Safar adalah aktivitas yang melelahkan sekaligus menyenangkan. Dari sisi lelahnya, Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنْ الْعَذَابِ
Safar merupakan secuil dari adzab. HR. al-Bukhari, no. 1084, 3001, 5429, dan Muslim, no. 1927.
Sedang dalam sisi senangnya, orang yang safar akan mendapat ilmu baru, teman baru, pengalaman baru, dan hal-hal lain yang baru.
KEBIASAAN ULAMA
Safar dari satu negeri ke negeri lain atau dari kota ke kota lain dalam rangka menuntut ilmu merupakan kebiasaan para ulama. Dan hingga saat ini –alhamdulillâh- banyak para penuntut ilmu yang rela berpisah dengan keluarga dan saudara untuk merantau jauh demi mencari ilmu agama, semoga Allah merahmati mereka. Sehingga para ulama banyak yang memiliki syair yang membahas seputar safar, dan di antara mereka adalah Imam asy-Syafi’i -rahimahullah-.
Kemudian, apabila kita pelajari dengan baik tuntunan dan petunjuk Nabi -shollalahu alaihi wa sallam- dalam hal safar ternyata ada banyak sekali. Sebagiannya masih diterapkan oleh kaum muslimin. Namun sebagian yang lain mulai terlupakan dan ditinggalkan. Dan di antara sunnah Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang telah banyak dilupakan adalah shalat dua rakaat di masjid sepulang dari safar. Yang mana seseorang yang baru pulang dari safar disunnahkan untuk pergi ke masjid terdekat dari rumahnya kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, baru setelah itu ia pulang ke rumah.
TEKS HADITS
Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang sunnahnya mengerjakan shalat dua rakaat di masjid sepulang dari safar. Berikut di antaranya:
Hadits Pertama
اعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ، فَأَبْطَأَ بِي جَمَلِي وَأَعْيَا، ثُمَّ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلِي، وَقَدِمْتُ بِالْغَدَاةِ فَجِئْتُ الْمَسْجِدَ فَوَجَدْتُهُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ. قَالَ: الآنَ حِينَ قَدِمْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: فَدَعْ جَمَلَكَ وَادْخُلْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ. قَالَ: فَدَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ
Dari Jabir bin Abdullah -radhiallohu anhu-, ia berkata: Aku pernah pergi bersama Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- pada suatu peperangan. Lalu tiba-tiba untaku berjalan melambat dan kondisinya melemah. Dan ketika itu Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- telah sampai sebelumku, sedang aku baru sampai pada pagi hari. Kemudian aku pergi ke masjid dan aku mendapati beliau berada di depan pintu masjid. Beliau berkata: ”Apakah engkau baru tiba?” Ya, jawabku.”Tinggalkan untamu, masuklah (ke masjid) dan kerjakan shalat dua rakaat”, lanjut beliau. Lalu aku pun masuk (masjid) dan mengerjakan shalat kemudian pulang. HR. al-Bukhari, no. 2097, Muslim, no. 715.
Hadits Kedua
Pada riwayat yang lain Jabir bertutur: Aku menjual unta kepada Rasuullah -shollallahu alaihi wa sallam-di tengah perjalanan. Dan tatkala kami sampai ke kota Madinah beliau berkata:
اِئْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
Pergilah ke masjid kemudian shalatlah dua rakaat. HR. al-Bukhari, no. 2604.
Hadits Ketiga
Ka’ab bin Malik -radhiallohu anhu- berkata: ”Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- dahulu, apabila baru tiba dari safar beliau masuk ke masjid kemudian mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya. ” HR. al-Bukhari, no. 2604.
SUNNAH YANG TERLUPAKAN
Tiga hadits tersebut –juga beberapa hadits lain yang senada dengannya- menjelaskan kepada kita akan dianjurkannya shalat dua rakaat di masjid ketika seseorang baru tiba dari safar sebelum ia masuk ke rumahnya. Ini adalah sunnah Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam-. Sebuah sunnah yang banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin, baik dari kalangan penuntut ilmu apalagi awamnya. Sangat jarang dari mereka yang mengerjakan sunnah mulia ini.
Padahal Imam al-Bukhari -rahimahullah- dengan jelas telah memberi sebuah bab dalam kitab shahîhnya, Bâb: ash-Shalah Idzâ Qadima min Safar, yang artinya Bab: (anjuran) shalat apabila baru datang dari safar.
Imam an-Nawawi -rahimahullah- berkata (Fath al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhârî, jilid 1, hlm. 706, Syarh Shahîh Muslim, jilid 5, hlm. 228-229, cetakan pertama al-Mathba’ah al-Mishriyyah bi al-Azhar): Beberapa hadits tersebut mengandung anjuran untuk (mengerjakan shalat) dua rakaat di masjid bagi siapa saja yang baru datang dari safar. Maksud shalat ini adalah lantaran baru datang dari safar bukannya (shalat) tahiyatul masjid.
Pada saat menyebutkan faedah hadits Ka’ab bin Malik -radhiallohu anhu- Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata (Zâd al-Ma’âd, jilid 3, hlm. 575, cetakan Mu`assasah ar-Risâlah dan Maktabah al-Manâr al-Islâmiyyah) : Di antara faedahnya adalah, disunnahkan bagi orang yang baru datang dari safar untuk masuk ke kampungnya dalam keadaan suci (berwudhu), dan hendaknya ia menuju rumah Allah (masjid) sebelum pulang ke rumah, lalu ia mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya, kemudian ia duduk (sejenak) bersama orang-orang, baru setelah itu ia kembali ke rumahnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rahimahullah- berkata: ”Apabila seseorang datang ke negerinya, disunnahkan baginya untuk masuk masjid lalu mengerjakan shalat dua rakaat sebelum ia masuk ke rumah. Sebab Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- dahulu mengerjakan shalat tersebut dan memerintahkan (sahabat untuk mengerjakannya) sebagaimana yang ada pada kisah Jabir -radhiallohu anhu-”. ( Al-Washiyyah bi Ba’dh as-Sunan Syibh al-Mansiyyah, karya Haifa’ binti Abdullah ar-Rasyid, hlm. 131, cetakan Maktabah al-Malik Fahd.)
PETIKAN FAEDAH
Dari tulisan ringkas ini dapat kita ambil beberapa faedah:
AKHIRUL KALAM
Di akhir pembahasan ringkas ini kami katakan, marilah kita berusaha menghidupkan sunnah-sunnah Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang telah banyak dilupakan, sunnah nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang membawa berkah bagi siapa saja yang mengerjakan dan menghidupkannya dalam keseharian.
Dan ini adalah salah satu sunnah beliau yang telah rindu dengan kita dan selalu bertanya kepada kita, siapa di antara kita yang akan menghidupkannya? Siapa di antara kita yang gemar mengerjakannya? Seolah-olah sunnah tersebut berkata: ”Kami tunggu giliran anda.” Wallâhul muwaffiq.
(Majalah adz-Dzakhiirah al-Islamiyyah Ed 47, hal. 44-47)