بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Masjid Al-Ukhuwah - Rodja
🎙 Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
🗓 Bandung, 16 Muharram 1447 / 11 Juli 2025
Agama adalah Nasihat: Nasihat kepada Penguasa
Melanjutkan pembahasan Agama adalah nasihat.
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” (diulang 3x), Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 55]
Nasihat adalah memberi nush kepada orang lain. Nush adalah seseorang menginginkan kebaikan bagi saudaranya, mengajak untuk melakukan kebaikan, menjelaskan dan memberikan dorongan untuk melakukan kebaikan tersebut.
Telah berlalu pembahasan nasehat kepada Allah ﷻ, Kitab Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ, kemudian dilanjutkan dengan nasihat kepada pemimpin (Imam).
Telah diterangkan ada 2 jenis imam: imam agama (ulama) dan penguasa (umara). Dan penguasa muslim memiliki 2 hak:
- Hak muslim atas muslim.
- Hak penguasa yang memimpin urusan dunia dan akhirat.
Maka nasihat kepada penguasa adalah wajib dengan catatan:
Allah ﷻ berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu. (QS. An-Nisa[4]: 59)
Iman di sini adalah bukan iman yang sempurna, tetapi iman secara mutlak (umum) asal ada iman sekecil apapun walaupun fasik atau dzalim. Sama halnya perintah pada puasa kepada orang-orang mukmin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
Asal taat dalam hal yang makruf. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari no. 7257)
Dalam sebuah hadits dijelaskan:ari Ka’ab bin Ujrah dia berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ دَخَلَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ وَبَيْنَنَا وِسَادَةٌ مِنْ أَدَمٍ فَقَالَ إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكِذْبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَيُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Rasulullah ﷺ pernah keluar atau masuk menemui kami, ketika itu kami berjumlah sembilan orang. Dan di antara kami ada bantal dari kulit. Rasulullah ﷺ lalu bersabda:
“Sesungguhnya akan ada setelahku para pemimpin yang berdusta dan dzalim. Barangsiapa mendatangi mereka kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezalimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Serta dia tidak akan minum dari telagaku. Dan barangsiapa tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu mereka dalam berbuat kezaliman, maka dia adalah dari golonganku dan aku adalah dari golongannya. Dan kelak dia akan minum dari telagaku.”
(HR Ahmad No: 17424 ), Status: Hadis Sahih, diiwayatkan oleh Abu Abdallah Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Hanbal (w.246) Musnad Ahmad 37/79; Diriwayatkan Imam Nasa’I No 4136 dan No 4137 , Sunan Nasa 13/119).
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan hadits di atas dengan mengatakan,
فإذا دخل عليهم بالتوجيه والإرشاد وتخفيف الشر؛ هذا هو المطلوب، أما إذا دخل عليهم ليعينهم على الظلم ويصدقهم بالكذب فهذا هو المذموم، نسأل الله العافية
“Ketika seseorang menemui pemimpin untuk memberi nasehat, membimbingnya, dan meminimalkan keburukan, maka inilah yang dituntut. Adapun jika seseorang menemui pemimpin untuk menolong mereka berbuat kezaliman atau membenarkan kedustaan, maka inilah yang dicela. Nas’alullah al-‘afiyah.” (Fatawa Ad-Durus)
Dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu ’anha, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
ستكونُ أمراءُ . فتعرفونَِ وتُنْكرونَ . فمن عَرِف بَرِئ . ومن نَكِرَ سَلِمَ . ولكن من رَضِي وتابعَ قالوا : أفلا نقاتلهُم ؟ قال : لا . ما صلوا
“Akan ada para pemimpin kelak. Kalian mengenal mereka dan mengingkari perbuatan mereka. Siapa yang membenci kekeliruannya, maka ia terlepas dari dosa. Siapa yang mengingkarinya, maka ia selamat. Namun, yang rida dan mengikutinya, itulah yang tidak selamat”. Para sahabat bertanya, “Apakah kita perangi saja pemimpin seperti itu?” Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat.” (HR. Muslim no. 1854)
Maka, salah satu bentuk nasehat kepada penguasa adalah tidak membela dalam hal yang salah, tetapi diingatkan.
2. Menahan Diri dari Menyebar Keburukan Pemimpin
Yang harus dilakukan, jika bisa mengoreksi secara langsung, maka lakukanlah, jika tidak bisa, gunakan tulisan (surat), jika tidak, sampaikan kepada orang yang mampu melakukannya, jika tidak mampu juga, bersabarlah walaupun jahat sekali.
Dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia bersabda,
خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?” Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)
3. Tidak Memerangi dan Mengkudeta Mereka
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
«يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan datang sepeninggalku, para pemimpin yang tidak berjalan di atas petunjukku, tidak mengamalkan sunahku, dan di tengah-tengah mereka akan berdiri orang-orang yang berhati setan dengan jasad manusia.” Hudzaifah bertanya lagi, “Lalu apa yang harus diperbuat wahai Rasulullah, jika aku mendapati masa itu?” Beliau berkata, “Engkau mendengar dan taat kepada pemimpin walau punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, tetaplah mendengar dan taat.” (HR Muslim no.1847)
Ini semua menunjukkan bahwa pemimpin yang berbuat kekeliruan dan kezaliman tidak boleh didukung kekeliruan dan kezalimannya serta tidak boleh diridai. Namun, mereka dinasihati dan diingkari dengan cara-cara yang benar sesuai dengan kemampuan yang tidak menimbulkan pemberontakan dan kekacauan.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan,
ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة وذكر ذلك على المنابر لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف ، ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع ، ولكن الطريقة المتبعة عند السلف النصيحة فيما بينهم وبين السلطان ، والكتابة إليه ، أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير
“Bukan termasuk manhaj salaf, menyebarkan aib-aib pemerintah dan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal ini akan membawa pada ‘chaos’ (kekacauan) dan akan hilangnya ketaatan pada pemerintah dalam perkara-perkara yang baik. Dan akan membawa kepada perdebatan yang bisa membahayakan dan tidak bermanfaat. Adapun metode yang digunakan para salaf adalah dengan menasihati penguasa secara privat. Dan menulis surat kepada mereka. Atau melalui para ulama yang bisa menyampaikan nasihat kepada mereka, hingga mereka bisa diarahkan kepada kebaikan.”
(Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, 8: 194).
Masalah taat kepada pemimpin yang zalim dan fajir adalah ijmak ulama tidak ada khilafiyah di antara ulama ahlus sunah. An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
أجمع العلماء على وجوب طاعة الأمراء في غير معصية
“Para ulama ijmak akan wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan dalam perkara maksiat.” (Syarah Shahih Muslim, 12: 222)
Beliau juga mengatakan,
وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين وقد تظاهرت الأحاديث بمعنى ما ذكرته وأجمع أهل السنة على أنه لا ينعزل السلطان بالفسق
“Adapun memberontak kepada ulil amri dan memerangi ulil amri, hukumnya haram berdasarkan ijmak ulama. Walaupun ulil amri tersebut fasik dan zalim. Hadis-hadis yang telah saya sebutkan sangat jelas dan ahlus sunah sudah sepakat tentang tidak bolehnya memberontak kepada penguasa yang fasik.” (Syarah Shahih Muslim, 12: 228).
Maka, salah satu nasihat kepada penguasa adalah tidak boleh memerangi dan mengkudeta mereka.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata:
إذا اغتبت الأمير أو الوزير أو الملك معناها أنك تشحن قلوب الرعية على ولاتهم، هذا سبب لنشر الفوضى بين الناس وتمزقهم، واليوم يكون رميا بالكلام، وغدًا يكون رميا بالسهام!!
"Jika engkau menggunjing pemimpin, atau menteri, atau raja, maka artinya engkau membangkitkan kemarahan hati rakyat terhadap pemerintah mereka, dan yang semacam ini menyebabkan tersebarnya kekacauan diantara manusia dan memecah belah mereka, bisa jadi hari ini serangan dilakukan dengan ucapan, sedangkan besok serangan dilakukan dengan panah (senjata)."
📚 Syarh Riyadhush Shalihin, jilid 6 hlm. 105.
Maka, menyebarkan keburukan penguasa efeknya:
- Mencela penguasa secara pribadi
- Pembelaan dari para pembela penguasa, maka timbul kekacauan.
- Timbulnya ghibah berjama'ah.
- Enggan taat aturan meskipun benar.
5. Mendoakan kebaikan bagi mereka dan tidak mendoakan keburukan atas mereka.
Ada perkataan yang amat bagus dari Al Imam Abu Muhammad Al Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al Barbahari –rahimahullah-dalam kitab beliau Syarhus Sunnah (hal. 113-114),
وإذا رأيت الرجل يدعو على السلطان فاعلم أنه صاحب هوى
Jika engkau melihat seseorang yang mendoakan jelek pada penguasa, ketahuilah bahwa ia adalah ahlul bid’ah,
وإذا سمعت الرجل يدعو للسلطان بالصلاح فاعلم أنه صاحب سنة إن شاء الله
Jika engkau mendengar orang yang mendoakan kebaikan pada penguasanya, ketahuilah bahwa ia adalah ahlus sunnah,
يقول فضيل بن عياض لو كان لي دعوة مستجابة ما جعلتها الا في السلطان
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Seandainya aku memiliki satu doa yang mustajab (terkabulkan), tentu akan kutujukan doa tersebut pada pemimpin.”
قيل له يا أبا علي فسر لنا هذا قال إذا جعلتها في نفسي لم تعدني وإذا جعلتها في السلطان صلح فصلح بصلاحه العباد والبلاد
Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu? Jelaskanlah pada kami.” Beliau menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”
فأمرنا أن ندعو لهم بالصلاح ولم نؤمر أن ندعو عليهم وإن جاروا وظلموا لأن جورهم وظلمهم على أنفسهم وصلاحهم لأنفسهم وللمسلمين
Maka kami diperintah untuk mendoakan kebaikan pada pemimpin dan tidak diperintah untuk mendoakan jelek untuk mereka. Jika mereka berbuat zalim, kezaliman itu mereka akan tanggung sendiri. Namun jika mereka baik, maka kebaikannya akan tertuju pada diri mereka dan kaum muslimin secara umum.
Maka, benarlah apa yang dikatakan oleh Ka’ab Al-Ahbar Radhiyallahu’anhu,
“Sungguh pada setiap masa pasti ada raja atau pemimpin yang dijadikan oleh Allah sesuai dengan (keadaan) hati rakyatnya. Jika Allah Ta’ala menghendaki kebaikan untuk kaum tersebut, niscaya Dia akan mengutus yang melakukan perbaikan.
Namun, jika menghendaki kehancuran atas mereka, niscaya Allah akan mengutus mutrafa.” Ka’ab kemudian membaca surat Al-Isrâ’ (17) ayat ke-16. (Syu’abul Imân, No. 7389, Imam Al-Baihaqi)
Surat Al-Isra Ayat 16:
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Dalam Surat Al-An’am Ayat 129:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّى بَعْضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعْضًۢا بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.
Ibnu Zaid rahimahullah saat menjelaskan ayat ini menyatakan, tentang penafsiran ayat ini, bahwa Allah menjadikan teman manusia sesuai dengan amal mereka. Jadi orang mukmin adalah teman orang mukmin lain dimanapun dan bagaimanapun keadaannya. Orang kafir adalah teman orang kafir lain, di mana pun dan bagaimanapun keadaanya. Dan keimanan itu bukan hanya dengan angan-angan dan pajangan saja.
Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Miftah Daris Sa'adah 2/177-178,
وتأمل حكمته تعالى في ان جعل ملوك العباد وأمراءهم وولاتهم من جنس اعمالهم بل كأن أعمالهم ظهرت في صور ولاتهم وملوكهم فإن ساتقاموا استقامت ملوكهم وإن عدلوا عدلت عليهم وإن جاروا جارت ملوكهم وولاتهم وإن ظهر فيهم المكر والخديعة فولاتهم كذلك وإن منعوا حقوق الله لديهم وبخلوا بها منعت ملوكهم وولاتهم ما لهم عندهم من الحق ونحلوا بها عليهم وإن اخذوا ممن يستضعفونه مالا يستحقونه في معاملتهم اخذت منهم الملوك مالا يستحقونه وضربت عليهم المكوس والوظائف وكلما يستخرجونه من الضعيف يستخرجه الملوك منهم بالقوة فعمالهم ظهرت في صور اعمالهم وليس في الحكمة الالهية ان يولى على الاشرار الفجار الا من يكون من جنسهم ولما كان الصدر
“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.
Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.
Maka, sholehkan rakyatnya, maka akan didapatkan pemimpin yang shalih.
Tegakkan daulah Islamiyah di dalam dada-dada kalian, maka akan tegak Daulah Islamiyah di negeri kalian!
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم