Raih Pahala yang Terus Mengalir

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya.”
(HR. Muslim nomor. 1893)
Jangan hentikan artikel bermafaat cuma sampai kepada anda, tapi beri kesempatan saudara kita untuk turut membaca dan mengambil manfaat dari artikel itu dengan cara anda share artikel tersebut...

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ringkasan kajian ke-3 pada Safari Dakwah di Qatar yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A Hafidzahullah. Dengan judul  10 Kaidah Sabar.

10 Kaidah Sabar

10 Kaidah Sabar

Penjelasan yang Indah tentang 10 Kaidah Sabar
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.”

Video Kajian ini


📖 Daftar Isi:

Topik kali ini kita akan membahas mengenai masalah sabar, yang menurut Imam Ahmad rahimahullah bahwa masalah sabar disebut Allah ﷻ dalam Al-Qur’an lebih dari 90 kali baik berupa perintah, pujian dan pahala bagi orang-orang yang bersabar.

Jika sesuatu disebut dalam Al-Qur’an meskipun sekali adalah sesuatu yang agung, maka bagaimana pula jika disebut lebih dari 90 kali? Dan ibadah yang terus menerus bisa dilakukan adalah sabar dan sabar adalah penyebab masuk ke dalam surga.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar Ayat 10:

أُو۟لَٰٓئِكَ يُجْزَوْنَ ٱلْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا۟ وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَٰمًا

“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.”

Surat Al-Insan Ayat 12:

وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُوا۟ جَنَّةً وَحَرِيرًا

Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,

Sabar adalah ibadah yang agung, dan terkait dengan hati, lisan dan badan. Maka, Allah ﷻ meminta Muhammad bersabar seperti sabarnya para rasul pilihan (Ulul Azmi). Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf Ayat 35:

فَٱصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْعَزْمِ مِنَ ٱلرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.

Para nabi pilihan (Ulul Azmi) adalah teladan. Ulul Azmi adalah gelar untuk rasul pilihan yang memiliki ketabahan luar biasa dalam berdakwah, terdiri dari Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Gelar ini diberikan karena mereka menghadapi berbagai cobaan dan rintangan dengan kesabaran dan keteguhan hati saat menyebarkan ajaran agama Allah.

Maka, sabar bukan ibadah yang biasa, tetapi amalan hati yang sangat mulia. Kita bukan hidup di surga, kita hidup di dunia, sebagai tempat ujian dan cobaan. Allah ﷻ ciptakan dunia untuk menguji kita. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 2:

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allâh menjadikan kamu sebagai khalifah di dunia ini, lalu Dia akan melihat bagaimana kamu berbuat. Maka jagalah dirimu dari (keburukan) dunia, dan jagalah dirimu dari (keburukan) wanita, karena sesungguhnya penyimpangan pertama kali pada Bani Isrâil terjadi berkaitan dengan wanita. [HR Muslim, no. 2742].

Maka, dalam menghadapi dunia, kita perlu bersabar, dan agar kesabaran kita berfaedah dan berpahala, kita perlu mengetahui kaidah-kaidah dalam kesabaran:

1. Sabar dalam Al-Qur’an

Ada tiga model kesabaran dalam Al-Qur'an:

  1. Sabar dalam menjalankan ketaatan (الصَّبْرُ عَلَى طَاعَةِ الله)
  2. Sabar dalam meninggalkan maksiat (الصَّبْرُ عَنْ مَعْصِيَةِ الله)
  3. Sabar dalam menghadapi takdir Allah (musibah) (الصَّبْرُ عَلَى أَقْدَارِ الله)

Dalam surat Al-Insan ayat 7-12,

يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمٗا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرٗا ٧ وَيُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِينٗا وَيَتِيمٗا وَأَسِيرًا ٨ إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءٗ وَلَا شُكُورًا ٩ إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوۡمًا عَبُوسٗا قَمۡطَرِيرٗا ١٠ فَوَقَىٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمِ وَلَقَّىٰهُمۡ نَضۡرَةٗ وَسُرُورٗا ١١ وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةٗ وَحَرِيرٗا ١٢

“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan. (Mereka berkata), ‘Sungguh kami memberi makanan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dan ucapan terima kasih dari kalian. Sungguh kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.’ Lalu Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, juga memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dia memberikan balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra.”

Ayat ini menerangkan sifat yang dimiliki dan perbuatan yang dikerjakan oleh al-abrâr (orang-orang yang melakukan kebajikan) semasa mereka hidup di dunia dan bersabar dalam ketaatannya. Dengan sifat-sifat itu mereka berhak mendapatkan pahala berupa surga.

Maka, ikhlas dalam ketaatan butuh kesabaran.

Demikian juga Sifat-sifat Ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang) dalam akhir surat Al-Furqan meliputi berjalan di bumi dengan rendah hati, sabar dalam menghadapi orang jahil dengan mengucapkan salam, senantiasa bermunajat di malam hari (qiyamul lail), tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, tidak membunuh kecuali yang dihalalkan, tidak berzina, tidak bersaksi palsu, tidak boros maupun pelit, dan selalu merespons nasihat dengan baik. Mereka juga berdoa agar dikaruniai keturunan yang menjadi penyejuk mata dan menjadikan mereka pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

Maka, segala bentuk ketaatan butuh kesabaran, seperti menyambung silaturahmi, berinfak, shalat dan lainnya.

Demikian juga sabar dalam menjauhi maksiat, yaitu dengan menahan diri dari perbuatan-perbuatan terlarang seperti berbohong, berbuat curang, atau berzina, demi menjaga keimanan dan mendapat ridha Allah ﷻ. Kesabaran ini adalah bentuk kekuatan mental dan kontrol diri untuk menolak godaan hawa nafsu demi kebahagiaan abadi di akhirat.

Mana yang paling afdhal diantara bentuk kesabaran?

1. Sabar Ikhtiari الصَّبْرُ الاِخْتِيَارِيُّ - ada pilihan di dalamnya, seperti :
- Kita pegang Hape, mau nonton drakor, klik atau dilewatkan, itu pilihan kita.
- Dalam meninggalkan maksiat, ada pilihan berzina atau tidak.
- Terbangun malam hari, kita mau lanjut tidur atau shalat malam, itu pilihan.
- Ada adzan, kita mau shalat berjama'ah atau lanjut aktivitas, ini pilihan.

2. Sabar terpaksa ( الصَّبْرُ الاِضْطِرَارِيُّ)

Berbeda dengan sabar dalam menghadapi musibah, seseorang yang mengalaminya tidak memiliki pilihan sama sekali sehingga dia harus bersabar dengan terpaksa. Contohnya adalah seseorang yang tertimpa penyakit, dia tidak dapat memilih untuk sakit atau tidak, akan tetapi dia tetap mendapatkan sakit tersebut sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain bersabar.

Maka, Kalau kita berbicara dari jenisnya, maka para ulama menyebutkan bahwa bersabar dalam ketaatan dan meninggalkan maksiat (Sabar Ikhtiari الصَّبْرُ الاِخْتِيَارِيُّ) jauh lebih utama daripada jenis sabar dalam menghadapi musibah.

Oleh karenanya para ulama menyebutkan bahwa sabarnya Nabi Yusuf ‘alaihissalam tatkala digoda oleh istri dari menteri (yang konon namanya adalah Zulaikha) itu lebih berat daripada ketika dia dilemparkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya. Tatkala Nabi Yusuf ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam sumur, dia tidak punya pilihan lain selain bersabar, akan tetapi ketika dia digoda oleh wanita maka dia memiliki pilihan yaitu berzina atau tidak.

Mana yang lebih baik, sabar dalam ketaatan atau menjauhi maksiat? Para ulama menjelaskan sabar dalam ketaatan lebih utama karena dituntut oleh Allah ﷻ untuk dilaksanakan. Tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah (Adzariyat ayat 56) dan meninggalkan maksiat adalah kesempurnaan ibadah.

2. Tingkatan-tingkatan Sabar

Makna , الصَّبْرُ adalah menahan lisan dari kata-kata yang buruk dan menandakan protes terhadap takdir Allah, menahan diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjukkan ketidaksabaran, dan menahan hati untuk tidak suuzan dan marah kepada Allah ketika ditimpa dengan musibah.

Maka, jika kita ditimpa musibah atau ujian, maka ketiga unsur hati, lisan dan perbuatan harus kita tahan agar tidak mencerminkan tidak ridha dengan ujian tersebut.

Maka, jangan Menampar-nampar pipi dan merobek-robek pakaian serta meratapi musibah dan hukumnya haram, tidak boleh dilakukan dan wajib bersabar, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُوْدَ أَوْ شَقَّ الْجُيُوْبَ أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Tidaklah termasuk golongan kami orang yang menampar pipi atau merobek-robek pakaian atau berteriak dengan teriakan Jahiliyah“. [Disepakati keshahihannya : Al-Bukhari dalam Al-Jana’iz 1294, Muslim dalam Al-Iman 103]

Tiga tingkatan sabar:

  1. Bersabar - Hukumnya wajib.
  2. Ridha - Tidak ada gejolak di hati dan ini hukumnya sunnah.
  3. Syukur - dia bersyukur dikasih musibah.

Bedanya: syukur tidak berharap musibah di angkat, hanya berharap pahala. Inilah tingkatan terberat.

Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan kisah wanita yang jarinya terluka dan dia malah tertawa, setelah ditanya, jawabannya dia ingat ganjaran yang besar maka dia tertawa, tidak ingat lukanya. Dia mensyukuri atas lukanya, Subhanallah.

3. Seseorang tidak bisa Bersabar kecuali atas Izin Allah ﷻ

Bahwa segala bentuk kesabaran yang mampu kita lalui karena ada pertolongan Allah ﷻ.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ

“Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.” (QS. An-Nahl : 127)

Saudaraku, ketahuilah bahwa tidak mungkin kita bisa bersabar melangkahkan kaki kita untuk shalat subuh berjamaah di masjid secara berkesinambungan kecuali karena izin Allah Subhanahu wa ta’ala. Tidak mungkin pula seseorang bisa bersabar untuk mengumpulkan uang untuk bisa umrah dan haji kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa ta’ala, karena tentu ujian di hadapannya untuk membeli ini dan itu sungguh sangat banyak. Ketika dia bisa bersabar dari itu semua maka tentunya kesabaran tersebut datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Faedahnya adalah agar kita tidak ujub dan bersandar pada kemampuan diri sendiri.

4. Sabar itu adalah ibadah maka seseorang harus ikhlas.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

“Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Ra’d : 22)

Jika seseorang bersabar karena Allah ﷻ maka dia berhak mendapat pahala. Tetapi, jika ingin dipuji maka dia malah akan berdosa.

Dalam surat Mudatsir ayat 7:

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

  • Jika sabarnya ikhlas, maka bisa bertahan lama. Segala amal yang ikhlas, InshaAllah maka akan bertahan lama.
  • Jika karena Allah ﷻ maka akan terasa lebih ringan.

Dalam hadits Ibnu Hibban :

مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”

Maka, jika sabar diceritakan dan berharap disanjung manusia, pahala akan gugur. Maka, jadikanlah Allah ﷻ sebagai tujuan utama.

Demikian juga jangan sabar karena dunia, seperti sabar karena anak-anak, sabar karena harga diri atau lainya. Jadikan yang utama adalah karena Allah ﷻ kemudian boleh tujuan kedua.

Ibnul Qayyim rahimahullah membahas sabar terkait dengan:

  • Rububiyah: karena yang bisa membuat sabar karena Allah ﷻ.
  • Uluhiyah: karena mencari wajah Allah ﷻ (ini yang lebih utama).

5. Sabar bukan berarti Pasrah (tanpa ikhtiar)

Kesabaran hendaknya disertai usaha dengan tekad yang kuat. Allah berfirman :

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

Maka bersabarlah kamu seperti kesabaran para rasul ulul azmi (QS Al-Ahqoof : 35).

Allah mensifati para rasul yang sabar tersebut dengan “Ulul ‘azmi”, dan ‘azm dalam bahasa Arab artinya tekad yang kuat.

Nabi Nuuh ‘alaihis salaam salah satu dari para rasul ulul azmi, beliau sangat bersabar, bahkan orang terdekat beliau yaitu anak dan istrinya kafir kepada Allah, akan tetapi beliau tidak pasrah diam, bahkan beliau memiliki tekad (azam) yang kuat sehingga beliau berdakwah selama 950 tahun siang dan malam, bahkan beliau tetap berusaha mendakwahi anaknya hingga pada kesempatan yang terakhir, yaitu tatkala banjir telah meliputi bumi.

6. Sabar terkait dengan sikap Hamba

Tidak otomatis saat tertimpa musibah mendapatkan pahala, tetapi ada usaha dari hamba dari sikapnya terhadap musibah. Maka, jika dari musibah yang menimpanya seseorang bisa bersabar, ridha atau bersyukur, maka disitulah pahala akan datang. Jika sebaliknya, maka musibah tersebut akan mengantarkan kepada musibah berikutnya.

7. Sabar tidak ada batasnya

Jika berhenti, maka hilanglah pahala. Maka sabar adalah ibadah seumur hidup.

Maka contohlah kesabaran Nabi Yusuf, Kesabaran Nabi Yusuf Alaihissalam tergambar dalam kemampuannya menghadapi berbagai ujian berat seperti dibuang ke sumur, dijual menjadi budak, difitnah, dan dipenjara, namun tetap teguh beriman, sabar menerima takdir, tidak membenci saudaranya, dan menolak godaan. Kesabaran ini mengajarkan keteguhan hati dalam menjalani cobaan hidup dan keyakinan bahwa Allah selalu memiliki rencana terbaik, seperti yang tercermin dalam kisahnya untuk memaafkan dan tetap berserah diri kepada-Nya.

Lihatlah, Kesabaran Nabi Ayub Alaihissalam adalah sebuah teladan luar biasa dalam menghadapi ujian terberat, seperti penyakit parah, kehilangan harta, dan keluarga. Ia tidak pernah mengeluh, marah, atau menyalahkan Allah ﷻ , melainkan terus berdoa, berserah diri, dan yakin akan pertolongan-Nya. Meskipun penderitaannya berlangsung selama bertahun-tahun (sekitar 18-20 tahun), Nabi Ayub tetap teguh imannya, dan akhirnya Allah menyembuhkannya serta mengembalikan semua yang telah hilang dengan limpahan yang berlipat ganda.

8. Sabar sesungguhnya adalah pada pukulan pertama

Sabar yang Hakiki adalah tatkala pertama kali terkena musibah. Adapun bersabar setelah esok hari…minggu depan…bulan depan…, maka hewanpun bisa melakukannya.

Lihatlah seekor induk ayam tatkala anaknya dimangsa kucing, maka iapun akan gelisah kebingungan dan berteriak-teriak. Akan tetapi keesokan harinya kondisi induk ayam tersebut sudah normal kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallah bersabda :

إِنَّماّ الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى

Hanyalah kesabaran tatkala di awal benturan

Latihlah diri kita tatkala tertimpa musibah apa saja untuk langsung berkata ; Alhamdulillah ‘alaa kulli haal (Segala puji bagi Allah pada seluruh keadaan). Kita mengucapkannya dengan penuh keyakinan bahwa Allah memiliki hikmah yang tinggi dibalik musibah yang menimpa kita.

Imam An-Nawawi tentang hadits di atas, menjelaskan bahwa kesabaran sempurna yang terdapat pahala yang melimpah darinya adalah kesabaran ketika pertama kali mendapatkan musibah. Hal ini disebabkan karena betapa beratnya menerima hal itu.

Kisah kesabaran yang terkenal yang diriwayatkan oleh Muslim dari Sahabat Anas Radhiyallahu’anhu, adalah kesabaran Ummu Sulaim Radhiyallahu’anha, saat putranya meninggal dunia, tetapi ia tidak memberitahukannya kepada suaminya, Abu Thalhah, yang baru saja kembali dari perjalanan.

Ia memilih untuk bersabar dan tetap melayani suaminya dengan baik, bahkan menyambutnya dengan wangi dan tersenyum, dan baru memberitahukan kabar duka itu setelah suaminya beristirahat dan makan.

Kesabaran dan keikhlasannya ini kemudian membuahkan keberkahan, yaitu kehamilan dan kelahiran anak laki-laki mereka yang bernama Abdullah.

Maka tatkala mendapatkan musibah, kita berdoa dengan beberapa kalimat dzikir dan doa:

1. Mengucapkan kalimat dzikir:

إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.”

Kalimat ini merupakan pengakuan bahwa segala sesuatu di dunia ini hanyalah titipan Allah ﷻ , dan pada akhirnya kita semua akan kembali kepada-Nya.

Dengan mengucapkan kalimat ini kita diingatkan untuk berserah kepada takdir Allah ﷻ. Ini membantu hati kita menerima kenyataan dengan lebih ikhlas, mengingat bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya.

2. Setelahnya, kita baca: Alhamdulillah ‘alaa kulli haal (Segala puji bagi Allah pada seluruh keadaan). Kita memandang makna dari hikmah, bahwa kita meyakini ada kesudahan di balik musibah.

3. Mengucapkan dzikir: qodarullah wa maa sya'a fa'ala

Hal ini berdasarkan hadits:

الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, 'Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain.' Akan tetapi katakanlah, 'Allah telah menakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia perbuat.' Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan". (HR. Muslim)

Dari hadits tersebut, bisa kita ketahui bahwa arti qodarullah wa maa sya'a fa'ala adalah Allah telah menakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia perbuat. maka, semuanya sudah terjadi, mau diapain tidak mungkin berubah, kita hanya sabar dan tidak bisa menghindar.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid Ayat 22:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

Mā aṣāba mim muṣībatin fil-arḍi wa lā fī anfusikum illā fī kitābim ming qabli an nabra`ahā, inna żālika 'alallāhi yasīr

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Maknanya, Tidakkah menimpa kalian (wahai manusia) berupa musibah di bumi dan musibah pada diri kalian berupa penyakit, kelaparan, dan rasa sakit, kecuali ia tertulis di Lauhul Mahfuz sebelum makhluk diciptakan. Sesungguhnya hal itu adalah mudah bagi Allah.

4. Rasulullah ﷺ menganjurkan kita untuk membaca doa:

اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

Allahumma ajirni fi musibati wakhluf li khairan minha,

“Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibah ini, dan gantikanlah dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”

Doa ini bukan hanya permohonan agar kita diberi kekuatan, tetapi juga harapan bahwa setelah kesulitan ini, Allah ﷻ akan menggantinya dengan kebaikan. Meskipun kita misalnya menangis, tidak mengapa asal tetap bersabar dan berkata kebaikan.

Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu menceritakan, kami mengunjunginya, sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlinang air mata. Lalu ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata kepada beliau, “Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ

“Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang).”

Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda,

إِنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، وَالقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan, kecuali apa yang diridai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 2315)

5. Mengucapkan do'a seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 250:

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِينَ

Rabbana afrigh 'alayna sabran wa thabbit aqdamana wansurna 'alal-qawmil-kafirin

“Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang- orang Kafir".

9. Semakin pilu semakin besar pahala

Besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian yang dihadapi, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: "إن عِظَمَ الجزاءِ مع عِظَمِ البلاءِ، وإن الله تعالى إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رَضِيَ فله الرِضا، ومن سَخِطَ فله السُّخْطُ".
[صحيح] - [رواه الترمذي وابن ماجه]

Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian, dan jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka; siapa yang rida maka baginya keridaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)." [Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah - Diriwayatkan oleh Tirmiżi]

Maka ujian yang berat diberikan kepada para nabi, sesuai dengan tingkat keimanan dan pahala.

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ الصَّالِحِ سَبَبًا لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ

“Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar.” [Al Istiqomah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2/260, Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud].

Syaikhul Islam juga mengatakan,

واللهُ تَعَالَى قَدْ جَعَلَ أَكْمَلَ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَعْظَمُهُمْ بَلاَءً

“Allah akan memberikan cobaan terberat bagi setiap orang mukmin yang sempurna imannya.” [Qo’idah fil Mahabbah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 150]

Maka lihatlah Ujian terberat Nabi ﷺ dari kecil sudah kehilangan orang tua, dan saat berdakwah antara lain penolakan keras, penghinaan, penyiksaan fisik, ancaman pembunuhan, hingga boikot ekonomi dari kaum kafir Quraisy dan penduduk lainnya seperti di Mekkah dan Thaif. Beliau juga diuji dengan tidak mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya sendiri pada awalnya. Meskipun menghadapi ujian-ujian berat ini, beliau tetap sabar, teguh, dan tidak pernah putus asa dalam berdakwah.

Maka, agar ridha terhadap takdir setiap pagi dan petang disunnahkan membaca:

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا

Rodhiitu billaahi robbaa wa bil-islaami diinaa, wa bi-muhammadin shallallaahu ‘alaihi wa sallama nabiyya.

“Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi.” (Dibaca 3 x)

Maka, lihatlah kejadian penghuni surga berikut:

عَنْ جَابِرٍ بنِ عَبدِ الله رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يُعْطَى أَهْلُ الْبَلَاءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُودَهُمْ كَانَتْ قُرِضَتْ فِي الدُّنْيَا بِالْمَقَارِيض

Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdillah radhiyallahu ’anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Kelak pada hari Kiamat orang-orang yang tidak ditimpa musibah (saat di dunia –pent) ketika orang-orang yang (sewaktu di dunia) ditimpa musibah diberi pahala, akan menginginkan kalaulah dulu kulit mereka dipotong dengan gunting di dunia.” (HR. at-Tirmidzi, no. 2326 dengan sanad yang hasan).

10. Pahala Ujian tanpa Batas

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini,
1. Al-Auza'iy mengatakan bahwa pahala mereka tidak ditukar ataupun ditimbang melainkan diberikan secara borongan tanpa perhitungan.
2. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala mereka tidak diperhitungkan melainkan ditambah terus-menerus.  

11. Sabrun Jamil

Fashabrun jamil bermakna kesabaran yang indah, maksudnya adalah kesabaran yang tidak disertai keluh kesah dan tidak disertai keluh kesah kepada selain Allah. Maka, dia tidak curhat kepada manusia atau media sosial.

Artinya apabila seseorang terkena musibah lalu ia berkeluh kesah kepada Allah, maka hal itu tidak mengapa.

Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika tertimpa musibah dengan hilangnya anaknya Nabi Yusuf ‘alaihissalam, maka dia berkata,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَنِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dia (Ya’qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.””

Demikianlah kebiasaan para Nabi dalam kisah- kisah mereka dalam Alquran, ketika mereka ditimpa musibah, mereka berkeluh kesah kepada Allah. Hal tersebut tidaklah menafikan shabrun jamil.

• Tafsir At-Taysir | QS. Al-Ma’arij ayat 05 | QS. Yusuf ayat 86

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita dan keluarga kita menjadi orang-orang yang bersabar.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini