بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Pokok-pokok Aqidah [Ushulus Sunnah] Imam Ahmad
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 2: 28 Muharram 1447 / 23 Juli 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
POKOK-POKOK SUNNAH MENURUT IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH
Telah berlalu pembahasan mengenai:
- Biografi Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
- Sanad Kitab: Berasal dari Abdus bin Malik Al Athar termasuk murid terdekat Imam Ahmad.
- Mengenal nama kitab: makna Ushulus Sunnah.
- Nama lain akidah dan keistimewaan aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah.
1. Berpegang Teguh Kepada Ajaran Sahabat
أُصُولُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالِاقْتِدَاءُ بِهِمْ، وَتَرْكُ البِدَعِ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ، وَتَرْكُ الخُصُومَاتِ وَالجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ وَالجِدَالِ وَالخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ.
Pokok-pokok Akidah menurut kami (Ahlus Sunnah) adalah:
1. Berpegang teguh pada ajaran Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengikuti mereka,
2. Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah sesat,
3. Menjauhi mendebat para pengikut hawa nafsu dan duduk bersama mereka, serta meninggalkan berdebat dalam agama.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Sunnah bermakna Aqidah, karena inilah inti dari Sunnah Nabi, sehingga, penyimpangan dalam masalah ini, lebih besar efeknya daripada penyimpangan lainya.
Pokok-pokok Akidah menurut kami (Ahlus Sunnah) adalah:
1. Berpegang teguh pada ajaran Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengikuti mereka.
Pondasi sangat diperlukan agar bangunan di atasnya menjadi kuat. Maka, Rasulullah ﷺ dalam setiap khutbah Jum'at selalu menekankan pondasi agama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Jika pondasinya bagus, berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka akan menjadi bagus amal dan akhlaknya. Tetapi jika sebaliknya, jika pondasinya rusak, maka rusaklah apa yang ada di atasnya.
Dan kitab-kitab para ulama diawali dengan penjelasan dasar akidah Islam. Seperti pembuka Kitab Manzhumah al-Haiyyah, sebuah kitab matan (nadhom) yang berisi tentang akidah Ahlussunnah wal Jama'ah, disusun oleh Imam Ibnu Abi Dawud. Beliau mengatakan di awalnya:
تَمَسَّكْ بِحَبْلِ اللهِ وَاتَّبِعِ الهُدَى وَلاَ تَكُ بِدْعِيّاً لَعَلَّكَ تُفْلِحُ
وَدِنْ بِكِتَابِ اللهِ وَالسُّنَنِ الَّتِي أَتَتْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ تَنْجُو وَتَرْبَحُ
Berpegang teguhlah pada tali Allah dan ikutilah petunjuk dan jangan kamu menjadi pelaku bid'ah agar kamu beruntung.
Beragamalah dengan dengan dasar kitab Allah ﷻ dan sunnah yang datang dari Rasulullah, maka kamu akan selamat dan beruntung.
Maka, imam Ahmad mengawali dengan pondasi berpegang teguh dengan Manhaj para sahabat Nabi ﷺ, karena merekalah yang terdepan dalam berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka adalah generasi terbaik setelah para nabi, yang memiliki keimanan yang kokoh, ilmu yang dalam, akhlak yang mulia, dan pengorbanan yang luar biasa demi menegakkan agama Islam. Dan merekalah yang paling paham dalam menafsirkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Defenisi paling bagus adalah yang dikemukakan Al Hafizh Ibnu Hajar, yaitu: “Sahabat adalah siapa saja yang berjumpa dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam, walaupun pernah murtad". [Al Ishabah Fi Tamyiz Ash Sahabat dan nukhbatul Fikar, karya Al Hafizh Ibnu Hajar].
Penjelasan Defenisi:
- "Siapa saja", mencakup pria dan wanita, manusia dan jin.
- "Bertemu", baik lama atau sebentar, seperti nabi Isa yang bertemu saat Isra' Miraj. Berarti jika tidak bertemu maka bukan Sahabat seperti Raja Najasi tidak pernah bertemu, tapi tabi'in.
- "Beriman", maka jika tidak beriman seperti Abu Thalib dan Abu Jahal, maka bukan termasuk sahabat.
- "Mati dalam Islam", maka jika murtad seperti Abdullah bin Khathal dan mati dalam keadaan murtad, maka bukan sahabat.
- "Walau pernah murtad", namun mati dalam Islam, seperti Ada seorang sahabat Nabi bernama Asy'ats bin Qais yang pernah murtad setelah wafatnya Nabi Muhammad, tetapi kemudian kembali memeluk Islam setelah diperangi Abu Bakar Ash Shiddiq, maka dia termasuk Sahabat karena yang jadi patokan adalah akhirnya.
Dalil-dalil Keutamaan Para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
- Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 100:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)
Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Mereka telah diberikan anugerah yang begitu besar yakni kesempatan bertemu dan menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak mungkin keliru memilih mereka.
Dalam ilmu hadits, jika ada hadits dari sahabat, langsung diterima, karena keadilan mereka tanpa perlu dicek lagi. Maka, sangat mengherankan jika ada golongan yang mencaci maki sahabat, padahal mereka telah direkomendasikan Allah ﷻ dan Rasul-Nya.
Aqidah Ahli Sunnah terhadap Sahabat Nabi ﷺ
1. Mencintai sahabat Nabi ﷺ, karena mencintai mereka adalah keimanan dan membenci mereka kemunafikan.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya,
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:” آيَةُ الإِيْمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ وَآيَــةُ النِّفَاقِ بُعْضُ الأَنْصَارِ
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tanda keimanan adalah cinta kepada kaum Anshar. Dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar”. (HR. Al-Bukhari)
Maka, golongan zindiq adalah golongan yang ingin menjauhkan Umat dari sahabat, karena dari merekalah hadits-hadits Nabi ﷺ sampai kepada kita terutama, Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan Aisyah Radhiyallahu’anha yang meriwayatkan banyak hadits.
Maka, Abu Zur'ah Ar-Razi rahimahullah pernah berkata, jika ada seseorang yang membenci sahabat, maka ketahuilah dia adalah zindiq.
2. Mendo'akan sahabat Nabi ﷺ.
Karena puncak kecintaan adalah do'a. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr Ayat 10:
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".
Doa agar hati bersih:
وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ قَلْبِي
Waslul sakhiimata qolbi
Ya Allah cabutlah dari hatiku penyakit-penyakit hati.
(HR Ahmad no 1997, Ibnu Majah no 3830, Abu Daud no 1510, dan dishahihkan oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad).
Maka, do'a kepada para sahabat adalah Radhiyallahu’anhum Seperti tersirat dalam surat At-Taubah ayat 100.
3. Memuji dan tidak Mencela Mereka
Allah melaknat orang yang mencela sahabat, sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah.[Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, no. 1001, hlm. 2/469 dan dihasankan Al Albani dalam Dzilalil Jannah Fi Takhrij As Sunnah, 2/469.]
Konsekuensi mencela sahabat adalah:
- Mencela Allah ﷻ karena Allah ﷻ meridhai mereka.
- Mencela Rasulullah ﷺ karena mereka sahabat Nabi ﷺ.
- Mencela agama karena mereka lah pengemban risalah pertama.
- Mencela Sahabat itu sendiri
Jangankan, mencela sahabat, mencela ayam jantan pun dilarang. Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu ’Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda,
لا تَسُبُّوا الدِّيْك فإنه يُوْقِظ للصلاة
“Janganlah kalian mencela ayam jantan. Sesungguhnya dia membangunkan untuk shalat.” (HR. Abu Dawud di dalam Sunan Abu Dawud)
4. Berpegang teguh dan mengikuti jejak mereka
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 115:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِي اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ » [أخرجه الترمذي وأبو داود]
“Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (pada pemimpin) walaupun seorang budak Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang hidup sesudahku, dirinya akan menjumpai perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapat pentunjuk. Berpegang teguhlah dengannya, gigitlah dengan gigi geraham. Hati-hati kalian dari perkara yang baru dalam agama, sesungguhnya setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat“. (HR Abu Dawud no: 4607. at-Tirmidzi no: 2676. Beliau berkata hadits hasan shahih).
Khulafaur rasyidin adalah para sahabat Nabi ﷺ.
Dan Rasulullah sahalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
إقْتَدُوا باللذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أبي بكْرٍ و عُمَرَ.
"Ikutilah dua orang setelahku yaitu Abu Bakar dan Umar."
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum merupakan orang-orang yang menyaksikan turunnya wahyu (al-Qur’an) dan menyaksikan langsung petunjuk Rasulullah yang mulia shalallahu ‘alaihi wasallam yang dengannya mereka memahami penafsiran wahyu dengan tepat.
Bagaimana Cara Berpegang Teguh dengan Sahabat
Mewujudkan hal itu dengan 7 hal:
1. Mencintai Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ.
قال الإمام مالك رحمه الله : ” كان السلف يعلمون أولادهم حب أبي بكر وعمر كما يعلمونهم السورة من القرآن “.
📘شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة لللالكائي ( رقم : 2325 ).
al-Imam Malik rahimahullah berkata, “Dulu para Salaf mengajarkan kepada anak-anak mereka kecintaan kepada Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana mengajarkan kepada mereka satu surat dari al-Qur’an.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah – al-Laalikaai, no. 2325).
2. Mentaati Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ.
Maka apa yang mereka perintah kita lakukan dan apa yang dilarang kita tinggalkan.
3. Mengilmui Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ.
Tidak ada ketaatan jika tidak ada ilmunya, maka harus bersemangat, mempelajari Al-Qur'an dan Sunnah.
4. Mengagungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ.
Jangan sampai kita ihtihza yang berarti memperolok-olok, mengejek, atau merendahkan agama Islam, istihza' terhadap Allah, Rasulullah, Al-Quran, sebagai perbuatan yang sangat tercela dan dapat mengeluarkan seseorang dari Islam.
5. Meyakini bahwa tidak ada jalur hidayah kecuali lewat mereka (Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Barangsiapa yang memisahkan diri dari dalil, maka ia akan tersesat dari jalan yang lurus".
6. Memahami dengan benar.
Semua pemahaman yang menyelisihi para sahabat adalah menyimpang. Seperti cara memahami surat Al-Hijr ayat 99.
Allah ta’ala berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin” (QS. Al-Hijr: 99).
Al-yaqin dalam ayat ini maknanya adalah al-maut (kematian). Ini ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits dari Ummul ‘Ala, bibi dari Hizam bin Hakim.
Ayat ini juga bantahan untuk orang-orang sufi dan yang semisal mereka, yang memaknai secara keliru ayat di atas. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: “Orang-orang malahidah (atheis) berdalil secara keliru dengan ayat di atas, karena menafsirkan al yaqin dengan al ma’rifah (mengenal). Jika seseorang sudah sampai pada derajat mengenal Allah maka gugur darinya beban syariat. Ini adalah kekufuran, kesesatan dan kejahilan".
7. Tegar dan istiqomah berpegang teguh Al-Qur’an dan As-Sunnah dan para sahabat Nabi ﷺ sampai akhir hayat.
*****
2. Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah sesat
Setelah Imam Ahmad menganjurkan untuk berpegang teguh dengan Sunnah Nabi dan Sahabat, beliau memperingatkan dari kebidanan, ini persis seperti wasiat perpisahan Nabi:
فَقَالَ : «أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Maka Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah itu adalah sesat.”
Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh Imam-imam Ahlul Hadits, di antaranya adalah Imam Ahmad dalam Musnadnya 7/126-127, Imam Abu Dâwud no. 4607) dan ini lafazhnya, Imam at-Tirmidzi no. 2676, Imam Ibnu Mâjah no. 42, Imam ad-Dârimi 1/44, Imam Ibnu Hibbân dalam Shahîhnya no. 5, at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 102.
Hadits ini penting sekali dalam berpegang teguh dengan Sunnah Nabi dan Sahabat dan memperingatkan kebidanan. Ini berarti menggabung antara mewujudkan kebaikan dan menolak kerusakan.
Agama dibangun di atas dua hal: Menggapai kebaikan dan membendung kerusakan. Dan menjauhi bid'ah berarti membendung kerusakan.
Menjauhi bid'ah mencakup Aqidah, amalan-amalan dan ucapan. Yaitu segala hal yang baru dalam agama yang tidak ada contohnya dari sahabat. Adapun urusan dunia, bukan bid'ah secara istilah, namun bid'ah secara bahasa.
Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama,
الأصل في العبادات التحريم
“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’âmalah adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya)
1. Menuduh Islam belum sempurna.
Imam Malik berkata, "Barangsiapa mengadakan sesuatu yang baru (bid'ah) di dalam agama ini sedangkan ia menganggap baik perbuatan tersebut maka sungguh ia telah menuduh Nabi Muhammad telah berbuat khianat, karena Allah ta'ala telah berfirman,
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu." (QS. al-Maidah: 3). Maka perkara yang pada hari ayat ini diturunkan bukan agama maka sekarang juga bukan merupakan agama." (Al-I'tishom, 1/49, dinukil dari 'Ilmu Usul Bida', 20)
2. Menuduh Rasulullah ﷺ berkhianat.
Ini adalah tuduhan yang sangat berat, karena Rasulullah ﷺ adalah seorang yang sangat terpercaya. Sabda Nabi ﷺ
أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Ucapan Beliau ﷺ: Apakah kalian tidak percaya kepadaku sedangkan aku adalah orang yang dipercaya oleh Dzat yang ada di atas. (Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim).
3. Menjadikan tandingan dalam membuat syari'at Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura Ayat 21:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَٰٓؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ ۚ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?
4. Menyebabkan perpecahan.
Dan yang tertuduh biasanya Ahlussunnah. Padahal ahlul bid’ah yang memecah belah karena patokan mereka hawa nafsu dan akal, sementara keduanya memiliki standar yang berbeda-beda.
5. Mematikan sunnah.
Seorang tabi’in, Hasan bin ‘Athiyah rahimahullah mengatakan,
ما ابتدع قوم بدعة في دينهم إلا نزع الله من سنتهم مثلها ولا يعيدها إليهم إلى يوم القيامة
“Tidaklah suatu kaum melakukan suatu perkara yang diada-adakan dalam urusan agama mereka (bid’ah) melainkan Allah akan mencabut suatu sunah yang semisal dari lingkungan mereka. Allah tidak akan mengembalikan sunah itu kepada mereka sampai kiamat.” (Lammud Durril Mantsur, hal. 21).
6. Bid'ah lebih disukai iblis daripada maksiat.
Perkataan seorang tabiin bernama Sufyan ats Tsauri:
قال وسمعت يحيى بن يمان يقول سمعت سفيان يقول : البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi tobat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.4334. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 54).
Hal itu karena pelaku bid'ah meyakini bahwa perbuatannya benar, ibadah dan berpahala sehingga susah taubatnya, berbeda dengan pelaku maksiat yang mengakui kalau dirinya salah sehingga mudah untuk bertaubat.
1. Kejahilan
Ibnul Jauzi rahimahullah menyatakan,
اعلم أن أول تلبيس إبليس على الناس صدهم عن العلم؛ لأن العلم نور فإذا أطفأ مصابيحهم خبطهم في الظلام كيف شاء
Ketahuilah bahwa tipu daya Iblis yang pertama kali terhadap manusia adalah menghalangi mereka dari ilmu agama. Karena ilmu adalah cahaya sehingga jika Iblis telah berhasil memadamkan cahaya lampu manusia, dia pun akan menjerumuskan mereka dalam kegelapan sekehendaknya.” [Talbis Iblis 1/289]
2. Tokoh agama yang sesat dan menyesatkan.
Abdullah bin Al Mu'taz rahimahullah berkata: “Ketergelinciran orang berilmu bagaikan kapal yang bocor, kapalnya akan tenggelam dan tenggelam juga para penumpangnya yang banyak”. (Faqih wal Mutafaqqih, Al Khathib Al Baghdadi 2/27).
3. Adat istiadat yang bertentangan dengan syari'at.
Adat istiadat sebenarnya boleh saja asal tidak bertentangan dengan syari'at.
4. Mengikuti hawa nafsu
Maka ahli bid'ah disebut sebagai ahlul ahwa. Tidak ada standar yang jelas dan ini adalah sumber penyimpangan.
5. Berpaling dari pemahaman para sahabat.
Alangkah indahnya ucapan seorang penyair yang berkata:
فَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلف
وَكُلُّ شَرٍّ فِي اتِّبَاعِ مَنْ خَلَفَ
Semua kebaikan (hanya dapat dicapai) dengan mengikuti (manhaj) salaf
Dan semua keburukan ada pada perbuatan bid’ah orang-orang khalaf (belakangan).
6. Tasyabuh dengan orang-orang kafir
Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)
Kaidah-kaidah dalam Memahami Bid'ah
1. Hukum asal ibadah terlarang
Ini adalah kaidah penting dan separuh agama tercukupi.
الأصل في العبادات التحريم
“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
2. Tidak ada dalam syari'at ini bid'ah yang hasanah.
Karena Nabi ﷺ mengatakan:
وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
seburuk-buruk perkara adalah perkara yang di ada-adakan secara baru dalam urusan agama, dan setiap yang bid’ah adalah sesat
Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma mengatakan:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah itu sesat walaupun manusia menganggapnya baik” [Diriwayatkan oleh Al Lalikai dalam I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah (1/92), dishahihkan oleh Al Albani dalam Ahkamil Jana’iz (hal.200)].
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ bermakna semua bid'ah tercela.
3. Sederhana dalam sunnah lebih baik dari pada semangat dalam bid'ah
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata,
الِاقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الِاجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
“Sederhana dalam (menjalankan) As-Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam (melakukan) bid’ah.” Al-Ibanah 1/320 no. 161.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Mulk Ayat 2:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Allah tidak mengatakan "yang paling banyak" namun "paling baik amalnya" yaitu paling ikhlas dan mutaba'ah.
4. Niat yang baik tidak merubah bid'ah menjadi baik.
Ibnu Mas’ud menyanggah perkataan mereka yang berdzikir Jama’ah sambil berkata,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid)
5. Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama bukan menjadi alasan adanya bid'ah.
Karena bisa jadi ulama tergelincir dalam pemahaman dan kita bukan berhujah kepada ulama, tetapi Al-Qur'an dan Sunnah.
6. Tersebarnya kebid’ahan di tengah masyarakat tidak menunjukkan bolehnya bid'ah.
Standar kebenaran bukan banyaknya pengikut. Sejatinya yang berpegang teguh pada kebenaran hanyalah sedikit.
وَمَا آَمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. ” (QS. Hud: 40).
Dan Allah berfirman:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِى ٱلْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. Al An'am: 116)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم