TEMPAT NIAT DALAM HATI DAN SUNNAH MENGUCAPKAN KETIKA DALAM HAJI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah niat ihram harus diucapkan dengan lidah ? Dan bagaimana cara niat haji karena mewakili orang lain ?
Jawaban
Tempat niat di dalam hati, bukan di lisan. Caranya adalah agar sesorang niat dalam hatinya bahwa dia akan haji atas nama fulan bin fulan. Demikian itulah niat. Namun untuk itu dia disunnahkan melafazkan seperti dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fullan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama fulan), atau "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah atas nama Fulan) hingga apa yang ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melafazkan haji dan juga melafazkan umrah. Maka demikian ini sebagai dalil disyari'atkannya melafalkan niat karena mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu seperti diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka mengeraskan suara mereka. Ini adalah sunnah. Tapi jika seseorang tidak melafazkan dan cukup niat dalam hati dan melaksanakan semua rukun haji seperti apa yang dilakukan untuk dirinya sendiri dengan talbiyah secara mutlak dan mengulang-ngulang talbiyah secara mutlak tanpa menyebutkan fulan dan fulan sebagaimana dia talbiyah untuk dirinya sendiri, maka seakan dia haji untuk dirinya sendiri. Tapi jika menentukan nama orang dalam talbiyahnya, maka demikian itu talbiyah yang utama, kemudian dia melanjutkan talbiyah sebagaimana dilakukan orang-orang yang haji dan umrah, yaitu :
"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu. Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, Rabb kebenaran"
Maksudnya, dia membaca talbiyah sebagaimana dia membaca talbiyah untuk dirinya sendiri dengan tanpa menyebutkan seseorang yang diwakili kecuali dalam awal ibadah dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fulan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama Fulan), atau : "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " ( Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah si Fulan), atau : "Labbaikallahumma hajjan wa 'umratan 'an Fulan " (Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji dan umrah atas nama Fulan). Niat-niat seperti ini yang utama dilakukan pada awal niatnya ketika ihram.
[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]
SHALAT DUA RAKAAT IHRAM BUKAN SYARAT SAHNYA IHRAM
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah sah ihram haji atau ihram umrah dengan tanpa melaksanakan shalat dua rakaat ihram ? Dan apakah mengucapkan niat ihram juga sebagai syarat sahnya ihram ?
Jawaban
Shalat sebelum ihram bukan sebagai syarat sahnya ihram, tapi hukumnya sunnah menurut mayoritas ulama. Adapun caranya adalah dengan wudhu dan shalat dua rakaat kemudian niat dalam hati apa yang ingin dilakukan dari haji atau umrah dan melafazkan hal tersebut dengan mengucapkan, "Labbaik Allahuma umratan " jika untuk umrah saja, atau "Labbaik Allahumma hajjatan " jika ingin haji saja, atau "Labbaykallumma hajjan wa 'umratan " jika ingin melaksanakan haji dan umrah sekaligus (haji qiran) seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dana para sahabatnya, semoga Allah meridhai mereka. Namun niat seperti tersebut tidak harus dilafazkan dalam bentuk ucapan, bahkan cukup dalam hati, kemudian membaca talbiyah.
"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, dengan tanpa menyekutukan apa pun kepada-Mu. Sungguh puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu".
Talbiyah ini adalah talbiyah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti disebutkan dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim serta kitab-kitab hadits lain.
Sebagai dalil jumhur ulama bahwa shalat dua raka'at hukumnya sunnah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat, maksudnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Dzhuhur kemudian ihram dalam haji wada' dan beliau berkata : "Datang kepadaku seseorang (malaikat) dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini dan katakan : 'Umrah dalam haji'". Jumhur ulama mengakatan bahwa hadits ini menunjukkan disyari'atkannya shalat dua rakaat dalam ihram.
Tapi sebagian ulama mengatakan, bahwa dalam hadits tidak terdapat nash (teks) yang menunjukkan diperintahkannya shalat dua rakaat ihram. Sebab redaksi : "Datang kepadaku seseorang (malaikat) dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini" boleh jadi bahwa yang dimaksud adalah shalat wajib lima waktu dan bukan nash tentang shalat dua rakaat ihram. Sedangkan keberadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat wajib adalah tidak menunjukkan bahwa jika seseorang ihram umrah atau ihram haji setelah shalat adalah lebih utama jika dia dapat melakukan hal tersebut.
[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]
TEMPAT IHRAM ORANG YANG BERTEMPAT TINGGAL KURANG DARI MIQAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Orang yang bertempat tinggal kurang dari miqat, dari manakah ia berihram ?
Jawaban
Bagi orang yang tempat tinggalnya kurang dari miqat, maka ihram dari tempat dia berada. Seperti penduduk Ummu Salam dan penduduk Bahrah, maka mereka ihram dari tempat mereka, dan penduduk Jeddah ihram dari daerah mereka. Sebab dalam hadits dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang kurang dari itu -maksudnya kurang dari tempat-tempat miqat itu-, maka tempat ihramnya dari mana dia berada" [Muttafaqun a'laih]
Dalam redaksi lain disebutkan'
"Artinya : Maka tempat ihramnya dari mana dia berada, termasuk penduduk Mekkah, maka mereka ihram dari Mekkah" [Muttafaqun a'laih]
IHRAM DARI JEDDAH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagaimana ulama memfatwakan bagi orang yang datang haji lewat udara untuk berihram dari Jeddah, dan sebagian ulama yang lain menolak pendapat tersebut. Bagaimana hukum yang benar dalam masalah ini ?
Jawaban
Wajib atas semua jama'ah haji yang lewat udara, laut maupun darat untuk berihram dari tempat-tempat miqat yang mereka lewati jika lewat darat atau yang searah dengan tempat miqat bagi yang lewat udara atau laut. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan beberapa miqat.
"Artinya : Tempat-tempat (miqat) tersebut bagi mereka yang bertempat tinggal di sana dan bagi orang yang melewatinya dari mereka yang bukan penduduknya bagi orang yang ingin haji dan umrah" [Muttafaqun A'laih]
Sedangkan Jeddah bukan miqat bagi orang yang datang lewat sana, tapi miqat bagi penduduk Jeddah dan orang-orang yang datang ke Jeddah yang tidak bertujuan haji atau umrah, kemudian mereka mempunyai keinginan haji atau umrah darinya.