بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Ringkasan kajian ke-2 pada Safari Dakwah di Qatar yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A Hafidzahullah. Dengan judul Malu Perhiasan Wanita.
Malu Perhiasan Wanita
Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.
📖 Daftar Isi:
Ikhwany wa Akhawaty yang semoga dirahmati oleh Allah…
Seperti yang sudah kita ketahui, Islam adalah agama yang sempurna dan tidak ada hal kecil pun yang tidak diatur oleh agama ini. Salah satu hal yang diatur dalam agama Islam adalah wanita. Allah menciptakan wanita sesuai dengan fitrahnya, yaitu menjadi perhiasan dunia dengan keshalihannya, dan malu adalah salah satu dari ciri keshalihan tersebut.
Apalagi di zaman medsos seperti sekarang ini, banyak para wanita yang hilang sudah sifat malunya dan ini berimbas kepada anak-anak yang terpengaruh hingga hilang rasa malunya. Seperti boneka-boneka yang membuka aurat.
Urgensi Sifat Malu
Malu adalah akhlak Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”
Shahîh: HR.Ibnu Mâjah (no. 4181) dan ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/13-14) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 940).
Malu adalah cabang keimanan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”
Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598), Muslim (no. 35), Abû Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah (no. 57), dari Shahabat Abû Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no. 2800).
Salah satu kebahagiaan adalah dikaruniai isteri dengan sifat malu. Maka, wahai para wanita hiasilah, dengan sifat malu. Jika ada sifat malu, dia akan malu saat rumah berantakan, dia akan malu saat suami melihatnya tidak berdandan, dia akan malu minta uang berlebih kepada suami, dia akan malu melawan suami, dan akhlak lainnya.
Malu Adalah Warisan Para Nabi Terdahulu
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ. رواه البخاري
Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’”
Maksudnya, ini sebagai hikmah kenabian yang sangat agung, yang mengajak kepada rasa malu, yang merupakan satu perkara yang diwariskan oleh para Nabi kepada manusia generasi demi generasi hingga kepada generasi awal umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di antara perkara yang didakwahkan oleh para Nabi terdahulu kepada hamba Allah Azza wa Jalla adalah berakhlak malu.[Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (I/497) dan Qawâ’id wa Fawâ-id (hal. 179-180)].
Sesungguhnya sifat malu ini senantiasa terpuji, dianggap baik, dan diperintahkan serta tidak dihapus dari syari’at-syari’at para nabi terdahulu.[Syarh al-Arba’în (hal. 83) karya Ibnu Daqîq al-‘Îed].
Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ.
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6117) dan Muslim (no. 37/60), dari Shahabat ‘Imran bin Husain.
Karena iman bertingkat-tingkat dan malu bagian dari iman, maka rasa malu setiap wanita pun bertingkat-tingkat yang ini mencerminkan keimanannya.
Kecantikan Wanita
Sebagaimana diketahui, kecantikan wanita ada dua, yaitu fisik dan akhlak. Maka, seorang wanita hendaknya menghiasinya dengan dua kecantikan tersebut.
1. Kecantikan fisik
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “ Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Maka, jika isteri minta ke salon kecantikan, hendaknya suami memfasilitasinya agar mampu menyenangkan suami.
2. Kecantikan bathin (akhlak)
Berbeda dengan kecantikan fisik, kecantikan bathin (akhlak) semakin lama akan semakin indah, meskipun dari segi fisik berkurang. Semakin dewasa, semakin sabar, lebih pengertian dan ketegaran dalam mengurus rumah tangga.
Maka, dalam diri Khadijah terkumpul dua kecantikan ini, hingga Nabi ﷺ selalu menyebut namanya hingga Aisyah cemburu, meskipun fisiknya tua. Kata Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ وَلَقَدْ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي بِثَلَاثِ سِنِينَ لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
“Aku tidak pernah merasa cemburu kepada siapapun melebihi kecemburuanku kepada Khadijah sungguh dia telah wafat tiga tahun sebelum beliau menikahiku. Menurut apa yang aku dengar beliau suka menyebut-nyebutnya.” (HR. Bukhari no. 6004)
Aisyah Radhiallahu’ Anha berkata:
اسْتَأْذَنَتْ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ أُخْتُ خَدِيجَةَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَفَ اسْتِئْذَانَ خَدِيجَةَ فَارْتَاعَ لِذَلِكَ فَقَالَ اللَّهُمَّ هَالَةَ قَالَتْ فَغِرْتُ فَقُلْتُ مَا تَذْكُرُ مِنْ عَجُوزٍ مِنْ عَجَائِزِ قُرَيْشٍ حَمْرَاءِ الشِّدْقَيْنِ هَلَكَتْ فِي الدَّهْرِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Haalah binti Khuwalid, saudara perempuan Khadijah meminta izin Rasulullah ﷺ, lalu beliau teringat cara Khadijah meminta izin.
Beliau tertegun sejenak namun segera berujar: “Ya Allah, ini Halah”. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata; “Aku menjadi cemburu karenanya lalu aku katakan; “Kamu mengingat terus wanita tua dari Quraisy itu dan yang kedua rahangnya telah merah itu (sindiran untuk orang yang sudah tua).
Dia telah lama mati. Padahal Allah telah memberi ganti untukmu dengan yang lebih baik darinya?” (HR. Bukhari no. 3820)
Rasulullah pun menjawab:
مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ
“Allah tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku.
Dan Allah telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain.” (HR. Ahmad no. 23719).
Maka, Khadijah sangat indah di mata Rasulullah ﷺ karena kecantikan akhlaknya. Maka, jagalah akhlak yang semakin tua akan semakin baik, yaitu Rasa Malu.
Kalau semua nabi sepakat, bahwa malu adalah bagian dari syari'at mereka, maka ini menunjukkan kebaikan rasa malu, dan malu semuanya adalah kebaikan.
Wanita Muslimah dan Rasa Malu
Wanita Muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Di dalamnya kaum muslimin bekerjasama untuk memakmurkan bumi dan mendidik generasi dengan kesucian fithrah kewanitaan yang selamat.
Kisah isteri nabi Musa 'alaihi salam
Dikisahkan, Musa melarikan diri dari Mesir setelah memukul hingga mati seorang Mesir yang memukuli budaknya. Karena takut akan murka Firaun dan kabar pembunuhan itu menyebar, ia pergi ke tanah Madyan dan hidup sebagai pendatang.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Qashash Ayat 23:
وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".
Sebagian ahli tafsir menyangka bahwa bapak tua kedua wanita itu adalah Syuaib, namun dibantah karena:
- Secara masa, Musa dan Syuaib tidak sezaman. Nabi Syuaib sezaman dengan nabi Luth.
- Ashabul Aikah (Penyembah pohon) pada zaman nabi Syuaib diazab Allah ﷻ, semuanya mati dan sisa hanya yang beriman. Maka, jika mereka beriman saat mengambil air, tidak akan membiarkan puteri-puteri mereka mengambil air, karena ini tugas laki-laki. Kenyataannya dalam ayat di atas, dua wanita ini malah menunggu, tidak didahulukan.
Dan Musa dalam perjalanannya, Memohon rezeki kepada Allah ﷻ, karena hanya makan dedaunan hingga tubuhnya hijau. Musa bertawasul dalam do'anya:
فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰٓ إِلَى ٱلظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Al-Qur'anul Karim telah mengisyaratkan ketika Allah Ta’ala menceritakan salah satu anak perempuan dari salah seorang bapak dari suku Madyan. Allah Ta’ala berfirman,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, ‘Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak kami)…” [Al-Qashash/28: 25]
Dan kedua wanita itu disebut Allah ﷻ, berjalan dengan sangat malu, dan bertemu Musa dengan menutup wajahnya dan berbicara kepada Musa secara tegas apa adanya sesuai keperluan. Inilah adab berbicara wanita kepada laki-laki non mahram, tidak dibumbui, to the point dan secukupnya.
Dalam ayat selanjutnya :
قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Ahli Tafsir menjelaskan kenapa wanita itu tahu Musa itu kuat dan amanah:
- Musa mampu mengangkat penutup air sendirian, yang sebenarnya hanya bisa dibuka oleh 8 orang.
- Sikapnya yang amanah, dilihat dari cara dia membantu tanpa disuruh. Dan saat berjalan musa di depan, diberi tanda belok kanan atau kiri dengan lemparan kerikil dari belakang oleh wanita tadi.
Akhirnya Musa menikah dengan salah satu wanita tersebut. Ini adalah pelajaran, jangan sedih menjadi wanita pemalu yang selalu di rumah. Wanita shalihah tadi dikirim Allah ﷻ Musa untuk menikahinya, padahal lokasinya jauh. Dengan mahar menggembala kambing ayahnya selama 10 tahun.
Setelahnya, Musa mengajak isterinya Safar dalam ayat 29:
فَلَمَّا قَضَىٰ مُوسَى ٱلْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِۦٓ ءَانَسَ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ ٱمْكُثُوٓا۟ إِنِّىٓ ءَانَسْتُ نَارًا لَّعَلِّىٓ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ
Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan".
Dalam ayat ini Musa sangat menjaga isterinya yang memiliki sifat malu, dengan tidak mengajak sembarangan ke tempat asing.
Pada ayat ini Musa menggunakan bentuk jamak: قَالَ لِأَهْلِهِ ٱمْكُثُوٓا۟, bukan أمكثي ( anti seorang) kamu tunggulah di sini, sama saja dhomir antum sebagai bentuk penghormatan kepada isterinya. Ini dalil suami yang menghormati isterinya karena sifat malu isterinya.
Bukan isteri-isteri zaman now, suaminya lagi kerja, isterinya TikTok an, Lihat film Korea, lihat film Bolywood atau lainya.
Sifat Malu Mariyam
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Maryam Ayat 16-21:
وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ مَرْيَمَ إِذِ ٱنتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا. فَٱتَّخَذَتْ مِن دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَآ إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا. قَالَتْ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِٱلرَّحْمَٰنِ مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيًّا. قَالَ إِنَّمَآ أَنَا۠ رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَٰمًا زَكِيًّا. قَالَتْ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلَٰمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِى بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا. قَالَ كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَىَّ هَيِّنٌ ۖ وَلِنَجْعَلَهُۥٓ ءَايَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا ۚ وَكَانَ أَمْرًا مَّقْضِيًّا
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa".Ia (jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".
Dari ayat ini diketahui sifat pemalu Maryam, yang tidak berinteraksi dengan manusia.
Tatkala Maryam di kamar, datang Jibril yang menjelma menjadi laki-laki yang sempurna, karena keshalihannya spontan Maryam berkata kepadanya dengan rasa takut: “Aku berlindung kepada Allah agar kamu tidak menyakitiku jika kamu adalah orang yang takut dan taat kepada Allah.”
Jibril menjawab untuk menenangkannya: “Aku adalah malaikat yang diutus Allah kepadamu, untuk memberimu seorang anak yang bersih dari dosa.”
Maryam merasa heran dan berkata: “Dari mana dan bagaimana aku akan melahirkan seorang anak, sedangkan tidak ada orang yang pernah menyentuhku dan aku juga tidaklah orang yang berbuat keji?”
Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".
Sifat Malu Shahabiyah
1. Sifat Malu Aisyah Radhiyallahu’anha
Tatkala Nabi ﷺ wafat, beliau di makamkan di kamarnya, demikian juga tatkala Abu Bakar ayahnya wafat dimakamkan di sampingnya, dan kemudian Umar Juga dimakamkan disamping Abu Bakar. Maka dikisahkan tatkala Aisyah masuk rumahnya, beliau kencangkan jilbabnya meskipun Umar telah meninggal. Ini menunjukkan sifat malu yang dimiliki Aisyah Radhiyallahu’anha. Hingga akhirnya keluar dari rumah tersebut.
2. Sifat Malu Ummu Salamah Radhiyallahu’anha
Pertemuan Ummu Salamah dan Utsman bin Abi Thalhah terjadi saat Ummu Salamah dalam perjalanan hijrah sendirian dari Mekah ke Madinah untuk menyusul suaminya, Abu Salamah dan dia tidak memiliki mahram. Utsman bin Abi Thalhah, yang saat itu masih musyrik, dengan mulia mengantar Ummu Salamah hingga ke Madinah untuk bertemu suaminya.
Ini dilakukan sejauh sekitar 400 km, tanpa berbicara. Jika ingin istirahat, Abu Thalhah menjauh dan Ummu Salamah turun sendiri. Hingga sampai di kampung suaminya, Abu Thalhah berbicara bahwa ini kampung suamimu.
Ciri-ciri wanita yang Memiliki sifat malu
1. Menjaga suara
Segala keindahan yang terdapat dalam diri seorang wanita harus dijaga, bahkan hal yang dianggap remeh pun seperti “suara”. Tanpa pernah kita sadari, suara juga bisa mendatangkan fitnah, meskipun suara itu keluar bukan dimaksudkan secara khusus untuk melagukannya atau untuk menarik perhatian. Untuk itu Allah telah melarang kaum Hawa untuk berlemah lembut dalam berbicara dengan laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, seperti firman-Nya,
يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ ۚ إِنِ ٱتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِٱلْقَوْلِ فَيَطْمَعَ ٱلَّذِى فِى قَلْبِهِۦ مَرَضٌ
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS. Al-Ahzab: 32)
Ayat ini turun untuk memperingatkan kita agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara kita. Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahramnya, Peringatan itu pun semula Allah turunkan untuk laki-laki di zaman Nabi yang kita tahu bahwa keimanan mereka lebih kuat dan akhlaknya lebih bagus daripada laki-laki di zaman sekarang.
2. Tidak suka keluar rumah
Wahai saudariku muslimah, renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).
Maka, Wanita semakin di rumah semakin mulia. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa makna ayat di atas artinya tetaplah di rumah-rumah kalian dan janganlah keluar tanpa ada kebutuhan syar'i.
Akhlak mulia bisa diraih dengan latihan. Menuntut ilmu merupakan salah satu cara untuk meraih akhlak mulia. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “kesantunan dapat diraih dengan melatih diri untuk santun sebagaimana ilmu dapat diraih dengan menuntutnya dan mempelajarinya.”
Agar Memiliki Sifat Malu
1. Berdo'a
Sikap seorang muslim adalah tetap terus berdo’a karena Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a. Dan yang penting untuk didoakan adalah sifat malu.
Semoga doa ketika bercermin ini dapat memberikan manfaat dan menjadikan kita untuk selalu ingat kepada pencipta alam semesta, dan bisa dirutinkan bagi kita semua:
اَللَّهُـمَّ كَمَا حَسَّـنْتَ خَلْقِـيْ فَحَسِّـنْ خُلُقِـيْ
Allaahumma kamaa hassanta kholqii fa hassin khuluqii
“Ya Allah sebagaimana Engkau telah ciptakan aku dengan baik, maka perbaikilah akhlakku”
Atau bisa juga dengan do'a :
اللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِيْ ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ, وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, tunjukilah aku kepada akhlak yang paling baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau, jauhkanlah dariku akhlak yang jelek, tidak ada yang dapat menjauhkannya dariku kecuali Engkau.” (HR. Muslim 771).
2. Hindari Menonton Film yang Menggerus Rasa Malu
Seperti film-film barat atau drakor, atau apapun yang mempertontonkan kebiasaan kaum kuffar dalam bergaul. Maka, ini menjadikan terbiasa melihat kemungkaran dan akhirnya meniru. Akhlak dan rasa malu hingga hilang.
3. Bergaul dengan teman-teman yang berakhlak malu
Bergaul dengan teman yang berakhlak malu berarti memilih teman yang baik untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta memiliki sikap sopan dan lemah lembut dalam pergaulan. Ini penting karena teman sangat memengaruhi karakter, dan akhlak malu merupakan bagian dari iman yang mendorong perbuatan baik dan menjauhi keburukan.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم