ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Hadits ke-4: Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً, فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ, حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ; مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ.
Dari Ibnu Mas’ūd radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbicara/berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” - (HR. Imām Bukhāri dan Imām Muslim dan lafazhnya adalah terdapat dalam Shahīh Muslim).
📃 Penjelasan:
Hadits yang mulia ini menunjukkan salah satu sisi keagungan Islam. Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala hal sampai pada hal-hal yang bahkan dianggap sepele, seperti adab makan, adab minum, dan lain-lain, termasuk di antaranya adab bergaul.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu.” [Al-Maidah/5: 3]
Dari Salman Al Farisi Radhiallahu ‘anhu ia berkata,
قِيلَ له: قدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كُلَّ شيءٍ حتَّى الخِراءَةَ قالَ: فقالَ: أجَلْ
“Salman pernah ditanya, ‘apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam kalian mengajarkan segala sesuatu sampai masalah buang air?’. Salman menjawab, ‘Benar". (HR. Muslim no. 262).
Hadist ini mengajarkan adab dan kesopanan tingkat tinggi di mana jika tiga orang sedang berkumpul, jangan sampai dua orang di antaranya berbisik-bisik dengan mengabaikan orang ketiga. Mengapa demikian? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,
مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُه
“Karena perbuatan ini bisa menjadikan orang yang ketiga bersedih.”
Dalam situasi yang demikian, di mana ada tiga orang berkumpul, sementara dua orang saling berbisik tanpa diketahui oleh orang ketiga apa yang dibicarakan, akan menimbulkan berbagai perasaan yang tidak mengenakkan bagi orang ketiga. Bisa jadi timbul rasa sedih dalam dirinya, kenapa dia tidak diajak bicara, kenapa pembicaraan itu dirahasiakan dari dirinya, dan berbagai pertanyaan lain. Hal yang demikian ini sangat diperhatikan dalam Islam. Islam mengajarkan agar seorang muslim menjaga perasaan saudaranya dan tidak menyakiti serta membuatnya bersedih.
Selain menimbulkan perasaan sedih, berbisik-bisik seperti itu juga dapat menimbulkan berbagai prasangka atau sū-uzhan (persangkaan-persangkaan yang buruk). Bisa jadi orang ketiga itu berpikir bahwa dua saudaranya sedang mengghībahi dirinya, menggosip tentang dirinya, atau bahkan sedang menjelek-jelekkannya. Timbullah persangkaan-persangkaan yang didiktekan setan kepada orang ketiga itu.
Oleh karenanya, Allāh sampai menyebutkan dalam Al-Qur’an permasalahan ini. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al-Mujādalah ayat yang ke-10:
إِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
“Sesungguhnya najwā (berbisik-bisik) dari syaithān untuk menjadikan orang-orang yang beriman bersedih.”
Masalah ini menjadikan kita dilarang menggangu orang lain yang menjadikannya bersedih.
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dizalimi).
Mengingat akibatnya yang tidak baik, maka berbisik-bisik antara dua orang ketika sedang bertiga sangat dilarang. Berbisik-bisik hanya boleh dilakukan jika dalam suasana banyak orang sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ
“Sampai kalian bercampur (berbaur) dengan manusia.”
Kalau dalam suasana berkumpul banyak orang, maka tidak masalah dua orang berbicara sendiri, sementara yang lain bisa berbicara pula dengan orang lain lagi. Sehingga, tidak ada orang yang merasa didiamkan atau tidak diajak mengobrol oleh saudaranya.
Namun jika berkumpul beberapa orang, kemudian mereka mengobrol dengan meninggalkan salah satunya, maka dianggap masih melanggar hadist ini. Karena menurut para ulama, meskipun pada lafal hadits disebutkan “Jika kalian bertiga kemudian dua orang ngobrol dan satunya tidak diajak”, namun maknanya juga mencakup jumlah yang lebih dari itu. Misalnya, ada empat orang yang tiga orang di antaranya saling mengobrol, sedangkan salah seorang di antara mereka tidak diajak, didiamkan, atau saling berbisik di antara mereka bertiga saja, maka hal ini juga termasuk dalam hadits ini. Hal ini juga dilarang karena bisa menimbulkan kesedihan bagi orang yang keempat. Demikian pula jika ada lima orang, kemudian empat orang di antaranya mengobrol sendiri dengan meninggalkan orang kelima, maka hal ini juga dilarang karena menyedihkan orang yang kelima dan seterusnya.
Karena ‘illah (sebab larangan) dari hadits ini adalah jangan sampai membuat sedih orang yang tidak diajak berbicara dan jangan sampai timbul persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri orang tersebut, maka para ulama menyebutkan bentuk najwā yang terlarang lainnya. Yaitu, jika ada tiga orang, kemudian dua orang di antaranya berbicara dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga, maka ini pun dilarang. Meskipun kedua orang tersebut tidak berbisik-bisik, atau berbicara berdua tanpa meninggalkan yang ketiga, namun pembicaraan mereka dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga itu juga bisa menyakitkan hati, membuat sedih orang ketiga, dan menimbulkan sangkaan yang bermacam-macam.
Karenanya, hal itu juga tidak diperbolehkan oleh para ulama. Menurut para ulama, hal itu hukumnya sama, seakan-akan dia didiamkan dan tidak tidak diajak berbicara. Kalau memang diajak berbicara, mengapa dengan bahasa yang tidak dipahami olehnya? Hal itu tetap saja akan membuatnya sedih, merasa ditinggalkan dalam pembicaraan, atau merasa yang dibicarakan itu adalah suatu rahasia yang berkaitan dengan dirinya, atau sangkaan-sangkaan lain yang bisa jadi didiktekan setan kepadanya. Oleh karenanya, lihatlah indahnya Islam yang memperhatikan hal-hal detil dalam pergaulan seperti ini.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Mâjah, dan lainnya:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.
HR. Imam Ahmad 1/313. Ibnu Mâjah dalam Kitab Al-Ahkâm, Bab Man banâ bihaqqihi mâ yadhurru jârahu, No. 2341. At-Thabrâni dalam Al-Kabir, No. 11806 dari Jâbir al-Jâ’fi dari Ikrîmah dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa dharar (melakukan sesuatu yang membahayakan) dilarang di dalam syari’at ini. Maka, tidak halal bagi seorang Muslim mengerjakan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan saudaranya sesama Muslim, baik berupa perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar.
- Membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Contoh yang paling mudah adalah kebiasaan sebagian orang yaitu merokok! Seseorang dilarang menggunakan barang miliknya jika hal itu menimbulkan madharat (gangguan atau bahaya) kepada orang lain. Meskipun ia mempunyai hak milik secara penuh terhadap barang tersebut, namun dalam pemanfaatannya haruslah diperhatikan supaya tidak memadharatkan, mengganggu, ataupun merugikan tetangganya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).
Maka, perokok adalah orang yang bodoh, tidak ada manfaat yang bisa diambil, karena efek negatif dari segala sisi: racun, berpenyakit dan bisa menyebabkan kematian, baunya busuk dan dibeli dengan uang.
- Merugikan sendiri tapi tidak membahayakan orang lain.
Demikian juga bunuh diri, jangan menyangka tubuh kita hanya milik kita. Diri kita adalah milik Allah ﷻ.
Ingatlah : Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) artinya "Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nya lah kita akan kembali".
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allâh adalah Maha Penyayang kepadamu. [An-Nisa’/4:29].
- Merugikan orang lain tetapi tidak untuk diri sendiri
Seperti pertunjukan sound horeg. Yang efeknya merusak manusia dan benda di sekitarnya. Meskipun pemiliknya aman-aman saja.
Sebenarnya hadits ini hanyalah sekedar contoh di mana seorang muslim diajarkan bagaimana bergaul dengan baik sehingga tidak membuat saudaranya bersedih dan membuatnya merasa dihargai serta dijaga perasaannya. Jika membuat sedih dan menyakiti saudara muslim dengan sikap bergaul yang demikian saja dilarang, maka lebih terlarang lagi jika sampai menyakiti sesama muslim dengan perkataan dan perbuatan.
Coba perhatikan sekali lagi, najwā yang disebutkan dalam hadits ini tidak berkaitan dengan perkataan yang terucap atau perbuatan yang jelas-jelas menimbulkan rasa sakit, tapi berkaitan dengan sikap, yaitu sikap dua orang yang berbisik-bisik sehingga apa yang dibicarakan tidak diketahui oleh orang ketiga yang hadir di situ. Jika hal seperti ini saja dilarang, apalagi menyakiti atau membuat sedih dengan perkataan dan perbuatan.
Pelajaran lain dari hadits ini adalah bahwa seorang muslim dituntut untuk jangan sampai menimbulkan persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri saudaranya dan sahabatnya.
- Anjuran melaksanakan sebab-sebab tersebarnya rasa kasih sayang di antara kaum Muslimin.
- Larangan melakukan segala sesuatu yang dapat menimbulkar rasa sedih dalam hati seorang Muslim.
- Dua orang yang berbicara secara rahasia boleh meneruskan pembicaraan rahasianya apabila orang yang ketiga ikut serta dalam pembicaraan mereka berdua, dan keduanya tidak berdosa dalam hal tersebut. Namun tidak selayaknya orang ketiga tersebut ikut duduk bersama mereka dalam keadaan seperti itu kecuali dengan izin mereka berdua.
- Jika orang-orang yang ada di majelis itu lebih dari tiga orang, maka boleh bagi dua orang dari mereka melakukan pembicaraan rahasia.
- Tambahan Fiqhul Hadits dari Syarah Kitabul Jami' oleh Syaikh Abdul Qadir Syaibah Al-Hamd (Dosen UIM dan Pengajar di Masjid Nabawi).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم