Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

📚┃Tema Kajian: "Syarah Kitabul Jami' - Ustadz Dr. Firanda Andirja Hafidzahullah"
🎙┃Pemateri : Ustadz Agus Setiawan, S.H. حفظه الله تعالى | Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhari
🗓┃Hari & Tanggal : Hari Kamis, 24 Juli 2025 / 28 Muharram 1447
⏰┃Waktu : Ba'da Maghrib s.d. Selesai
🕌┃Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Jl. Adi Sucipto No.88b, Kelurahan Jajar , Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57144

Hadits ke-3: Hakikat Kebaikan dan Dosa

وَعَنِ النَّوَّاسِ ابْنِ سَمْعَانَ رضي اللّه عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

Dari sahabat An-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu’anhu beliau berkata,  “Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺtentang makna al-birr (kebajikan) dan al-itsm (dosa), maka Rasulullah ﷺ pun menjawab, ‘Al-birr (kebajikan) adalah akhlak yang mulia. Dan al-itsm (dosa) adalah apa yang engkau gelisahkan di hatimu dan engkau tidak suka kalau orang lain mengetahui engkau melakukannya’.”  ([HR. Muslim no. 2553])

📃 Penjelasan:

Para sahabat Rasulullah ﷺ seringkali bertanya kepada Rasulullah ﷺ perihal agama mereka, agar mereka bisa mengamalkannya dan dengannya akan semakin baiklah kualitas keislaman mereka.

Dan bertanya tentang agama, hendaklah ditanyakan kepada ahlinya. Yaitu para ulama Rabbani yang mendedikasikan untuk belajar dan mengajarkan ilmu syar'i. Seperti halnya seseorang yang sakit, tentu akan bertanya kepada dokter yang berkompeten dan ahli di bidangnya.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya Ayat 7:

فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.

Dalam ayat ini, Ulama disebut ahli dzikir, ini menandakan bahwa orang-orang yang banyak dzikir adalah orang-orang yang berilmu, dan orang-orang yang berilmu seharusnya orang yang banyak berdzikir.

  • “Kebajikan adalah akhlak yang baik…”

Mengapa Rasulullah ﷺ mengkhususkan penyebutan akhlak mulia, sementara kebaikan dan kebajikan dalam Islam ini sangatlah banyak? Hal ini tidak lain adalah untuk menunjukkan keutamaan dan keistimewaan akhlak yang mulia.

Gaya penyampaian ini sama dengan sabda Rasulullah ﷺ lainnya:

الْحَجُّ عَرَفَةُ

“Haji adalah (wukuf di) padang Arafah.” ([HR. At-Tirmidzi no. 889, Ibnu Maajah no. 3.006, An-Nasaa’i no. 3.016, dan Ahmad no. 18.774, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani])

Padahal, -sebagaimana sudah dimaklumi bersama-, ibadah haji memiliki banyak ritual ibadah, bahkan banyak rukun lainnya, selain berwukuf di Arafah. Akan tetapi, Rasulullah ﷺ mengkhususkan penyebutan wukuf di Arafah, karena ia merupakan inti dan bagian terpenting dari ibadah haji.

Maka, dalam hadits di atas, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa kebajikan adalah akhlak yang mulia, karena ia adalah salah satu inti dan bagian terpenting dari kebaikan-kebaikan dalam Islam. Maka tidak heran, jika banyak sekali dalil syari’at yang mengagungkan kadar akhlak yang mulia.

Akhlak bukan hanya teori! Bukan hanya sekedar mempelajari hukum-hukumnya, akan tetapi yang terpenting adalah mengamalkan dan inilah buah dari ilmu dan iman.

Hadits-Hadits Keutamaan Akhlak Mulia

1. Akhlak mulia memiliki timbangan yang berat. Sabda Rasulullah ﷺ:

لَيْسَ شَيْءٌ أَثْقَلَ فِي الْمِيزَانِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ

“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat pada timbangan kebaikan seseorang (di akhirat) melebihi akhlak mulia.”  ([HR. Ahmad no. 27.532 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani Sahihul Jaami’ no. 5.390])

2. Meraih derajat seperti orang-orang yang selalu shalat malam dan puasa. Rasulullah ﷺ juga bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ، دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sungguh, dengan akhlak yang mulia, seseorang bisa meraih derajat orang yang senantiasa berpuasa sunah dan menegakkan shalat malam.”  ([HR. Ahmad no. 25.537, hadis sahih])

Subhanallah! Seseorang mungkin saja jarang shalat malam dan jarang berpuasa sunah, akan tetapi akhlaknya mulia, orang senang dekat dengannya, orang bahagia duduk bersamanya, orang senang mendengar wejangan-wejangannya, dan orang senang mendapatkan bantuannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang sama atau bahkan lebih dari orang-orang yang sering shalat malam dan berpuasa sunah.

3. Dekat dengan Rasulullah ﷺ di hari kiamat. Rasulullah ﷺ juga bersabda:

أَقْربكمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحاسنكمْ أَخْلَاقًا

“Orang yang paling dekat kedudukannya denganku pada Hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.”  ([HR. At-Tirmidzi, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam As-Sahihah no. 791])

Hadis-hadis di atas sudah lebih dari cukup untuk membuktikan keagungan kedudukan akhlak yang mulia di sisi Allah ﷻ.

Akhlak bisa dirubah!

Telah dijelaskan bahwa akhlak ada dua jenis, dari lahir sudah terbentuk baik dan akhlak yang diusahakan.

Ingatlah selalu bahwa akhlak yang mulia juga merupakan ibadah yang sangat spesial dan sangat mulia di sisi Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ.

Jangan sekali-kali terbersit dalam benak kita, “Saya memang begini orangnya. Tabiat dan watak saya memang seperti ini, bagaimana mau diubah?”

Seandainya perangai tidak bisa diubah, watak buruk tidak bisa diperindah, lalu untuk apa Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ memotivasi kita untuk berakhlak mulia?! Tak lain melainkan karena setiap orang memiliki kemampuan mengubah akhlaknya, melatih dan membiasakan dirinya untuk menjadi semakin baik, jika ia mau melakukannya.

Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku menjamin sebuah istana di bagian atas surga bagi orang yang memperindah akhlaknya.”  ([HR. Abu Dawud No. 4800 dihasankan oleh Al-Albani])

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ الله

“Barang siapa yang berusaha bersabar, niscaya Allah akan menjadikannya penyabar.”  ([HR. Al-Bukhari no. 1.469])

Telah dijelaskan bahwa akhlak itu ada yang bersifat bawaan/tabiat dan ada yang bisa diusahakan dan diraih sendiri. Ibnul Qayyim rahimahullah mengomentari kisah Al-Asyajj Radhiyallahu’anhu dengan mengatakan:

وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْخُلُقَ قَدْ يَحْصُلُ بِالتَّخَلُّقِ وَالتَّكَلُّفِ

“Dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwasanya akhlak bisa diperoleh dengan usaha dan kesungguhan.”

  • Berikut hadits Al-Asyajj yang dimaksud:

Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Al-Asyajj bin Abdul Qais Radhiyallahu’anhu:

يَا أَشَجُّ، إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ وَرَسُولُهُ: الْحِلْمَ وَالْأَنَاةَ

“Wahai Asyaj, sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu kecerdasan dan ketenangan dalam bersikap.”

Mendengar itu, Al-Asyajj Radhiyallahu’anhu pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kedua perangai tersebut adalah hasil usahaku, atau kah Allah yang telah menjadikannya sebagai watak asliku?”

Rasulullah ﷺ pun menjawab:

بَلِ اللهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا

“Allah ﷻ telah menjadikan kedua perangai tersebut terpatri sebagai watak aslimu”.

Al-Asyajj Radhiyallahu’anhu pun berkata:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خُلُقَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ وَرَسُولُهُ

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dua perangai yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai watak asliku.” (HR. Ahmad, 39/490 dan asal hadisnya tanpa tambahan pertanyaaan dari al-Asyajj diriwayatkan oleh Muslim, no. 17.)

Namun, perlu kita ingat bahwa urusan merubah akhlak terkait dengan tabiat seseorang yang sudah ia bawa sejak lahir tentunya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ia butuh doa yang kontinyu, tekad yang kuat, serta usaha yang tak pernah surut. Karenanya, pahala yang dijanjikan bagi mereka yang berhasil sangatlah besar, yaitu sebuah hunian di ketinggian surga. (Madarijus Salikin 2/297).

Faedah:   Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata:

حَقِيْقَةُ حُسْنُ الْخُلُقِ بَذْلُ الْمَعرُوْفِ وَكَفُّ الأَذَى وطَلاَقَةُ الوَجْهِ

“Hakikat akhlak mulia adalah mudah berbuat baik kepada orang lain, tidak mengganggu orang lain, dan wajah yang sering berseri-seri karena murah senyum.”  ([Diriwayatkan dari al-Hasan oleh at-Tirmidzi, no. 2005. Lihat: Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim karya An-Nawawi 15/78. ])

Sebagian ulama menyebutkan bahwa ketiga akhlak yang disebutkan Imam An-Nawawi rahimahullah di atas adalah rukun akhlak.

*****

Bagian hadis berikutnya adalah:

  • “Dan dosa adalah apa yang menggelisahkan engkau di hatimu, dan engkau tidak suka jika orang-orang melihat kau melakukannya.”

Hadis ini menjelaskan tentang barometer untuk mengenal dosa bagi seorang yang masih suci fitrah jiwanya.

Sumber utama untuk mengenali dosa, adalah Al-Qurān dan sunah Rasulullah ﷺ. Akan tetapi, terkadang ada beberapa perkara yang hendak harus segera kita lakukan, namun kita belum mengetahui hukumnya. Pada momen seperti inilah barometer ini akan berperan, tentunya -sekali lagi- bagi seorang yang masih suci fitrahnya.

Jika ketika Anda dapat melakukan suatu perkara dengan perasaan tenang, tanpa merasa gelisah atau tidak khawatir orang lain akan mengetahuinya, maka ini bukan dosa. Tapi jika suatu perbuatan membuat hati Anda gelisah, tidak tenang, dan khawatir perbuatan tersebut akan diketahui orang lain (tetangga/sahabat/ istri atau ustaz kita), maka ini merupakan ciri dosa, maka waspadalah dan tinggalkanlah perbuatan tersebut.

🏷 Fiqhul Hadits:

  1. Anjuran berakhlak baik.
  2. Pergaulan yang baik termasuk perbuatan agung yang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah ﷻ.
  3. Selayaknya bagi manusia untuk meninggalkan hal-hal yang meragukannya (dan beralih) kepada hal-hal yang tidak meragukannya.
  4. Tidak ada tempat bagi kemungkaran untuk bersemai di dalam masyarakat Islam.
  • Tambahan Fiqhul Hadits dari Syarah Kitabul Jami' oleh Syaikh Abdul Qadir Syaibah Al-Hamd (Dosen UIM dan Pengajar di Masjid Nabawi).

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم