Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
Ibuku Madrasah Pertamaku

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ringkasan kajian pada Daurah Qatar ke-24 yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits ST. BA. Hafidzahullah. Dengan judul Ibuku Madrasah Pertamaku.

Ibuku Madrasahku

Ibuku Madrasah Pertamaku

Beberapa Kisah Ibunda Para Salaf dalam Mendidik Anak Mereka
Ibu adalah sebuah Madrasah. Ia menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya, Maka jika ibu menyiapkan dengan maksimal maka akan ada output yang berguna bagi masyarakat. Kajian ini membahas beberapa Kisah Ibunda Para Ulama dalam Mendidik Anak-anak Mereka hingga menjadi ulama besar. Kebanyakan dari mereka adalah para janda yang menjaga kehormatannya meskipun dengan keterbatasan harta dan kemampuan.

Ibu adalah sebuah Madrasah. Ia menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya, Maka jika ibu menyiapkan dengan maksimal maka akan ada output yang berguna bagi masyarakat.

Bahkan do’a para ibadurrahman diabadikan Allâh ﷻ dalam surah Al-Furqan ayat 74.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Wahai Tuhan kami, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami orang-orang yang shalih. Jadikanlah anak keturunan kami suri teladan bagi orang-orang yang shalih.”

Para hamba Allah yang Maha Pengasih (ibadurrahman) mereka memiliki karakteristik yang kuat dalam menentukan visi, tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk keluarga terdekatnya seperti para istri dan anak.

Sehingga Rasulullah ﷺ memberikan guide agar mencari bibit unggul sebelum menikah: Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” [HR. Al-Bukhari (no. 5090) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1466) kitab ar-Radhaa’ ]

💡 Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, karena lelaki punya karakter kerja di luar.

Rasulullah ﷺ bersabda,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )

Karena seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin dari suaminya. Dan semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.

Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Definisi Wanita Shalihah

ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ

Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). (QS An Nisa ayat 34).

Dari ayat ini, ada dua karakter wanita shalihah: dia taat kepada Allâh ﷻ dan pandai menjaga dirinya.

Berikut beberapa contoh kisah wanita shalihah sebagai ibrah diri kita dan saudara kita:

Ibunda Rabi’ah bin Abu Abdurrahman Farrukh at-Taimi al-Madani

Rabi’ah bin Abu Abdurrahman Farrukh juga dikenal sebagai Rabi’ah ar-Ra’yi, adalah salah seorang Tabi’in. Kata “Ar-Ra’yi” artinya akal dan logika, karena beliau sering menggunakan kias.

Ayahnya Rabi’ah yang bernama Farrukh, ikut serta dalam ekspedisi kaum muslimin menuju khurasan untuk berperang. Farrukh, sang ayah, meninggalkan bekal sebanyak 30 ribu dinar kepada bundanya, Suhaila. Ibunya mendidik Rabi’ah dengan ilmu agama dan berguru kepada para masaikh.

Setelah sekitar 27 tahun pergi berjihad, pulanglah Farrukh ke Madinah, tempat isteri dan anaknya ia tinggalkan. Ketika hendak pulang dari masjid, ia melihat orang-orang berkumpul di Masjid Nabawi. Rupanya mereka tengah mendengarkan pemaparan ilmu dari seorang ustad muda. diantara jama’ah, hadir pula Malik bin Anas, Abu Hanifah an-Nu’man, Yahya bin Sa’id al-Anshari, Sufyan ats-Tsauri, Abdurrahman bin Amru al-Auza’i, Laits bin Sa’id dan lain-lain.

Ia bergegas pulang. Sang isteri pun heran melihat perilaku Farrukh. “Ada apa wahai Abu Abdirrahman?” Beliau menjawab, “Tidak apa-apa, aku melihat putraku berada dalam kedudukan ilmu dan kehormatan yang tinggi, yang tidak kulihat pada orang lain.” Sang isteri melanjutkan, “Menurut Anda manakah yang lebih Anda sukai, uang 30 ribu dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?” Farrukh berkata, “Demi Allah, bahkan ini lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya.”

Ibunda Imam Malik Rahimahullah

Adalah Imam Malik (Imam Darul hijrah) merupakan seorang pembelajar yang berakhlak mulia. Ia salah satu imam dari empat mazhab Ahsunnahwal Jamaah . Dan guru besar dari Imam Asy-Syafi’i.

Imam Malik awalnya berkeinginan untuk menjadi penyanyi, tetapi ibunya menyarankan untuk menjadi ahli Fiqh. Karena penyanyi akan ditinggalkan jika wajahnya sudah jelek (tua).

Ibunda Imam Malik bin Anas bernama ‘Aliyah. Ia adalah ibu yang benar-benar memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Ia juga memahami bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar.

Dalam suatu riwayat, Imam Malik berkata, “Aku berpamitan pada Ibuku untuk pergi mencari dan mencatat ilmu. Ibu berkata, “Kemarilah Nak, kenakanlah pakaian yang pantas bagi seorang penuntut ilmu.”

Kemudian Ibu mengenakanku pakaian yang baik, juga memakaikan sorban di kepalaku . Lalu beliau berkata, “Nah, sekarang pergilah kepada gurumu Rabi’ah untuk menuntut ilmu. Tapi ingat Nak, belajarlah dahulu akhlak darinya sebelum kau menyerap ilmunya.”

Dari kisah ini, ibunda imam malik memberi contoh untuk mengarahkan anak sesuai dengan Kaidah-kaidah agama.

Akan tetapi jangan memaksakan kehendak jika memang tidak melanggar kaidah agama. Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud berkata hendaknya orang tua mengarahkan anak-anak sesuai dengan minat dan bakat si anak.

Dalam suatu kisah, Imam Malik menjaga adab dalam masalah agama, ketika beliau diajak berdiskusi dalam masalah agama, beliau akan bersuci dan mengenakan pakaian yang rapi.

Ibunda Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah

Beliau bergelar Amirul mukminin fil hadits, beliau anak yatim sejak kecil, miskin tetapi kaya ilmu. Beliau tidak punya nafkah untuk dia dan ibunya. Sosok besar Imam Sufyan ats-Tsauri adalah hasil didikan dari ibundanya.

Dikisahkan ketika imam Sufyan at-Tsauri menginjak usia dewasa jiwanya mulai mengalami futur dalam sisi hartanya karena dalam dirinya beliau memiliki ghiroh yang sangat besar dalam menuntut ilmu, beliau adalah orang yang cerdas dan memiliki semangat namun beliau futur dari sisi harta karena beliau bukan berasal dari kalangan yang berada.

Dan Allah pun menjawab doa imam Sufyan ats-Tsauri dengan memberikan kepada beliau seorang ibu yang shalih, maka saat itu pula ibunda sufyan ats-tsauri berkata, Wahai putraku, tuntutlah ilmu, dan aku siap membiayaimu dari pintalanku. Wahai putraku, jika engkau telah menulis 10 kalimat, maka perhatikanlah; apakah engkau bertambah takut, sabar, dan sopan? Jika tidak demikian, maka ketahuilah bahwa semua kalimat tadi akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.

▪️ Faedah: Kesabaran keluarga miskin dengan pengorbanan ibunya, agar mau belajar agama.

Fatimah bintu Azd : Ibunda Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah

Imam Syafi’i rahimahullah terkenal dengan bapak Ushul Fiqih, yang fenomenal adalah kitab Ar-Risalah yang tergabung dalam kitab Al-Umm. Yang merupakan kumpulan dari pertanyaan-pertanyaan melalui surat.

Beliau yatim sejak kecil di Ghaza (Palestina), dan lingkungan beliau kurang dengan majelis ilmu, hingga hijrah ke kota Mekah.

Syafi’i belajar bahasa Arab dengan suku badui agar bahasa Arab nya murni. Dia dibesarkan di antara suku Banu Huzayl di Makakh yang sesuai dengan banyak suku Arab di era itu sangat berpengalaman dalam seni bahasa, sebuah tradisi yang disampaikan kepada Imam Syafi’i yang juga menjadi sangat mahir dalam hal itu.

Beliau belajar dari Imam Malik Rahimahullah dan menghafal kitab Muwatha’. Ibundanya tidak mampu membelikan kertas. Suatu saat karena kehilangan tinta, beliau menulis dengan air liur, dan segera hilang tulisannya. Akan tetapi tetap diingat di otak imam Syafi’i.

Sofiah bintu Maimunah: Ibunda Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Juga terkenal dengan kecerdasannya, beliau mampu menghafal sejuta hadits lengkap dengan sanadnya.

Imam Syafi’i berkata, ‘‘Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara, lebih fakih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”

Beliau sudah yatim sejak kecil, dan ibunya bertahan untuk tidak menikah, Ibunda Imam Ahmad selalu merebus air hangat untuk mandi sebelum subuh, kemudian mengantar imam Ahmad ke masjid karena jauh dan ibunya menunggu sampai selesai halaqah subuh selesai.

💡 Kita lihat kisah, ibunda para ulama yang rata-rata janda dan mendidik anak-anak mereka hingga menjadi ulama besar.

Kisah kejujuran wanita shalihah

Ketika Umar bin Khattab radhiallahu anhu pada masa kekuasannya melarang mencampur laban (susu) dengan air, suatu malam dia mengelilingi kota Madinah. Kemudian dia bersandar di sebuah dinding untuk beristirahat. Ternyata seorang wanita sedang berpesan kepada puterinya untuk mencampur laban dengan air. Maka sang puteri tersebut berkata, ‘Bagaimana aku mencampurnya sedangkan Amirul Mukminin melarang hal tersebut.” Lalu wanita tersebut berkata, “Amirul Mukminin tidak mengetahuinya.” Maka sang anak menjawab, “Jika Umar tidak mengetahuinya, maka Tuhannya Umar mengetahuinya. Aku tidak akan melaksanakannya selama hal tersebut telah dilarang.”

Ucapan sang anak perempuan tersebut sang berkesan di hati Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Maka di pagi harinya dia memanggil puteranya bernama Ashim, lalu dia ceritakan kejadiannya dan dia beritahu tempatnya, kemudian dia berkata, “Pergilah wahai anakku, nikahilah anak tersebut.” Maka akhirnya Ashim menikahi puteri tersebut, dan dari perkawinan tersebut, lahirlah Abdu Aziz bin Marwan bin Hakam, kamudian darinya lahir Umar bin Abdul Aziz.

Di antara pelajaran dalam kisah ini:
▪️ Kesungguhan kalangan salaf dalam mendidik anak-anak mereka.
▪️ Selalu merasa diawasi Allah dalam sepi dan ramai.
▪️ Tidak mengapa memberikan nasehat kepada kedua orang tua.
▪️ Memilihkan suami atau isteri yang saleh bagi anak laki maupun perempuan.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم