“Permisalan ahlul bid’ah adalah seperti Kalajengking, mereka sembunyikan kepala dan tangan-tangan mereka didalam tanah dan mereka keluarkan ekor-ekor mereka. Apabila mereka sudah merasa kuat, mulailah mereka menyengat. Demikian juga halnya ahlul bid’ah mereka sembuyikan diri-diri mereka di tengah-tengah manusia dan apabila mereka sudah kuat mulailah mereka meyebarkan (melancarkan aksi) apa yang mereka inginkan. [Al-Minhaj Al-Ahmad 3/37]
Ini adalah sebagian ucapan Imam Al-Barbahari, seorang ulama besar terdahulu yang terkenal keras terhadap ahlul bid’ah dan dipuji oleh para ulama terkenal seperti Ibnu Katsir dan Ibnul Jauzi.
Nama, Kunyah, dan Nasab
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidz Al-Mutqin Ats-Tsiqah Al-Faqih Al-Mujahid Syaikh Hanabilah sekaligus pemuka mereke pada masanya Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari, sebuah nama yang dinisbahkan kepada Barbahar yaitu obat-obatan yang didatangkan dari India.[ Berkata Syaikh ArRadadi: “Lihat dalam penisbahannya “AlAnsab” karya AsSam’ani (1/307) dan “AlLubab” karya Ibnu Atsir (1/133)”]
Tempat Kelahiran dan Tanah Air
Berkata Syaikh ArRadadi: “Tidak ada satu pun sumber (rujukan) yang berada di tangan kami yang menyebutkan tentang kelahiran dan pertumbuhan beliau. Hanya saja yang nampak bagi saya bahwa beliau dilahirkan dan tumbuh di Baghdad. Yang demikian itu dikarenakan di tempat itulah tersiar reputasi dan kemasyhuran beliau di kalangan masyarakat umum, terlebih lagi orang-orang khusus diantara mereka. Selain itu Al-Imam Al-Barbahari juga bersahabat erat dengan beberapa sahabat Imam AhlusSunnah wal Jama’ah yakni Ahmad bin Hanbal rahimahullah serta menimba ilmu dari mereka, sedangkan mayoritas mereka berasal dari Baghdad -sebagaimana yang akan datang penjelasannya-. Inilah diantara hal-hal yang menunjukkan bahwa beliau tumbuh di tengah-tengah alam yang penuh ilmu Sunnah yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik kepribadiannya.” [Lihat kitab Thabaqat Al-Hanabilah (2/64)].
Berkata syaikh Al-Qahthani: “Imam Al-Barbahari bersahabat erat dengan beberapa sahabat Imam Ahmad rahimahullah diantaranya Imam Ahmad bin Muhammad Abu Bakar Al-Mawarzi salah seorang murid utama Imam Ahmad. Selain itu beliau juga bersahabat dengan Sahl bin ‘Abdillah At-Tustari, yang mana beliau meriwayatkan perkataan darinya: “Sesungguhnya Allah ‘aza wa jalla telah menciptakan dunia dan menjadikannya di dalamnya orang-orang bodoh dan para ulama, seutama-utama ilmu adalah yang diamalkan, semua ilmu akan menjadi hujjah kecuali yang diamalkan dan beramal dengannya adalah keindahan semata kecuali yang benar, dan amalan yang benar aku tidak memastikannya kecuali dengan istisna’ (pengecualian) masya Allah.” [Thabaqat Hanabilah (2/43)].
"Para ulama dan imam agama ini senantiasa menjelaskan tipu daya setan dan memperingatkan umat dari kesesatan. Oleh sebab itu mereka menulis karya-karya tulisan, sehingga dapat dipetik faedahnya oleh generasi dahulu dan akan diambil oleh generasi yang akan datang"[1].
Nasab
Beliau adalah seorang Syaikh salafi, pengarang kitab-kitab manhaj dan peneliti kitab-kitab ilmiah, nasab Beliau adalah Ali bin Hasan bin Ali bin Abdulhamid, Abul Harits, penisbatan Beliau adalah al-Halabi, adapun tempat hijrahnya adalah Yordania.
Ayah dan kakek Syaikh Ali hijrah dari kota Yafa, Palestina menuju Yordania pada tahun 1368 H (1948 M), karena adanya peperangan yang dikobarkan oleh zionis Yahudi.
Tempat & Tahun Kelahiran
Syaikh Ali al-Halabi dilahirkan di kota az-Zarqâ' Yordania pada tanggal 29 Jumadil Ula tahun 1380 H.
Pendidikan
Syaikh berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan tingkat atas dengan sukses pada tahun 1398 H (1978 M). Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya ke fakultas Bahasa Arab di Amman, untuk mempelajari cabang ilmu bisnis dan akuntansi, akan tetapi Allah tidak menakdirkan kepada Beliau untuk menyelesaikan kuliahnya tersebut.
Guru
Syaikh memulai menuntut ilmu agama sekitar seperempat abad yang lalu. Dan Beliau mengambil ilmu ini dari banyak guru. Berikut diantara guru Beliau yang terkemuka:
· Al-'Allâmah, Ahli hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
Beliau bertemu dengan Syaikh al-Albani pada akhir tahun 1977 M di kota Amman. Dan pada tahun 1981 M Beliau belajar dari Syaikh al-Albani kitab Isykâlât al-Bâ'its al-Hatsîts dan beberapa kitab lainnya.
· Pakar bahasa, Syaikh Abdulwadud az-Zarori rahimahullah,
· Juga Syaikh yang mulia Muhammad Nasib ar-Rifa'i, dan beberapa ulama lainnya.
Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah.
Kuniyah beliau: Abu Abdullah
Nasab beliau:
Tanggal lahir: Beliau dilahirkan pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at 13 Syawwal 194 H
Tempat lahir: Bukhara
Masa kecil beliau: Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits, Bukhari menyebutkan di dalam
kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya; "Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat."
Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah dekat dengan baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
Kisah hilangnya penglihatan beliau: Ketika masa kecilnya, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Khalilullah Nabi Ibrahim 'Alaihi wa sallam berujar kepadanya; "Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya." Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah subhanahu wa ta'ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala kecilnya.
Kolom ini, insya Allah, akan berisi tentang pendapat imam yang empat (imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad). Tentu tidak semua perkataan mereka akan dimunculkan. Disamping keterbatasan tempat, tidak semua pendapat mereka selalu benar.
Tujuan menampilkan pendapat mereka tentu bukan untuk membatasi bahwa imam dalam perjalanan kaum muslimin hanya terbatas pada 4 (empat) imam tersebut. Sebelum dan sesudah mereka ada banyak imam, baik yang masyhur maupun tidak. Tidak pula kolom ini bertujuan untuk menggiring pada sikap fanatik madzhab (pendapat/pandangan) tertentu.
Agama Islam adalah agama yang sempurna dengan kenabian Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga tak layak dibatasi oleh sekat pendapat satu atau dua imam. Kolom ini sekadar untuk sedikit mencoba menunjukkan sikap penghormatan kepada ulama besar. Tekad untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah sesuai pemahaman para sahabat tidaklah berarti kemudian diikuti sikap menyepelekan mereka. Hanya dengan ulama dari zaman-ke-zaman umat Islam bisa memahami agamanya dengan baik.
Sebelum menikmati nasihat dan pendapat mereka, ada baiknya diulas secara singkat tentang biografi mereka. Perjalanan hidup mereka sejak lahir hingga wafatnya, tentu secara singkat saja. Pemaparan ini diharapkan bisa memberikan gambaran secara lebih utuh.
Imam Abu Hanifah
Namanya Nu'man bin Tsabit bin Zhuthi' lahir tahun 80 H/699 M di Kufah, Iraq, sebuah kota yang sudah terkenal sebagai pusat ilmu pada zamannya. Ayahnya seorang pedagang besar, sempat hidup bersama 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Abu Hanifah kadang menyertai ayahnya saat berdagang, tetapi minatnya untuk membaca dan menghafal al-Qur'an lebih besar.
Abu Hanifah mulai belajar dengan mendalam ilmu qira'at dan bahasa Arab. Bidang ilmu yang paling diminati ialah hadits dan fikih. Abu Hanifah berguru kepada asy-Sya'bi dan ulama lain di Kufah. Jumlah gurunya di Kufah dikatakan mencapai 93 (sembilan puluh tiga) orang. Beliau kemudian berhijrah ke Basrah berguru kepada Hammad bin Abi Sulaiman, Qatadah, dan Syu'bah. Setelah belajar kepada Syu'bah, saat itu sebagai Amir al-Mukminin fi Hadits (pemimpin umat dalam bidang hadits), beliau diizinkan mulai mengajarkan hadits.
Di Makkah dan Madinah beliau berguru kepada 'Atha' bin Abi Rabah, Ikrimah, seorang tokoh di Makkah murid Abdullah ibn 'Abbas, 'Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah dan 'Abdullah ibn 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Kehandalan Abu Hanifah dalam ilmu-ilmu hadits dan fikih dikenal Ikrimah sehingga disetujui menjadi guru penduduk Makkah.
Abu Hanifah kemudian meneruskan pengajiannya di Madinah bersama Baqir dan Ja'afar as-Shaddiq. Kemudian belajar juga kepada Malik bin Anas, tokoh di kota Madinah ketika itu.
Saat guru kesayangannya Hammad meninggal dunia di Basrah pada tahun 120 H/738 M, Abu Hanifah diminta menggantikannya sebagai guru dan tokoh agama di Basrah. Abu Hanifah juga berdagang. Beliau amat bijak dalam mengatur antara dua tanggung jawabnya ini, seperti dijelaskan oleh salah satu muridnya, al-Fudhail ibn 'Iyyad;
"Abu Hanifah seorang ahli hukum, terkenal dalam bidang fikih, kaya, suka bersedekah kepada yang memerlukannya, sangat sabar dalam pembelajaran baik malam atau siang hari, banyak beribadah pada malam hari, banyak berdiam diri, sedikit berbicara kecuali ditanya sesuatu masalah agama, pandai menunjuki manusia kepada kebenaran dan tidak mau menerima pemberian penguasa."
Pada zaman pemerintahan 'Abbasiyyah, Khalifah al-Mansur memintanya menjadi qadhi (hakim) kerajaan, tapi ditolak sehingga dipenjara. Abu Hanifah meninggal dunia pada bulan Rajab 150 H/767 M dalam penjara karena keracunan. Shalat jenazahnya dilangsungkan 6 (enam) kali, tiap kalinya terdiri tidak kurang dari 50.000 (lima puluh ribu) orang.
Sabar dan yakin terhadap ayat-ayat-Nya, dua kunci sukses seseorang meraih kepemimpinan di dalam agama ini, memimpin dan mengarahkan umat kepada jalan yang lurus sesuai dengan rambu-rambu agama yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka itulah para ulama Rabbaniyyin -yang dengan kesabaran dan keyakinan mereka terhadap ayat-ayat Allah- telah berhasil memimpin umat dari generasi ke generasi untuk berpegang teguh dengan kitab Rabbnya dan sunnah Nabinya berdasarkan pemahaman as-salafush shalih.
Di antara tokoh ulama yang pantas untuk digelari imam yang berhasil memimpin dan membimbing umat menuju agama Allah adalah ‘Urwah bin Az-Zubair rahimahullah. Kesabarannya yang luar biasa telah membuka jalan baginya untuk meraih kepemimpinan dalam agama ini. Ditambah ketinggian dan kekokohan ilmu yang dimilikinya, semakin menempatkan beliau kepada derajat ‘alim yang layak untuk diteladani.