Jika Allah bersumpah dengan nama makhluk ciptaannya, ini menunjukkan bahwa makhluk tersebut memiliki keutamaan. Ulama berselisih pendapat mengenai 10 hari yang Allah gunakan untuk bersumpah dalam surat Al-Fajr, yang dimaksud dalam ayat ini apakah 10 awal Dzulhijjah atau 10 Akhir Ramadhan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar. Dan (demi) hari yang sepuluh” (Al-Fajr: 1-2).
Pendapat Pertama: 10 hari awal Dzulhijjah
Ibnu Katsir rahimahullah termasuk yang berpendapat maksud ayat adalah 10 awal bulan Dzulhijjah, beliau berkata,
والليالي العشر : المراد بها عشر ذي الحجة ، كما قاله ابن عباسٍ وابن الزبير ومُجاهد وغير واحدٍ من السلف والخلف
“Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khalaf” [1. Tafsir Ibni Katsir, VIII/535].
Selengkapnya: Keutamaan 10 Awal Dzulhijjah dan 10 Akhir Ramadhan
Di samping kita memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban, ternyata para ulama memberi petunjuk pada kita untuk memperbanyak membaca Al Qur’an sejak dari bulan Sya’ban. Inilah salah satu amalan bulan Sya’ban yang dianjurkan. Sebagaimana bulan Ramadhan kita dituntunkan untuk sibuk dengan Al Qur’an, maka sebagai pemanasan aktivitas mulia tersebut sudah seharusnya dimulai dari bulan Sya’ban.
قال سلمة بن كهيل : كان يقال شهر شعبان شهر القراء
Salamah bin Kahiil berkata, “Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan membaca Al Qur’an.”
وكان عمرو بن قيس إذا دخل شهر شعبان أغلق حانوته وتفرغ لقراءة القرآن
‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban, beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.
وقال أبو بكر البلخي : شهر رجب شهر الزرع ، وشهر شعبان شهر سقي الزرع ، وشهر رمضان شهر حصاد الزرع
Abu Bakr Al Balkhi berkata, “Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”
وقال – أيضاً – : مثل شهر رجب كالريح ، ومثل شعبان مثل الغيم ، ومثل رمضان مثل المطر ، ومن لم يزرع ويغرس في رجب ، ولم يسق في شعبان فكيف يريد أن يحصد في رمضان .
Abu Bakr Al Balkhi juga berkata, “Bulan Rajab seperti angin, bulan Sya’ban bagaikan mendung dan bulan Ramadhan bagaikan hujan. Siapa yang tidak menanam di bulan Rajab, lalu tidak menyiram tanamannya di bulan Sya’ban, maka jangan berharap ia bisa menuai hasil di bulan Ramadhan.”
[Terinspirasi dari bahasan Syaikh Sholih Al Munajjid di sini]
Jadi sibukkan diri di bulan Sya’ban ini dengan mentadabburi Al Qur’an dan banyak puasa sebelum memasuki bulan mulia, bulan Ramadhan.
Hanya Allah yang memberi taufik dalam beramal sholih.
—
Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam “al-Quran dan Terjemahnya” surat adh-Dhukhan ayat 3.
إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat pertama:
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”
[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.
Selengkapnya: Benarkah Al-quran Turun pada Malam Nuzulul Qur'an 17 Ramadhan?