SHALAT MAGHRIB DAN ISYA' SEBELUM DI MUZDALIFAH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang shalat Maghrib dan shalat Isya' dengan jama' ta'khir dan qashar sebelum masuk di Muzdalifah karena sebab yang mendesak, seperti mobil rusak di jalan ketika menuju Muzdalifah. Dan karena takut habisnya waktu Maghrib dan Isya, lalu dia shalat Maghrib dan Isya di perbatasan sebelum masuk Muzdalifah dengan jarak sedang, kemudian tidur sehabis memperbaiki mobil, lalu shalat Shubuh karena telah masuk Shubuh, dan baru sampai di Muzdalifah ketika pagi di mana matahari telah memancarkan sinarnya. Apakah masing-masing shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh tersebut sah karena dilakukan di perbatasan Muzdalifah ? Mohon penjelasan beserta dalilnya.
Jawaban
Shalat sah dilakukan di mana saja kecuali pada tempat yang tertentu dalam syari'at. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Tapi yang disyari'atkan bagi orang yang haji adalah, shalat Maghrib dan shalat Isya dengan jama' di Muzdalifah di mana saja dia mampu melakukan (maksudnya : tidak harus di Masy'aril Haram seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) sebelum tengah malam. Tapi jika tidak mudah melakukan hal itu karena macet atau lainnya maka dia shalat Maghrib dan Isya di mana saja dan tidak boleh mengakhirkan keduanya sampai lewat tengah malam. Sebab Allah berfirman.
"Artinya : Sesunguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman" [An-Nisa' : 103]
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Waktu Isya sampai tengah malam" [Hadits Riwayat Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Ash]
Wallahu a'lam.
KELUAR DARI MUZDALIFAH JAM 11.40 MALAM DAN MELONTAR JUMRAH PADA JAM 12 MALAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami keluar dari Muzdalifah jam 11.40 malam dan saat itu kami bersama anak-anak yang masih kecil. Lalu kami melontar jumrah pada jam 11.50 malam kemudian pergi ke Mekkah. Apakah hukum dalam hal tersebut ?
Jawaban
Kalian tidak wajib membayar kifarat karena kalian keluar dari Muzdalifah betepatan pada tengah malam. Dan jika kelian mengakhirkan hingga bulan terbenam niscaya demikian itu lebih utama dan lebih hati-hati. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua terhadap apa yang diridhoi-Nya dan menerima amal kita juga semua kaum muslimin.
MENINGGALKAN MUZDALIFAH SEBELUM TENGAH MALAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang berkebangsaan Mesir yang muqim di Saudi Arabia menjemput ibunya di bandara Jeddah yang datang dari Mesir dengan niat haji. ketika ibunya sampai, mereka berdua disertai pemandu melaksanakan manasik haji. Maka ketika berangkat dari Arafah ke Muzdalifah, mereka melaksanakan shalat Maghrib dan shalat Isya di Muzdalifah dengan jama', lalu mereka disuruh oleh pemandunya untuk pergi ke Mina sebelum tengah malam. Maksudnya mereka mabit di Muzdalifah sebelum tengah malam, lalu mereka disuruh oleh pemandu untuk meninggalkan Muzdalifah dan mereka melaksanakan haji. Apakah yang wajib atas mereka, sedangkan ibu tersebut telah pulang ke Mesir dan tidak mungkin kembali ke Mekkah ? Dan bagaimana hukum haji ibu tersebut karena dia datang ke Saudi Arabia dengan kapal terbang tanpa mahram ?
Jawaban
Jika kondisinya seperti disebutkan penanya, maka haji wanita tersebut sah dan tidak wajib membayar kifarat, demikian pula terhadap putranya. Sebab ketika keduanya meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam karena dipaksa. Adapun kedatangan wanita tersebut dari Mesir tanpa mahram maka haram hukumnya dan harus bertaubat dari hal tersebut. Namun demikian itu tidak membatalkan hajinya tapi hajinya tetap sah. Dan Allah adalah yang memberikan taufiq kepada kebenaran
MENDAPATKAN SHALAT SHUBUH DI MUZDALIFAH
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Rombongan keluar dari Arafah setelah matahari terbenam lalu salah jalan dan menuju ke Mekkah, kemudian dikembalikan oleh polisi ke Arafah. Ketika sampai di Arafah mereka berhenti untuk shalat Maghrib dan shalat Isya pada jam satu malam. Kemudian mereka masuk ke Muzdalifah ketika adzan Shubuh dan shalat Shubuh di Muzdalifah, lalu mereka keluar menuju Mina. Apakah dengan itu mereka wajib membayar kifarat ataukah tidak ?
Jawaban
Mereka tidak wajib membayar kifarat karena telah mendapatkan shalat Shubuh di Muzdalifah pada waktu adzan Shubuh dan shalat Shubuh ketika masih gelap. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa menyaksikan shalat kami ini dan wukuf (berhenti) bersama kami hingga kami bertolak (ke Mina) dan dia telah wukuf sebelum itu di Arafah pada malam atau siang hari, maka telah sempurna hajinya dan menghilangkan kotorannya" [Hadits Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya]
Tapi mereka salah ketika mengakhirkan shalat Maghrib dan shalat Isya sampai melewati tengah malam karena waktu Isya' sampai tengah malam seperti disebutkan dalam shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Ash dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
TIDAK MENDAPATKAN TEMPAT DI MUZDALIFAH
Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukumnya jika orang yang haji tidak mendapatkan tempat di Muzdalifah untuk singgah ketika malam Id ?
Jawaban
Siapa yang tidak memungkinkan singgah di Muzdalifah maka secara dhohir hukumnya adalah tidak wajib membayar kifarat. Sebab suatu kewajiban gugur jika tidak mampu melakukannya.
SINGGAH DI NAMIRAH KARENA DIKIRA MUZDALIFAH
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang yang haji singgah di Namirah karena dikiranya Muzdalifah. Bagaimana hukum hajinya ?
Jawaban
Orang-orang yang singgah di Namirah karena dikira Muzdalifah maka mereka wajib membayar fidyah karena ceroboh dengan tidak bertanya kepada orang lain, tapi haji mereka sah.
WUKUF DI MASY'ARIL HARAM TIDAK WAJIB ATAS ORANG HAJI
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ketika saya haji pada tahun ini, saya berangkat dari Arafah ke Muzdalifah dan mabit. Tapi ketika di Muzdalifah saya lupa pergi ke Masy'aril Haram. Apakah saya berdosa dalam hal ini ?
Jawaban
Tidak berdosa jika seseorang telah mabit di Muzdalifah di tempat mana saja di Muzdalifah dan tidak mudharat bila tidak pergi ke Masy'aril Haram. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wukuf di Masy'aril Haram dan beliau bersabda.
"Artinya : Saya wukuf (berhenti) di sini, dan semua kawasan Muzdalifah adalah tempat wukuf" [Hadits Riwayat Abu Dauwud, Nasa'i, Darimy, dan lainnya]
Artinya, di tempat mana saja seseorang berhenti dan bermalam di Muzdalifah maka sudah cukup. Dan dari lahirnya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut menunjukkan tidak seyogianya seseorang memperberat diri untuk sampai di Masy'aril Haram ketika di Muzdalifah. Tapi seseorang cukup wukuf di mana saja di Muzdalifah ketika ingin shalat Shubuh lalu berdoa' kepada Allah dan bertolak ke Mina.
[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabaia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal 190-192Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang shalat Maghrib dan shalat Isya' dengan jama' ta'khir dan qashar sebelum masuk di Muzdalifah karena sebab yang mendesak, seperti mobil rusak di jalan ketika menuju Muzdalifah. Dan karena takut habisnya waktu Maghrib dan Isya, lalu dia shalat Maghrib dan Isya di perbatasan sebelum masuk Muzdalifah dengan jarak sedang, kemudian tidur sehabis memperbaiki mobil, lalu shalat Shubuh karena telah masuk Shubuh, dan baru sampai di Muzdalifah ketika pagi di mana matahari telah memancarkan sinarnya. Apakah masing-masing shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh tersebut sah karena dilakukan di perbatasan Muzdalifah ? Mohon penjelasan beserta dalilnya.
Jawaban
Shalat sah dilakukan di mana saja kecuali pada tempat yang tertentu dalam syari'at. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Tapi yang disyari'atkan bagi orang yang haji adalah, shalat Maghrib dan shalat Isya dengan jama' di Muzdalifah di mana saja dia mampu melakukan (maksudnya : tidak harus di Masy'aril Haram seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) sebelum tengah malam. Tapi jika tidak mudah melakukan hal itu karena macet atau lainnya maka dia shalat Maghrib dan Isya di mana saja dan tidak boleh mengakhirkan keduanya sampai lewat tengah malam. Sebab Allah berfirman.
"Artinya : Sesunguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman" [An-Nisa' : 103]
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Waktu Isya sampai tengah malam" [Hadits Riwayat Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Ash]
Wallahu a'lam.
KELUAR DARI MUZDALIFAH JAM 11.40 MALAM DAN MELONTAR JUMRAH PADA JAM 12 MALAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami keluar dari Muzdalifah jam 11.40 malam dan saat itu kami bersama anak-anak yang masih kecil. Lalu kami melontar jumrah pada jam 11.50 malam kemudian pergi ke Mekkah. Apakah hukum dalam hal tersebut ?
Jawaban
Kalian tidak wajib membayar kifarat karena kalian keluar dari Muzdalifah betepatan pada tengah malam. Dan jika kelian mengakhirkan hingga bulan terbenam niscaya demikian itu lebih utama dan lebih hati-hati. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua terhadap apa yang diridhoi-Nya dan menerima amal kita juga semua kaum muslimin.
MENINGGALKAN MUZDALIFAH SEBELUM TENGAH MALAM
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang berkebangsaan Mesir yang muqim di Saudi Arabia menjemput ibunya di bandara Jeddah yang datang dari Mesir dengan niat haji. ketika ibunya sampai, mereka berdua disertai pemandu melaksanakan manasik haji. Maka ketika berangkat dari Arafah ke Muzdalifah, mereka melaksanakan shalat Maghrib dan shalat Isya di Muzdalifah dengan jama', lalu mereka disuruh oleh pemandunya untuk pergi ke Mina sebelum tengah malam. Maksudnya mereka mabit di Muzdalifah sebelum tengah malam, lalu mereka disuruh oleh pemandu untuk meninggalkan Muzdalifah dan mereka melaksanakan haji. Apakah yang wajib atas mereka, sedangkan ibu tersebut telah pulang ke Mesir dan tidak mungkin kembali ke Mekkah ? Dan bagaimana hukum haji ibu tersebut karena dia datang ke Saudi Arabia dengan kapal terbang tanpa mahram ?
Jawaban
Jika kondisinya seperti disebutkan penanya, maka haji wanita tersebut sah dan tidak wajib membayar kifarat, demikian pula terhadap putranya. Sebab ketika keduanya meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam karena dipaksa. Adapun kedatangan wanita tersebut dari Mesir tanpa mahram maka haram hukumnya dan harus bertaubat dari hal tersebut. Namun demikian itu tidak membatalkan hajinya tapi hajinya tetap sah. Dan Allah adalah yang memberikan taufiq kepada kebenaran
MENDAPATKAN SHALAT SHUBUH DI MUZDALIFAH
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Rombongan keluar dari Arafah setelah matahari terbenam lalu salah jalan dan menuju ke Mekkah, kemudian dikembalikan oleh polisi ke Arafah. Ketika sampai di Arafah mereka berhenti untuk shalat Maghrib dan shalat Isya pada jam satu malam. Kemudian mereka masuk ke Muzdalifah ketika adzan Shubuh dan shalat Shubuh di Muzdalifah, lalu mereka keluar menuju Mina. Apakah dengan itu mereka wajib membayar kifarat ataukah tidak ?
Jawaban
Mereka tidak wajib membayar kifarat karena telah mendapatkan shalat Shubuh di Muzdalifah pada waktu adzan Shubuh dan shalat Shubuh ketika masih gelap. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa menyaksikan shalat kami ini dan wukuf (berhenti) bersama kami hingga kami bertolak (ke Mina) dan dia telah wukuf sebelum itu di Arafah pada malam atau siang hari, maka telah sempurna hajinya dan menghilangkan kotorannya" [Hadits Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya]
Tapi mereka salah ketika mengakhirkan shalat Maghrib dan shalat Isya sampai melewati tengah malam karena waktu Isya' sampai tengah malam seperti disebutkan dalam shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Ash dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
TIDAK MENDAPATKAN TEMPAT DI MUZDALIFAH
Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukumnya jika orang yang haji tidak mendapatkan tempat di Muzdalifah untuk singgah ketika malam Id ?
Jawaban
Siapa yang tidak memungkinkan singgah di Muzdalifah maka secara dhohir hukumnya adalah tidak wajib membayar kifarat. Sebab suatu kewajiban gugur jika tidak mampu melakukannya.
SINGGAH DI NAMIRAH KARENA DIKIRA MUZDALIFAH
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang yang haji singgah di Namirah karena dikiranya Muzdalifah. Bagaimana hukum hajinya ?
Jawaban
Orang-orang yang singgah di Namirah karena dikira Muzdalifah maka mereka wajib membayar fidyah karena ceroboh dengan tidak bertanya kepada orang lain, tapi haji mereka sah.
WUKUF DI MASY'ARIL HARAM TIDAK WAJIB ATAS ORANG HAJI
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ketika saya haji pada tahun ini, saya berangkat dari Arafah ke Muzdalifah dan mabit. Tapi ketika di Muzdalifah saya lupa pergi ke Masy'aril Haram. Apakah saya berdosa dalam hal ini ?
Jawaban
Tidak berdosa jika seseorang telah mabit di Muzdalifah di tempat mana saja di Muzdalifah dan tidak mudharat bila tidak pergi ke Masy'aril Haram. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wukuf di Masy'aril Haram dan beliau bersabda.
"Artinya : Saya wukuf (berhenti) di sini, dan semua kawasan Muzdalifah adalah tempat wukuf" [Hadits Riwayat Abu Dauwud, Nasa'i, Darimy, dan lainnya]
Artinya, di tempat mana saja seseorang berhenti dan bermalam di Muzdalifah maka sudah cukup. Dan dari lahirnya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut menunjukkan tidak seyogianya seseorang memperberat diri untuk sampai di Masy'aril Haram ketika di Muzdalifah. Tapi seseorang cukup wukuf di mana saja di Muzdalifah ketika ingin shalat Shubuh lalu berdoa' kepada Allah dan bertolak ke Mina.
[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabaia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal 190-192Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]