بسم الله الرحمن الرحيم
📚┃Materi : "Haadzihi 'Aqidatunaa"
✍🏼┃Karya : Abu Umair Majdi bin Arafat Al-Mishri Hafidzahullah
🎙┃Pemateri : Ustadz Mohammad Alif, Lc, M.Pd Hafidzahullah (Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhari)
🗓┃Hari & Tanggal : Hari Jum'at, 21 November 2025/ 30 Jumadil Awwal 1447 H
🕰┃Waktu : Ba'da Maghrib - Isya'
🕌┃Tempat : Masjid Al-Qomar - Jl. Slamet Riyadi No. 414 Rel Bengkong Purwosari, Solo, Jawa Tengah 57142
Inilah Aqidah Kami - Pertemun#3
Aqidah: Asma dan Shifat Allah ﷻ
Allah ﷻ dikenal dengan nama-namaNya, diantaranya Ar-Rahman dan Ar-Rahim, yang bercirikan kasih sayang: Dia menunjukkan kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan penyayang bagi yang pantas menerimanya. Dia bertindak sesuai dengan sembilan puluh sembilan nama ini:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا
Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus dikurangi satu, dan jumlahnya tidak terbatas pada jumlah ini, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi ﷺ dalam doa yang diperintahkan Nabi ﷺ untuk kita pelajari, dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu'anhuma, yang berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidaklah seorang hamba ditimpa kekhawatiran atau kesedihan, lalu ia berdo'a:
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكِ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ القُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجَلاَءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي
Wahai Allâh! Sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, dan anak lelaki dari hamba-Mu yang lelaki dan anak lelaki dari hamba-Mu yang perempuan, nasib saya di tangan-Mu, hukum-Mu berlaku pada saya, ketetapan-Mu adil pada saya; Saya memohon kepada-Mu dengan semua nama-Mu, yang Engkau telah menamai diri-Mu dengannya atau yang telah Engkau turunkan di dalam Kitab-Mu, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu atau yang telah Engkau sembunyikan di dalam ilmu gaib milik-Mu; Jadikanlah al-Qur’an sebagai penyejuk hati saya, cahaya dada saya dan penghilang kesedihan saya dan pelenyap rasa resah saya.
Kecuali Allah menghilangkan kesedihan dan kesusahannya... [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (4318, 3712), Ibnu Hibban (972), Al-Hakim (1877), dan selainnya].
Hadits ini, menjelaskan nama yang Allah ﷻ gunakan untuk menamai Diri-Nya, terbagi menjadi tiga kategori: "Engkau menurunkannya dalam Kitab-Mu, atau mengajarkannya kepada salah seorang di antara ciptaan-Mu, atau Engkau menyimpannya semata-mata dalam pengetahuan-Mu tentang yang gaib."
Inilah nama-nama Allah, dan terbagi menjadi tiga kategori:
- Nama-nama yang terdapat dalam Kitab: yaitu, apa yang telah Dia tulis dalam semua kitab-Nya.
- Nama-nama yang diajarkan kepada sebagian ciptaan-Nya, yaitu para nabi dan para pengikut mereka.
- Nama-nama yang tersimpan semata-mata dalam pengetahuan-Mu tentang yang gaib.
Hadits ini menjadi bukti bahwa ada nama-nama yang tidak diturunkan dalam Kitab, dan yang tidak Dia ajarkan kepada seorang pun di antara ciptaan-Nya. Inilah nama-nama yang Dia simpan semata-mata dalam pengetahuan-Nya tentang yang gaib.
Kita katakan: Allah ﷻ memiliki nama-nama yang kami ketahui dari Kitab-Nya dan dari Sunnah Rasul-Nya, dan kami mengimani dengannya, kita memohon kepada-Nya: Ya Rahman, kasihanilah aku; Ya 'Aziz, berikanlah aku kekuatan; Ya Qawiy, kuatkanlah aku; Ya Ghani, kayakanlah aku; Ya Nashir, tolonglah aku; Ya Ghaffar, ampunilah aku; Ya Tawwaab, terimalah taubatku.
Ya Allah, nama-nama yang telah ditetapkan untuk-Nya ﷻ , adalah nama-nama yang aku serukan kepada-Nya dalam permohonan yang sesuai dengan nama itu: Ya Aziz, Allah Yang Maha Perkasa, Ya Jabbar, Allah Yang Maha Mutlak Kegagahan, Ya Muntaqim, Allah Yang Maha Pemberi Balasan, balaslah dendam pada musuh-musuh-Mu.
Aku tidak mengatakan: Ya Aziz, Allah Yang Maha Perkasa, Ya Jabbar, Allah Yang Maha Mutlak Kegagahan, Ya Muntaqim, Allah Yang Maha Pemberi Balasan, ampunilah aku, kasihanilah aku. Tidak, ini salah. Orang yang berseru kepada-Nya memilih nama-nama yang tepat dalam do'a nya.
Allah ﷻ berfirman:
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [Al-A'raf: 180].
Artinya, berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu, meminta kepada-Nya dengan nama-nama itu, memohon kepada-Nya dengan nama-nama itu. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang menjadi milik-Mu, aku memohon kepada-Mu dengan nama-Mu, Yang Maha Pengasih, kasihanilah aku, dengan nama-Mu, Yang Maha Pengampun, ampunilah aku, dengan nama-Mu, Yang Maha Penerima Taubat, terimalah taubatku. Maka berdoalah kepada Allah dengan nama-Nya yang tepat untuk memohon, dan berdoalah kepada-Nya dengan nama itu.
Dan Allah memiliki nama-nama yang paling baik [Asmaul Husna], maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu. Kami membenarkan bagi-Nya apa yang telah Dia tetapkan nama-nama untuk diri-Nya, atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya untuk-Nya dengan jelas, dengan makna yang diketahui dan caranya yang tidak kami ketahui.
Karena itu, kami mengucapkannya tanpa Tahrif [mengubah makna], ta’thil [meniadakan], atau Tamtsil [menyamakan Allah dengan makhluk-Nya].
Tahrif: Mengubah lafadz dan makna , menurut sebagian ulama bisa juga disebut ta'wil, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِِ اسْتَوَى﴾ [طه: ٤] "Yang Maha Pengasih bersemayam di atas Arsy" [Ta-Ha: 4]. Ini adalah salah satu sifat dari sifat Allah, "istiwa" yang maknanya menurut Salaf adalah: Dia tinggi dan berada di atas, dan Dia menetap tinggi di atas, inilah makna yang tepat. Sementara Tahrif adalah ketika seseorang mengatakan istaula (menguasai), Ini adalah penyimpangan (Tahrif), dan disebut Ta'thil : jika tidak ada maknanya, dan tamsil seperti : 'seperti seseorang Bisr yang berada di atas takhtanya, Bisr menguasai Irak,' artinya: Allah ﷻ menguasainya seperti Bisr menguasai Irak. Ini tamsil yang bathil!
Allah ta’aala berfirman:
۞ إِنَّ ٱللَّهَ يُمْسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ أَن تَزُولَا ۚ وَلَئِن زَالَتَآ إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِّنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا [فاطر: ٤١].
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Kita menetapkan sifat Imsak (Menahan) bagi Allah, tetapi bagaimana? Kita tidak menjelaskan bagaimana, kita juga tidak mengatakan bahwa Dia menahan langit dan bumi sebagaimana salah satu dari kita menahan sesuatu. Ini adalah tamsil perumpamaan yang bathil.
Menetapkan nama-nama dengan maknanya yang tepat, tanpa penyimpangan - Tahrif: (Kita tidak menyimpang dari makna yang diketahui), atau mengingkarinya - Ta'thil (Kita mengingkari sifatnya).
Allah Maha Mendengar, dan orang-orang yang mengingkari (mu'atthilah) berkata: Dia mendengar, tetapi apakah Dia memiliki pendengaran? Dia tidak memiliki pendengaran. Ini adalah pengabaian dari sifat, dan menetapkan nama sami' tanpa makna.
Sedangkan bagi salaf: As-Sami’ adalah salah satu nama Allah, dan Dia benar-benar punya pendengaran yang tersifat tanpa menyamakan-Nya dengan apa pun. Kami katakan: لَيْسَ كَمِثْلِهِ، شَى - Tidak ada sesuatu pun yang seperti Dia.
Dia memiliki pendengaran yang sesungguhnya sehingga Dia mendengar semua yang terdengar. Tidak ada pendengaran makhluk yang serupa dengan-Nya, dan tidak menyerupai pendengaran makhluk. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya, Subhanahu wa ta’ala. Kami tidak menggambarkan-Nya sebagai salah satu makhluk-Nya, dan kami tidak menyamakan-Nya dengan salah satu makhluk-Nya, Subhanahu wa ta’ala.
﴿لَيَْسَ كَمِثْلِهِ، شَىٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ [الشورى: ١١]
Menegaskan Sami' dan Bashir: Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Melihat.
Ini adalah dua nama yang maknanya telah diketahui: Dia Yang Mendengar, mendengar dengan pendengaran; Dia Yang Melihat, melihat dengan penglihatan. Kami menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat yang telah Dia tegaskan untuk diri-Nya, dengan maknanya yang telah diketahui, sementara cara-Nya tidak kami ketahui.
Kami katakan: Kami mengetahui makna nama-nama dan sifat-sifat tersebut, tetapi kami tidak mengetahui cara-caranya. Hanya Allah yang mengetahuinya. Janganlah kalian menyebut nama Allah kecuali dengan apa yang telah ditetapkan dalam Kitab Allah atau dalam Sunnah Rasulullah ﷺ, dan janganlah kalian menetapkan kecuali dengan apa yang telah Dia tetapkan tentang Diri-Nya.
Sebuah nama mengandung sifat dan mencakup perbuatan seperti : Yang Maha Mendengar (sami') : Nama Allah Yang Maha Agung mensyaratkan sifat pendengaran dan tindakan. Dia mendengar (Maha Suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala suara), قَدْ سَمِعَ ٱللَّه (Sesungguhnya Allah telah mendengar) [Al-Mujadilah: 1], ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ (Dan Allah mendengar pembicaraanmu) [Al-Mujadilah: 1]. Pendengaran-Nya tidak seperti pendengaran makhluk. Jadi, suara tidak membingungkan-Nya, juga tidak luput dari-Nya: artinya, suara tidak luput dari-Nya, tidak seperti pendengaran makhluk. Pendengaran Allah bersifat mutlak: tidak berawal dan tidak berakhir.
Sifat-sifat-Nya bersifat Dzatiyah atau Fi'liyah
- Sifat-sifat Dzatiyah (Secara Dzatnya) adalah sifat-sifat yang melekat pada hakikat-Nya dan tidak terpisahkan darinya, seperti pendengaran, penglihatan, tangan, kaki, jari, wajah, ilmu, kekuasaan, kehidupan, dan sebagainya.
- Sifat-sifat Fi’liyah (perbuatan) : Ini berkaitan dengan kehendak-Nya. Ketika Dia berkehendak, Dia berbuat; dan ketika Dia tidak berkehendak, Dia tidak berbuat. Dia tertawa, Dia turun ke langit dunia, Dia bergembira, Dia marah. Ini adalah sifat-sifat Fi’liyah (Perbuatan).
Sifat Fi’liyah ini berkaitan dengan kehendak-Nya: Ketika Dia berkehendak, Dia berbuat; dan ketika Dia tidak berkehendak, Dia tidak berbuat.
Kami beriman kepada hal ini, dan kepada semua yang telah disebutkan dalam Kitab Tuhan kami, atau Sunnah Nabi kami, tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Inilah Rukun pertama: Beriman kepada Allah sebagai Ilah (Uluhiyah), Beriman kepada Allah sebagai Dzat yang wajib disembah (Rububiyah), dan Beriman kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang agung (Asma wa shifat) yang telah disebutkan dalam Kitab-Nya, atau dalam Sunnah Rasul-Nya.
2. Rukun Iman Kedua: Iman kepada Malaikat
Dan malaikat-malaikat:
عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ. لَا يَسْبِقُونَهُۥ بِٱلْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِۦ يَعْمَلُونَ
adalah hamba-hamba yang dimuliakan, Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. [Al-Anbiya: 26-27]
Allah menciptakan mereka untuk menyembah-Nya; dan mereka melaksanakan ibadah ini dengan cara yang paling sempurna, dalam ketaatan kepada-Nya, Yang Maha Tinggi.
لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ
"Mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih." [Al-Anbiya: 19]
Kami percaya bahwa mereka diciptakan dari cahaya, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi ﷺ. Kami percaya pada nama-nama mereka yang telah ditetapkan namanya, dan pada fungsi mereka serta tugas-tugas mereka yang telah ditetapkan tugasnya.
Kami percaya kepada Jibril, dan bahwa ia dipercaya membawa wahyu, dan kepada Mikail, dan bahwa ia dipercaya membawa hujan. Dan Israfil, yang dipercaya meniup sangkakala, Malaikat Maut, Raqib dan Atid—inilah malaikat-malaikat yang Allah beri nama, dan tugas-tugas yang telah Dia sebutkan. Kita beriman kepada malaikat-malaikat-Nya yang berkumpul bersama kita saat shalat Ashar dan Subuh, malaikat malam dan malaikat siang, termasuk Munkar dan Nakir, dua malaikat yang menanyai setiap orang di alam kuburnya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم