleh manusia atau mereka menulisnya dalam mushaf, maka tidak keluar dengan hal itu bahwa ia (Al-Qur’an) adalah Kalamullah yang sebenarnya, karena kalam (perkataan) itu disandarkan secara hakikat kepada yang mengatakannya pertama kali, bukan kepada yang mengatakannya sebagai penyampai atau perantaranya. Al-Qur’an adalah Kalamullah, huruf-hurufnya dan maknanya, dan bukan hanya hurufnya saja tanpa makna serta bukan maknanya saja tanpa huruf.
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan perantaraan malaikat jibril, dari-Nya dimulai dan kepada-Nya akan kembali, dan ia merupakan mukjizat oleh Nabi Muhammad ﷺ dan kebenaran orang yang membawa Risalah-Nya dan akan dijaga sampai hari kiamat.
Pembahasan masalah Al-Qur’an sebagai firman Allah sangat penting diketahui siapa mukmin. Kesalahan fatal yang bisa menjerumuskan pada kekafiran tatkala menganggap Al-Qur’an adalah makhluk terutama ketika mengingkari sesuatu dari Al-Qur’an bahkan satu huruf sekalipun.
Dan para pembela kebenaran dari imam-imam terkemuka terus mendakwahkan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk, hingga mereka disiksa karena teguh mempertahankan keimanannya. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Al-Bukhari dengan penuh percaya diri mengatakan: “Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan makhluk, sedang perkataan hamba dan suara mereka adalah makhluk. Seorang hamba yang membawa Al-Qur’an, suaranya adalah suara orang yang membaca dan perkataannya adalah firman Allah”.
Dari penjelasan diatas semoga keimanan kita semakin mantap dan termotivasi untuk memahami Al-Qur’an. Tidak boleh menafsirkannya dengan akal atau mentakwilkannya sebagaimana perkataan orang-orang sufi dengan perkataan Al-Qur’an ada yang zahir dan dan ada yang batin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
بسم الله الرحمن الرحيم
7- IMAN KEPADA NABI MUHAMMAD ﷺ SYARAT MASUK SORGA
Dari Abu Musa al-Asy'ari, dari Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Siapa pun yang mendengar tentang aku, dari beliau bersabda: “Siapa pun yang mendengar tentang aku, dari umat-ku, atau seorang Yahudi atau seorang Nahsroni, tetapi tidak umatku, atau seorang Yahudi atau seorang Nahsroni, tetapi tidak beriman kepadaku, dia tidak akan masuk surga”.
(HR. Ahmad , 19536. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: “Shohih lighoirihi”.)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أنه قال:
«وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi (Tuhan) yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun dari umat manusia, baik Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang diriku lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, melainkan ia adalah penghuni neraka.”
(HR. Muslim, no. 40/153; Ahmad, no. 8203, 8609)
Selengkapnya: Iman dan Mentaati Nabi Muhammad ﷺ Merupakan Syarat dan Sebab Masuk Surga
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Mujmal Ushul Ahlus Sunnah wal Jamaah fil Aqidah
Karya: Syaikh Dr. Nashr bin Abdul Karim al-Aql Hafidzahullah
Pemateri: Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 18 Dzulhijjah 1446 / 14 Juni 2025
Tempat: Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung.
Shalat Jum'at dan Jama'ah adalah Syiar Islam yang Agung
Bab 7 - Poin 7: Jama'ah dan Imamah
Syaikh Nashr bin Abdul Karim al-Aql Hafidzahullah berkata: Shalat Jum’at dan shalat berjama’ah adalah diantara simbol syi’ar Islam terbesar. Shalat di belakang (bermakmum kepada) seorang muslim yang tidak diketahui hal ihwalnya adalah sah. Dan tidak shalat di belakangnya karena tidak mengetahui hal ihwalnya adalah bid’ah.
📃 Penjelasan:
Shalat Jum'at dan Hukum-hukumnya
Islam mewajibkan kaum muslimin untuk menghadiri shalat Jum'at. Allah ﷻ berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allâh dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [al-Jumu’ah/62:9]
Maka, ulama mengatakan jual beli yang dilakukan setelah adzan berkumandang adalah tidak sah.
Selengkapnya: Shalat Jum'at dan Jama'ah adalah Syiar Islam yang Agung