Hadits As- Sab'u al-Mubiqat
Hadits yang menjelaskan tentang as-sab'ul mubiqat (tujuh hal yang membinasakan) diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, (yakni); Menyekutukan Allah; Sihir; Membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara yang haq; Memakan Riba; Memakan harta anak yatim; Lari dari medan pertempuran; Menuduh berzina wanita mukminah yang lengah (tidak terlintas olehnya untuk melakukan itu)."
1. Menyekutukan Allah
Sudah dimaklumi bahwa syirik atau menyekutukan Allah subhanahu wata’ala merupakan dosa terbesar yang banyak diperingat kan di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, serta merupakan kezhaliman yang pa ling besar. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. 31:13)
“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. 2:22)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Maukah kalian aku beritahukan dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?" Para shahabat menjawab, "Tentu ya Rasulullah." Beliau bersabda, "(Yaitu) Menyekutukan Allah." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketika beliau ditanya oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, "Dosa apakah yang paling besar?" maka beliau menjawab, "Jika engkau menjadikan untuk Allah tandingan, padahal Dia telah menciptakan kamu." (Al-Bukhari dan Muslim).
Dan syirik adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala sebelum pelakunya bertaubat, sebagaimana firman-Nya, artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” An Nisa 48)
2. Sihir
Sihir secara bahasa adalah sesuatu yang tersembunyi dan sangat halus. Ibnu Qudamah berkata,
"Sihir yaitu buhul, mantera, atau ucapan-ucapan yang dibaca atau ditulis dan digunakan untuk menyakiti atau mempengaruhi badan atau hati atau akal orang yang disihir dengan tanpa melalui sentuhan sama sekali (kiriman, red)."
Macam-macam sihir amatlah banyak, namun pada hakikatnya semua sama yaitu kekufuran kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaiman firman Allah, artinya,
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS. al-Baqarah: 102)
Hadd (hukuman) bagi tukang sihir adalah dibunuh sebagaimana yang diriwayatkan dari para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka haram bagi seorang muslim mendatangi tukang sihir, kahin (dukun), 'arraf (tukang ramal/juru tebak) dan membenarkan apa yang mereka ucapkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Tiga golongan yang tidak masuk surga; Pecandu minuman keras, Pemutus silaturrahim; Orang yang membenarkan tukang sihir." (HR. Ahmad dan al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi)
Tidak boleh mengobati pengaruh sihir dengan sihir pula, berdasarkan riwayat dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang nusyrah (mengobati sihir) dengan sihir beliau bersabda, "Itu merupakan pekerjaan syetan."
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Nusyrah yaitu melepaskan sihir dari orang yang tersihir, dan ini ada dua macam, yaitu; Melepaskan sihir dengan sihir yang serupa, ini merupakan perbuatan syaitan dan yang ke dua; Nusyrah dengan ruqyah dengan ta'awwudz dan pengobatan yang mubah maka itu dibolehkan."
3. Membunuh Jiwa yang Diharam kan, Kecuali Secara Haq.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisaa’:93)
Di dalam ayat yang lain disebutkan,
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israel, bahwa siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya.” (QS. al-Maidah:32)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Apabila dua muslim saling menyerang dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang terbunuh masuk neraka." Lalu ditanyakan, "Wahai Rasulullah, yang membunuh sudah jelas, lalu bagaimana dengan yang terbunuh? Maka beliau menjawab, "Sesungguhnya dia juga berkeinginan untuk membunuh temannya itu." (HR al-Bukhari dan Muslim).
4. Memakan Harta Anak Yatim
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa:10)
Juga firman-Nya, artinya,
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa'at, hingga sampai ia dewasa.” (QS. al-An'am:152)
Memakan harta anak yatim merupakan dosa besar, yakni jika memakannya secara zhalim. Adapun jika wali (yang mengurusi) anak yatim tersebut seorang yang fakir, maka boleh baginya untuk memakan dengan cara yang baik (wajar). Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Siapa (di antara pemelihara itu) yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.” (QS. an-Nisa:6)
Larangan ini mencakup segala jenis perbuatan yang menyebabkan musnah atau tersia-sianya harta anak yatim apa pun bentuknya, meskipun tidak untuk dimakan. Penyebutan dengan kata "memakan" adalah karena hal itu yang biasa terjadi.
5. Riba
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyubur kan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. 2:275-276)
Dalam kelanjutan ayat disebutkan,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. 2:278-279)
6. Lari dari Medan Perang
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah meraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. 8:16)
Lari dari medan perang merupa kan dosa besar, yaitu kabur pada saat peperangan sedang berkecamuk dalam jihad fi sabilillah, karena hal itu menyebabkan kehinaan bagi ummat Islam dan melemahkan kekuatan mereka, dan juga karena jihad itu hukumnya wajib bagi siapa saja yang terkena panggilan.
7. Menuduh Mukminah Berzina
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. 24:23)
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang- orang yang fasik.” (QS. 24:4)
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. 33:58)
Sumber: Hasyiyah ad-Durus al Muhimmah (Syaikh Bin Baz), penyusun Ahmad bin Shalih bin Ibrahim ath Thuwaiyan. (Abu Ahmad)
Hadits yang menjelaskan tentang as-sab'ul mubiqat (tujuh hal yang membinasakan) diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, (yakni); Menyekutukan Allah; Sihir; Membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara yang haq; Memakan Riba; Memakan harta anak yatim; Lari dari medan pertempuran; Menuduh berzina wanita mukminah yang lengah (tidak terlintas olehnya untuk melakukan itu)."
1. Menyekutukan Allah
Sudah dimaklumi bahwa syirik atau menyekutukan Allah subhanahu wata’ala merupakan dosa terbesar yang banyak diperingat kan di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, serta merupakan kezhaliman yang pa ling besar. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. 31:13)
“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. 2:22)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Maukah kalian aku beritahukan dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?" Para shahabat menjawab, "Tentu ya Rasulullah." Beliau bersabda, "(Yaitu) Menyekutukan Allah." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketika beliau ditanya oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, "Dosa apakah yang paling besar?" maka beliau menjawab, "Jika engkau menjadikan untuk Allah tandingan, padahal Dia telah menciptakan kamu." (Al-Bukhari dan Muslim).
Dan syirik adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala sebelum pelakunya bertaubat, sebagaimana firman-Nya, artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” An Nisa 48)
2. Sihir
Sihir secara bahasa adalah sesuatu yang tersembunyi dan sangat halus. Ibnu Qudamah berkata,
"Sihir yaitu buhul, mantera, atau ucapan-ucapan yang dibaca atau ditulis dan digunakan untuk menyakiti atau mempengaruhi badan atau hati atau akal orang yang disihir dengan tanpa melalui sentuhan sama sekali (kiriman, red)."
Macam-macam sihir amatlah banyak, namun pada hakikatnya semua sama yaitu kekufuran kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaiman firman Allah, artinya,
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS. al-Baqarah: 102)
Hadd (hukuman) bagi tukang sihir adalah dibunuh sebagaimana yang diriwayatkan dari para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka haram bagi seorang muslim mendatangi tukang sihir, kahin (dukun), 'arraf (tukang ramal/juru tebak) dan membenarkan apa yang mereka ucapkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Tiga golongan yang tidak masuk surga; Pecandu minuman keras, Pemutus silaturrahim; Orang yang membenarkan tukang sihir." (HR. Ahmad dan al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi)
Tidak boleh mengobati pengaruh sihir dengan sihir pula, berdasarkan riwayat dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang nusyrah (mengobati sihir) dengan sihir beliau bersabda, "Itu merupakan pekerjaan syetan."
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Nusyrah yaitu melepaskan sihir dari orang yang tersihir, dan ini ada dua macam, yaitu; Melepaskan sihir dengan sihir yang serupa, ini merupakan perbuatan syaitan dan yang ke dua; Nusyrah dengan ruqyah dengan ta'awwudz dan pengobatan yang mubah maka itu dibolehkan."
3. Membunuh Jiwa yang Diharam kan, Kecuali Secara Haq.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisaa’:93)
Di dalam ayat yang lain disebutkan,
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israel, bahwa siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya.” (QS. al-Maidah:32)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Apabila dua muslim saling menyerang dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang terbunuh masuk neraka." Lalu ditanyakan, "Wahai Rasulullah, yang membunuh sudah jelas, lalu bagaimana dengan yang terbunuh? Maka beliau menjawab, "Sesungguhnya dia juga berkeinginan untuk membunuh temannya itu." (HR al-Bukhari dan Muslim).
4. Memakan Harta Anak Yatim
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa:10)
Juga firman-Nya, artinya,
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa'at, hingga sampai ia dewasa.” (QS. al-An'am:152)
Memakan harta anak yatim merupakan dosa besar, yakni jika memakannya secara zhalim. Adapun jika wali (yang mengurusi) anak yatim tersebut seorang yang fakir, maka boleh baginya untuk memakan dengan cara yang baik (wajar). Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Siapa (di antara pemelihara itu) yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.” (QS. an-Nisa:6)
Larangan ini mencakup segala jenis perbuatan yang menyebabkan musnah atau tersia-sianya harta anak yatim apa pun bentuknya, meskipun tidak untuk dimakan. Penyebutan dengan kata "memakan" adalah karena hal itu yang biasa terjadi.
5. Riba
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyubur kan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. 2:275-276)
Dalam kelanjutan ayat disebutkan,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. 2:278-279)
6. Lari dari Medan Perang
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah meraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. 8:16)
Lari dari medan perang merupa kan dosa besar, yaitu kabur pada saat peperangan sedang berkecamuk dalam jihad fi sabilillah, karena hal itu menyebabkan kehinaan bagi ummat Islam dan melemahkan kekuatan mereka, dan juga karena jihad itu hukumnya wajib bagi siapa saja yang terkena panggilan.
7. Menuduh Mukminah Berzina
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. 24:23)
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang- orang yang fasik.” (QS. 24:4)
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. 33:58)
Sumber: Hasyiyah ad-Durus al Muhimmah (Syaikh Bin Baz), penyusun Ahmad bin Shalih bin Ibrahim ath Thuwaiyan. (Abu Ahmad)