Raih Pahala yang Terus Mengalir

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya.”
(HR. Muslim nomor. 1893)
Jangan hentikan artikel bermafaat cuma sampai kepada anda, tapi beri kesempatan saudara kita untuk turut membaca dan mengambil manfaat dari artikel itu dengan cara anda share artikel tersebut...

Manhaj Imam Syafi'i dalam Aqidah

Manhaj Imam Syafi'i dalam Aqidah
Manhaj Imam Syafi'i dalam Aqidah
File Size:
419.47 kB
Date:
30 November 2010

DASAR-DASAR IMAM ASY-SYAFI'i DALAM MENETAPKAN AQIDAH

Sebagaimana para ulama salaf lainnya, Imam Asy-Syafi’i membuat beberapa landasan (qaidah) dalam menetapkan qaidah di antaranya adalah sebagai berikut:

Qaidah pertama: Iltizam (komitmen) terhadap Al-Qur’an dan Sunnah dan mendahulukan keduanya dari akal.

Bantahan Imam Syafi’i kepada orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah.

1. Allah subhaanahu wata'aala telah mewajibkan kita untuk mengikuti sunnah Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam dan menyuruh kita mematuhi perintah dan menjauhi larangannya.

2. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mentaati perintah Allah subhaanahu wata'aala tersebut kecuali dengan mengamalkan apa yang datang dari Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam dengan lapang dada dan bersih hati dari keinginan untuk menolaknya, serta pasrah pada perintah dan hukum-hukumnya.

3. Seorang muslim membutuhkan sunnah Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam untuk menjelaskan globalitas isi Al-Qur’an.

Pandangan Imam Asy-Syafi’i tentang hadits Ahad

Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi semua atau sebagian syarat –syarat hadits mutawattir.[ Syarah Nukhbatul Fikar, Ibnu Hajar AL-Asqalani hal. 4-8.]
Yaitu diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat dan logika mereka tidak mungkin berdusta, dan diriwayatkan dari orang banyak dan menyandarkan hadit kepada sesuatu yang bisa dirasakan oleh indera.

Adapun kriteria hadits yang diterima oleh Imam Asy-Syafi’i adalah:

1. Sanadnya bersambung (tidak terputus).
2. Para perawinya adil.
3. Perawinya dhabit (tepat dan sempurna hafalannya).
4. Selamat dari syudzuz (riwayatnya tidak bertentangan dengan riwayat orang lain yang lebih tsiqah).
5. Selamat illat (cacat) yang membuatnya tercela. [Syarat-syarat ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh ulama hadits,lihat Ikhtishar ‘Ulumul Hadits,hal. 10, Tadrib Al-Raawi, hal. 22 dan Iamahaat fi Ushul Al-Hadits, hal. 11.]

Qaidah kedua: Menghormati pemahaman sahabat dan mengikutinya.

Ilmu itu bertingkat-tingkat, di antaranya:

1. Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih.
2. Ijma’ (konsensus/ kesepakatan) para ulama terhadap masalah yang tidak ada ayat atau haditsnya.
3. Ucapan sebagian sahabat yang tidak ditentang oleh seorangpun dari mereka.
4. Ikhtilaf para sahabat dalam masalah tersebut.
5. Qiyas terhadap sebagian tingkatan, tidak boleh mengambil selain Al-Kitab dan As-Sunnah selama keduanya ada, karena ilmu itu hanya diambil dari yang lebih tinggi. [Kitab Al-Umm, 5/265.]

Qaidah ketiga: Menjauhi pengikut hawa nafsu, pelaku bid’ah ahli kalam dan mencela mereka.

 

 
 
Powered by Phoca Download