Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya dosa adalah sumber dari segala malapetaka di dunia maupun di akhirat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura : 30)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” (QS. An-Nisa : 79)
Seorang muslim yang bertauhid namun melakukan perbuatan dosa, kelak dia akan masuk surga selama tidak melakukan kesyirikan atau kafir. Akan tetapi dia harus mampir terlebih dahulu di neraka jahannam sampai waktu yang telah Allah Subhanahu wa ta ‘ala tentukan untuk membersihkan dosa-dosanya. Jika dosa-dosanya telah bersih, maka barulah dia dikeluarkan dari neraka dan di masukkan ke dalam surga. Semua itu terjadi karena surga tidak akan dimasuki oleh seseorang yang masih memiliki dosa.
Oleh karenanya penting bagi kita untuk mengenal perkara-perkara apa yang bisa menggugurkan dosa-dosa kita. Sehingga kelak kita bisa bertemu dengan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam keadaan dosa-dosa telah berguguran, dan Allah pun memasukkan kita ke dalam surga secara langsung. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memasukkan kita semua dalam surgaNya.
Pembahasan ini sebenarnya berasal dari tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ al-Fatawaa pada jilid ke-VII. Dalam tulisan tersebut, beliau hendak membantah pemahaman menyimpang yang menyangka bahwasanya dosa-dosa hanya bisa gugur dengan taubat. Sehingga beliau ingin menjelaskan bahwasanya ada sebab-sebab lain yang bisa membuat dosa-dosa seseorang berguguran selain dari pada taubat. Sehingga beliau menyebutkan bahwa sebab-sebab gugurnya dosa ada sepuluh. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
قَدْ دَلَّتْ نُصُوصُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ: عَلَى أَنَّ عُقُوبَةَ الذُّنُوبِ تَزُولُ عَنْ الْعَبْدِ بِنَحْوِ عَشَرَةِ أَسْبَابٍ} مجموع الفتاوى
“Telah ditunjukkan oleh Alquran dan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa hukuman terhadap dosa bisa hilang dari seorang hamba dengan sekitar sepuluh sebab.” (Majmu’ Fatawa 7/487)
Di antara sebab-sebab tersebut adalah:
1. Taubat
Taubat adaalah perkara yang disepakati oleh kaum muslimin dapat mengugurkan dosa. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang’.” (QS. Az-Zumar : 53)
Oleh karenanya tatkala seseorang terjerumus ke dalam suatu perbuatan dosa, hendkanya dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan juga hendaknya seseorang berhusnudzan kepada Allah bahwa pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Ingatlah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan dalam haditsnya,
قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي، إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ، فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ، فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟ قُلْنَا: لاَ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ، فَقَالَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا} صحيح البخاري (8/ 8)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari no. 5999)
Sehingga tatkala seseorang bermuamalah dengan Allah, dia harus senantiasa husnudzan kepada Allah. Kata Allah Subahanhu wa ta’ala dalam hadits qudsi,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ} مسند أحمد بن حنبل (2/ 391)
“Sesungguhnya Aku sesuai dengan prasangkaan hamba-Ku terhadapa-Ku, jika ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkannya, dan jika ia berprasangka buruk maka ia akan mendapatkannya.'” (HR. Ahmad 8715)
Maka tatkala seseorang berbuat dosa, bersegaralah kembali dan bertaubat kepada Allah. Jika terlambat, syaithan akan datang menggoda dengan bisakan keragua-raguan agar seseorang batal untuk bertaubat kepada Allah.
2. Istighfar
Istighfar dalam bahasa Arab berasal dari kata إستغفار yang berarti طلب المغفرة (meminta maghfirah). Karena wazan istaf’ala dalam bahasa Arab maknanya adalah meminta sesuatu. Sehingga istghfar maknanya adalah seseorang meminta maghfirah. Apa itu maghfirah? Maghfirah berasa dari kata mighfar yaitu semacam penutup kepala yang digunakan oleh seseorang yang seseorang berperang yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai penutup kepala dan melindungi dari hantaman pedang. Oleh karenanya tidak semua penutup kepala disebut mighfar seperti peci dan sorban karena hanya memiliki fungsi menutup dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Maka demikianlah makna maghfirah. Oleh karenanya Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa tatkala seseorang mengatakan “Astaghfirullah”, maknanya adalah dia meminta maghfirah kepada Allah yaitu meminta untuk ditutupnya aib-aib di dunia Oleh karenanya sering kita baca dalam dzikir pagi petang sebuah doa yang meminta agar Allah menutup aib-aib kita,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي} سنن ابن ماجه (2/ 1273)
“Ya Allah, tutupilah auratku, amankanlah apa-apa yang menjadi pemeliharaanku, lindumgilah kami dari bahaya yang datang dari hadapanku, dari belakangku, dari samping kananku, dari sampaing kiriku dan dari atasku dan aku berlindung kepada-Mu dari bahaya yang datang tak disangka dari bawahku.” (Ibnu Majah 2/1273 no. 3871)
Oleh karenanya Muhammad bin Wasi’ berkata,
لَوْ كَانَ لِلذُّنُوبِ رِيحٌ ، مَا قَدَرَ أَحَدٌ أَنْ يَجْلِسَ إِلَيَّ
“Kalau sekiranya dosa itu memiliki aroma (bisa tercium), tidak seorangpun mau duduk dengan saya.”
Sehingga tatkala orang-orang menghargai kita, orang-orang segan dengan kita, semua itu bukan karena kita mulia, akan tetapi karena Allab menutup dosa-dosa kita. Maka dari itu seseorang perlu untuk banyak mengucapkan istghfar.
Akan tetapi terkadang seseorang belum bisa bertaubat, sehingga dia masih tenggelam dalam maksiat. Oleh karenanya di antara pengakuan seorang hamba adalah tatkala dia membaca salah satu doa dzikir pagi petang,
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ} صحيح البخاري (8/ 67)
“ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHALAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU ABUU`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU`U LAKA BIDZANBI FAGHFIRLI FA INNAHU LAA YAGHFIRU ADZ DZUNUUBA ILLA ANTA (Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui dosaku kepada-Mu dan aku akui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu).” (HR. Bukhari no. 6306)
3. Amal Salih
Kebaikan dan amal salih adalah di antara hal-hal yang dapat menggugurkan dosa-dosa. Di antara dalil yang menyebutkan hal ini adalah firman Allah Subahanahu wa ta’ala,
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ (114)
“Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (QS. Hud : 114)
Disebutkan dalam hadits-hadits yang sahih bahwa hadits ini turun berkaitan dengan orang yang melakukan sebuah maksiat. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَيَّ، قَالَ: وَلَمْ يَسْأَلْهُ عَنْهُ، قَالَ: وَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَصَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ، قَامَ إِلَيْهِ الرَّجُلُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ حَدًّا، فَأَقِمْ فِيَّ كِتَابَ اللَّهِ، قَالَ: أَلَيْسَ قَدْ صَلَّيْتَ مَعَنَا. قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ ذَنْبَكَ، أَوْ قَالَ: حَدَّكَ.} صحيح البخاري (8/ 167)
“Aku berada di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian seorang laki-laki mendatangi beliau dan berujar: ‘Ya Rasulullah, Saya telah melanggar hukum had, maka tegakkanlah atasku!’ Nabi tidak menanyainya. Ketika tiba waktu shalat pun, ia pun ikut shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Selesai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat, laki-laki itu menemuinya dan berkata; ‘Ya Rasulullah, aku telah melanggar had, maka tegakkanlah atasku sesuai kitabullah.’ Nabi bersabda: “Bukankah engkau shalat bersama kami?” ‘Benar’ Jawabnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah telah mengampuni dosamu -atau dengan redaksi-mengampuni hukuman had (yang menimpa) mu.” (HR. Bukhari 8/167 no. 6823)
Adapun dalil-dalil dari hadits yang menjelaskan bahwa amal kebaikan dapat mengugurkan dosa di antaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ} صحيح مسلم (1/ 209)
“Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadlan ke Ramadlan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar.” (HR. Muslim 1/209 no. 233)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ} صحيح البخاري (1/ 16)
“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari 1/16 no. 38)
العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ} صحيح البخاري (3/ 2)
“Umrah demi ‘umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhari 3/2 no. 1773)
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ} صحيح البخاري (2/ 133)
“Barangsiapa melaksanakan haji karena Allah lalu dia tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat fasik maka dia kembali seperti hari saat dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari 2/133 no. 1521)
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ} سنن الترمذي (4/ 524)
“Fitnahnya seseorang di dalam keluarganya, hartanya, anaknya dan tetangganya, bisa dihapus (diampuni) dengan shalat, puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR. Tirmidzi 4/524 no. 2258)
Dan yang lainnya...
4. Doa Kaum Mukminin Kepadanya
Doa kaum mukminin kepada seseorang itu dapat menggugurkan dosa. Contoh akan hal ini adalah doa kaum mukminin dalam shalat jenazah. Salah satu doa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibaca ketika shalat jenazah adalah,
اللهُمَّ، اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ – أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ} صحيح مسلم (2/ 662)
“ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA ‘AAFIHI WA’FU ‘ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI’ MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL QABRI AU MIN ‘ADZAABIN NAAR (Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” (HR. Muslim 2/662 no. 963)
Inti dari shalat jenazah adalah doa. Oleh karenanya dalam shalat jenazah tidak ada rukuk maupun sujud. Shalat jenazah dibuka dengan membaca surah Al-Fatihah, kemudian membaca shalwat kepada Nabi, kemudian berdoa. Dan hal itu juga merupakan yang kita lakukan ketika hendak berdoa, yaitu memuji Allah, bershalat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdoa.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa doa kaum mukminin dapat menggugurkan dosa adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ النَّاسِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، يَبْلُغُونَ أَنْ يَكُونُوا مِائَةً، فَيَشْفَعُونَ لَهُ، إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ} مسند أحمد بن حنبل (3/ 266)
“Tidaklah seseorang meninggal, kemudian dishalatkan oleh kaum muslimin yang mencapai seratus orang, kemudian mereka memohon syafa’at untuknya melainkan ia akan diberi syafaat karena mereka.” (HR. Ahmad 3/266 no. 13830)
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ، فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا، لَا يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيهِ} صحيح مسلم (2/ 655)
“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, dan dishalatkan oleh lebih dari empat puluh orang, yang mana mereka tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’a mereka untuknya.” (HR. Muslim 2/655 no. 948)
Oleh karenanya jika kita ingin agar dosa-dosa kita diampuni, maka mintalah agar yang menshalatkan jenazah kita kelak adalah orang-orang yang bertauhid dan tidak mempersekutukan Allah. Oleh karenanya jangan pula seseorang lupa untuk mendoakan kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Orang tua yang sudah tidak bisa bagi kita untuk berbuat baik secara duniawi kepadanya, maka yang mereka butuhkan adalah doa dari anak-anaknya. Dan salah satu di antara ciri-ciri anak yang salih adalah yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ} صحيح مسلم (3/ 1255)
“Apabila salah seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak salih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim 3/1255 no. 1631)
5. Orang-orang yang beramal shalih untuknya setelah dia meninggal dunia
Seseorang yang jika telah meninggal dunia, dia bisa mengambil manfaat dari beberapa sisi. Oleh karenanya Imam Syafi’i berkata,
يلحق الميت من فعل غيره وعمله ثلاث، حج يؤدى عنه ومال يتصدق به عنه أو يقضى ودعاء } الأم (4/ 120)
“Ada tiga perkara yang seorang mayyit diikutkan pahalanya dari perbuatan orang lain; haji yang ditunaikan untuk mayit (badal haji), harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan dan doa.” (Al-Umm 4/120)
Ijma’ ulama mengatakan bahwa ketiga hal tersebut pahalanya akan sampai. Adapun jika amalan itu dikerjakan sendiri maka tidak ada khilaf akan hal itu. Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ} صحيح مسلم (3/ 1255)
“Apabila salah seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak salih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim 3/1255 no. 1631)
Maka dari itu seseorang tidak akan bisa mendapatkan hasil melainkan dari usahanya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39)
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm : 39)
Akan tetapi ada amalan orang lain yang bermanfaat bagi dirinya meskipun telah meninggal dunia sebagaimana perkataan Imam Syafi’i yaitu haji dan umrah yang diniatkan untuknya, sedekah atas namanya dan doa orang lain terhadapanya.
Maka ketika ada orang tua yang memiliki anak yang salih, kemudian anak-anak tersebut berhaji dengan niat pahala untuk kedua orang tuanya, maka meskipun orang tuanya telah meninggal dunia dan tidak memiliki pahala haji, tetap dia akan mendapatkan pahala haji. Atau seorang anak membangun masjid dan diniatkan pahalanya untuk orang tunya, maka pahalanya akan mengalir kepada orang tuanya. Begitupula dengan sedekah-sedekah orang lain yang diniatkan untuknya. Dan pahala-pahala tersebut mampu menggugurkan dosa-dosa seseorang yang telah meninggal dunia. Inilah juga pentingnya seseorang memiliki anak-anak yang salih dan salihah, agar kelak mereka masih mengingat orang tuanya meskipun jika telah meninggal dunia.
6. Syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Terlalu banyak dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafa’at kepada umatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي} سنن الترمذي (4/ 625)
“Syafa’atku untuk ummatku yang berbuat dosa dosa besar.” (HR. Tirmidzi 4/625 no. 2436)
Akan tetapi perlu diketahui bahwa ada syarat seseorang untuk bisa mendapatkan syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tidak boleh berbuat syirik. Oleh karenanya tatkala Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bertanya kepada RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ القِيَامَةِ؟ فَقَالَ: ” لَقَدْ ظَنَنْتُ، يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أَنْ لاَ يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ، لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيثِ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ }صحيح البخاري (8/ 117)
“Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan syafaatmu padahari kiamat?” Nabi menjawab: “Hai Abu Hurairah, saya sudah beranggapan bahwa tak seorangpun lebih dahulu menanyakan masalah ini kepadaku daripada dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu mencari hadits, Manusia yang paling beruntung dengan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan laa-ilaaha-illa-llaah, dengan tulus dari lubuk hatinya.” (HR. Bukhari 8/117 no. 6570)
Oleh karenanya orang yang ikhlas karena Allah, tidak mengharapkan pujian dan pengakuan orang lain terhadap amalannya, atau senantiasa menyembunyikan amalannya, maka pasti dia adalah orang yang paling bahagia untuk mendapatkan syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak. Akan tetapi jika ternyata dia melakukan kesyirikan, dia ujub, riya’ dan memamerkan amal salihnya, maka kecil kemungkinan dia akan mendapatkan syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ، فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ، وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا} صحيح مسلم (1/ 189)
“Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi menyegerakan doanya, dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa’at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa’atku akan mencakup orang yang mati dari kalangan umatku yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apa pun.” (HR. Muslim no. 199)
Oleh karenanya jika seseorang ingin mendapatkan syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka jangan melakukan kesyirikan. Karena ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan syafa’at, maka dosa-dosapun berguguran. Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي- سنن الترمذي (4/ 625)
“Syafa’atku untuk ummatku yang berbuat dosa dosa besar.” (HR. Tirmidzi 4/625 no. 2436)
Jadi dosa-dosa seseorang bisa berguguran karena syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah menganugerahkan kita semua syafa’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Musibah dapat menggugurkan dosa
Sangat banyak dalil yang menunjukkan bahwa musibah yang menimpa seseorang bisa menggugurkan dosa-dosa. Di antaranya firman Allah Subahanahu wa ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30)
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS. Asy-Syura : 30)
Ayat ini menunjukkan bahwa di setiap musibah Allah juga akan memaafkan dosa-dosa. Jika sekiranya Allah memberikan musibah atas setiap dosa, maka tentu kita akan binasa. Akan tetapi Allah memberikan musibah atas sebagian dosa, dan Allah mengampuni sebagian dosa yang lain.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ} صحيح البخاري (7/ 114)
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari 7/ 114 no. 5641)
Oleh karenanya segala perkara yang tidak kita senangi, selama kita menghadapinya dengan baik dan bersabar, maka akan menggugurkan dosa-dosa kita. Bahkan terkadang Allah hanya memberikan musibah yang kecil berupa kegelisahan kepada seorang hamba, atau Allah memberikan memberikan musibah kecil seperti demam untuk menggugurkan dosa seorang hamba. Oleh karenanya dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan,
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ- صحيح مسلم (4/ 1993)
“Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat.” (HR. Muslim 4/1993 no. 2575)
Bukankan ketika kita menjenguk orang sakit kita juga disunnahkan untuk mengatakan kepada mereka “Semoga sakit ini menggugurkan dosa-dosamu, insyaallah”? Ini membuktikan bahwa sakit yang kita anggap sebagai musibah bisa menggugurkam dosa, walaupun musibah yang menimpa kita hanya berupa kesedihan atau kekhawatiran dan hal kecil lainnya. Oleh karenanya ketika kita mendapatkan suatu musibah sekecil apapun, maka hendaknya kita mengahadapinya dengan baik dan sabar, karena dengan begitu dosa-dosa kita bisa berguguran.
Bahkan ketika seseorang senantiasa diberi musibah demi musibah, maka kelak dia akan berjalan di akhirat dengan tanpa dosa sama sekali. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ- سنن الترمذي (4/ 601)
“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hambaNya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hambaNya maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima kelak di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi 4/601 no. 2396)
Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ- سنن ابن ماجه (2/ 1338)
“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barangsiapa ridla (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridlaan, dan barangsiapa murka maka baginya kemurkaan.” (HR. Ibnu Majah 2/1338 no. 4021)
Oleh karenanya ketika seseorang menghadapi suatu musibah sekecil apapun dengan bersabar, maka hal tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya dan juga menaikkan derajtanya. Akan tetapi ketika seseorang mendapatkan musibah dan dia bersifat marah dan tidak senang kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, maka musibah tersebut tidak akan menghapuskan dosa-dosa dan akan menurunkan derajat seseroang. Oleh karenanya hadapilah setiap musibah dengan baik dan sabar.
Namun perlu diingat bahwa bukan berarti boleh seseorang meminta musibah kepada Allah agar digugurkan dosa-dosanya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ، لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ العَدُوِّ، وَسَلُوا اللَّهَ العَافِيَةَ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوفِ} صحيح البخاري (4/ 51)
“Wahai sekalian manusia, janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh, tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan apabila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu terletak di bawah naungan pedang-pedang.” (HR. Bukhari 4/51 no. 2966)
Artinya adalah jangan seseorang meminta musibah kepada Allah. Akan tetapi jika musibah menimpa seseorang, maka hendaknya dia bersabar menghadapinya. Lebih baik Allah mengampuni dosa-dosa kita dengan istighfar daripada harus diberikan musibah. Akan tetapi terkadang ada dosa-dosa yang tidak Allah ampuni dengan istighfar karena kekurang-kekurangan dari istighfar seseorang, sehingga Allah menghapusnya dengan musibah yang ditimpakan kepada seorang hamba.
8. Penghimpitan dalam kubur dapat menggugurkan dosa
Ketika seseorang telah masuk ke dalam kuburnya, orang-orang akan mengalami yang namanya fitnah kubur. Yaitu pertanyaan yang akan diberikan oleh malaikat Munkar dan Nakir. Malaikat Munkar dan Nakir datang dalam keaadan berwarna hitam dan biru. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ - سنن الترمذي (3/ 375)
“Apabila mayit atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan didatangi dua malaikat berwarna hitam dan biru, salah satunya bernama Mungkar dan yang lainnya bernama Nakir.” (HR. Tirmidzi 3/375 no. 1071)
Kemudian setelah itu terjadi Dhagthah, yaitu dia merasa dihimpit oleh kuburan, dan setiap orang akan mengalami hal tersebut di kuburannya. Dalam salah satu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً، وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ} مسند أحمد بن حنبل (40/ 327)
“Sesungguhnya di dalam kubur ada tekanan, dan jika seseorang bisa selamat darinya maka dia adalah Sa’ad bin Mu’adz.” (HR. Ahmad 6/55 no. 24328)
Sa’ad bin Mu’adz adalah seorang sahabat yang meninggal karena terkena busur panah saat perang khandaq. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui berita meinggalnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
اهْتَزَّ العَرْشُ لِمَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ} صحيح البخاري (5/ 35)
“‘Arsy bergetar sebab meninggalnya Sa’adz bin Mu’adz.” (HR. Bukhari 5/35 np. 3803)
Dalil-dalil ini membukatikan Sa’adz bin Mu’adz adalah orang yang sangat salih, akan tetapi tetap saja dia juga tidak lolos dari yang namanya penghimpitan di alam kubur. Dhagthah ini bukanlah siksa kubur, melainkan sesuatu yang memang dialami oleh seorang mukmin di alam kubur, sebagaiamana kelaziman hidup lainnya seperti orang pasti akan merasakan sakratul maut ketika hendak meninggal dunia. Dan kelaziman-kelaziman seperti itu akan mengurangi dosa-dosa seseorang. Maka begitupula halnya dengan orang yang masuk ke dalam kubur, dia akan merasakan dhagthah (penghimpitan) yang keadaan itu bisa menggugurkan dosa-dosanya. Ketika seseorang di alam kubur bisa menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir dengan benar, maka dia akan mendapatkan nikmat kubur yang di antaranya adalah diluaskannya kuburnya sehingga dia tidak lagi merasakan dhaghthah. Akan tetapi jika seseroang tidak bisa menjawabnya, maka dia akan mendapatkan azab kubur.
9. Kondisi berat pada hari kimat bisa menggugurkan dosa-dosa
Seseorang ketika telah dibangkitkan pada hari kiamat, maka dia akan menglaami kondisi yang sangat berat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – أَوْ قَالَ: الْعِبَادُ – عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا ” قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: ” لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ- مسند أحمد بن حنبل (3/ 459)
“Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat –atau bersabda dengan redaksi para hamba- dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak buhman” Lalu kami bertanya, “Apakah buhman itu?” Beliau bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang kalian bawa.” (HR. Ahmad 3/459 no. 16085)
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ، حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ، فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا- صحيح مسلم (4/ 2196)
“Pada hari kiamat, matahari di dekatkan ke manusia hingga sebatas satu mil. Lalu mereka bercucuran keringat sesuai amal perbuatan mereka. Di antara mereka ada yang berkeringat hingga tumitnya, ada yang berkeringat hingga lututnya, ada yang berkeringat hingga pinggang dan ada yang benar-benar tenggelam oleh keringat.” (HR. Muslim 4/2196 no. 2864)
Kemudian ketika tiba masa persidangan dan dihisab, tentunya seseorang mengalami perkara yang amat berat. Ketika itu seseorang akan dengan jelas melihat aib-aib dirinya yang selama di dunia disembunyikan. Kemudian seseorang juga akan mengalami hal-hal yang berat ketika hendak melewati sirath. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang sifat-sifatnya,
دَحْضٌ مَزِلَّةٌ فِيهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكٌ تَكُونُ بِنَجْدٍ فِيهَا شُوَيْكَةٌ يُقَالُ السَّعْدَانُ… أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنْ الشَّعْرَةِ وَأَحَدُّ مِنْ السَّيْفِ.- صحيح مسلم (1/167)
“Licin (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dan…Jembatannya lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari pedang.” (HR. Muslim 1/167 no. 183)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa seluruh kondisi-kondisi ini akan mengurangi dosa-dosa seorang hamba. Oleh karenanya tatkala melewati sirath, ada sebagain dari kaum muslimin yang tatkala melewatinya harus tercabik-cabik badannya, sampai-sampai dia tidak bisa berjalan kecuali dengan perutnya. Akan tetapi hal itu tidak membuat dia masuk ke dalam neraka, melainkan dia akan tetap sampai ke surga. Hanya saja apa yang dia alami ketika melintasi sirath adalah sebagai penggugur dosa-dosanya.
10. Rahmat dan ampunaan Allah tanpa sebab dari hamba, bisa menggugurkan dosa-dosa
Sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menggugurkan dosa seorang hamba secara tiba-tiba karena kasih sayang Allah kepada hambaNya. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30)
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS. Asy-Syura : 30)
Ini menunjukkan bahwa tidak ada sebab khusus untuk Allah mengampuni kesalahan seorang hamba. Akan tetapi rahnat dan ampunan tersebut diberikan karena kasih sayang Allah kepada seoorang hamba.
Demikianlah di antara sepuluh sebab-sebab yang dapat menggugurkan dosa-dosa, dan semoga kita menjadi orang-orang yang digugurkaan dosa-dosanya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kajian Materi ini
Baca Online:
Referensi: https://firanda.com/3759-sepuluh-sebab-penggugur-dosa.html
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم