Perlu engkau tahu, wahai saudariku...
Suamimu adalah ladang yang subur untuk meraih Surga Allah. Gunakan ladang itu sebaik-baiknya untuk bercocok tanam, sehingga engkau dapat memetik hasilnya kelak di akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Subhanallah, siapa yang tak menginginkan martabat seperti ini wahai muslimah?
Bukankah kita hidup di dunia dalam rangka mengumpulkan bekal, untuk suatu hari yang mana Allah ﷻ akan memberikan balasan atas tiap-tiap insan sesuai dengan amal perbuatannya? Dan saat itu hanya ada dua pilihan, Surga atau Neraka.
Nabi ﷺ mengatakan bahwa apabila seorang istri telah menjaga shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan dan menaati suaminya niscaya akan dikatakan kepadanya kelak di akhirat, “Masuklah kamu ke dalam Surga melalui pintu mana saja yang engkau kehendaki!”
Bukankah keutamaan ini tidak bisa diraih oleh wanita yang tidak memiliki suami? Sadarilah itu!
Para istri yang mulia....
Di satu sisi rumah tangga Adalah nikmat. Namun di sisi lain rumah tangga merupakah-amanah dan tanggung jawab yang harus kita pikul sebaik-baiknya. Sebuah amanah yang tak boleh dilakukan serampangan dan sesuka hati. Kita harus selalu ingat bahwa tanggungjawab ini pasti akan ditanyakan oleh Allah kelak di akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Amir yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya. Dan ia akan ditanyai tentangnya. Seorang budak adalah pemimpin pada harta tuannya, dan ia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya (893) dan Muslim (4828).
Marilah kita jaga amanah ini baik-baik.
Sungguh, Allah telah menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang senantiasa memelihara amanah yang dipikulnya. Merekalah orang-orang yang berhak mewarisi Surga Firdaus dan mereka akan kekal di dalamnya.
Saudariku...
Pernikahan adalah anugerah dan nikmat yang sangat besar bagi umat mamusia. Dan Allah ﷻ menyifatkan hubungan cinta kasih sepasang suami istri sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi siapa saja yang mau berfikir. Allah ﷻ berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS Ar Rum ayat 21).
Coba renungi, bagaimana terjalinnya cinta kasih antara sepasang insan laki-laki dan wanita yang belum pernah saling mengenal, belum pernah berhubungan ataupun saling bertatap muka. Bahkan sosok pria itu belum pernah terlintas di relung hatinya. Lalu atas kuasa Allah ﷻ mereka berdua bertemu dan dipersatukan dalam satu ikatan yang sangat kuat yaitu tali pernikahan. Kemudian Allah ﷻ menumbuhkan perasaan cinta dan kasih sayang dalam hati mereka. Keduanya saling mengasihi dan menyayangi. Istri merasakan ketenangan dan kedamaian bila berada di sisi sang suami, demikian pula sebaliknya. Dan tak ada sesuatu yang lebih disukai selain selalu bersama.
Suami istri ibarat pakaian bagi pasangannya, yang saling memberi kehangatan, menutupi, merekatkan, melindungi dan senantiasa saling membutuhkan. Sungguh sebuah ikatan hati yang sangat erat, sampai-Sampai Rasulullah mengatakan:
“Kami belum pernah menyaksikan dua insan yang saling berkasih sayang melebihi cinta kasih suami istri dalam ikatan pernikahan.” (Hadits shahih riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (1847).
Sesungguhnya segala pujian hanyalah milik Allah semata. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan meminta ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, niscaya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah niscaya tiada seorangpun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan-Nya.
Amma ba’du,
Sungguh, kebahagiaan rumah tangga adalah idaman setiap insan. Kesuksesan sepasang suami istri dalam membina rumah tangga merupakan penopang terciptanya kedamaian di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah kehidupan rumah tangga. Islam meletakkan kaidah-kaidah dan asas-asas bagi suami istri, yang mana di atas kaidah dan asas itulah, nantinya akan dibangun mahligai perkawinan yang kuat. Dan di atas pilar-pilar itu juga terdapat jaminan kebaikan bagi setiap keluarga muslim. Dan dampak selanjutnya adalah jaminan kebaikan bagi masyarakat Islam secara keseluruhan.
Saudariku, para muslimah...
Rumah tangga adalah perkara yang sangat pokok bagi kehidupan manusia. Bahkan Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa seorang yang telah membina kehidupan rumah tangga berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Dalam sebuah hadits, beliau Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Apabila seorang hamba telah menikah berarti ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menjaga setengahnya lagi.” (Hadits shahih riwayat Ath-Thabrani dalam Mu'jamul Ausath, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, nomor 625).