ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
🎙Bersama: Al Ustadz Abu Adib حفظه الله تعالى
📘 Kitab : Syarhus-Sunnah Al Barbahari - Download Matan KitabTerjemah Matan KitabSyarah Syaikh Fauzan
🗓 Hari : 27 Muharram 1447 / 23 Juli 2025
🕰 Waktu: Setiap Rabu, ba'da maghrib - isya
🕌 Tempat: Masjid Jajar Surakarta
Pertemuan#6: Jalan yang Lurus: Mengikuti Jama'ah, Mengikuti Sunnah, dan Meninggalkan Bid'ah.
- Syaikh Al-Barbahari berkata: (وهم أهل السُّنَّة والجماعة) ( Dan mereka adalah para ahli Sunnah wal Jama'ah )
Para sahabat Muhammad dan orang-orang setelah mereka. Orang-orang yang mengikuti mereka dengan benar adalah para ahli Sunnah, artinya: orang-orang yang berada di jalan yang benar, yaitu Sunnah yang dijelaskannya dalam kitab ini.
Mereka adalah jama'ah yang benar. Adapun berkumpulnya orang lain dalam perkara-perkara batil, mereka tidak disebut jama'ah, meskipun jumlahnya banyak:
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَقَّ [الحشر: ١٤ ]
Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. [Al-Hasyr: 14]
Padahal Allah Ta’ala menegaskan bahwa yang sesat justru yang banyak.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS. Al An’am: 116)
Dalam ayat lainnya disebutkan bahwa yang tidak tahu malah kebanyakan orang.
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 187)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَا صُدِّقَ نَبِيٌّ (مِنَ الأَنْبِيَاءِ) مَا صُدِّقْتُ، إِنَّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ مَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُ مِنْ أُمَّتِهِ إِلاَّ رَجُلٌ وَاحِدٌ
“Tidaklah seorang Nabi (dari para Nabi) dibenarkan sebagaimana aku dibenarkan, sesungguhnya diantara para Nabi ada yang tidak dibenarkan oleh ummatnya kecuali hanya oleh satu orang.” [as-Silsilah ash-Shahihah 1/684]
Bahkan ada yang tidak punya pengikut sama sekali.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
…عرضت علي الأمم، فرأيت النبي و معه الرهط، والنبي و معه الرجل والرجلان والنبي ليس معه أحد
“Diperlihatkan kepadaku umat-umat, lalu aku melihat seorang Nabi bersamanya ar-rahth (sekelompok orang yang terdiri dari 3-10 orang), dan seorang Nabi bersamanya seorang dan dua orang, dan seorang Nabi tidak ada bersamanya seorangpun…..” [HR. Bukhari dan Muslim]
Jama'ah adalah orang-orang yang berada di atas kebenaran. Maka barangsiapa yang mengatakan, "Aku bersama golongan ini dan itu, maka golongan ini adalah jama'ah." Dan kalian berkata, "Ikutlah Jama'ah ini," dan mereka adalah Jama'ah. Kami katakan kepada mereka, "Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa mereka adalah Jama'ah?" Jama'ah adalah mereka yang berada di atas kebenaran. Mereka yang berada di atas Sunnah, merekalah Jama’ah.
Mereka juga mengatakan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, tetapi kenapa mereka menyimpang? Karena Al-Qur'an dan As-Sunnah harus dipahami berdasarkan pemahaman para sahabat, merekalah yang paling paham dalam menafsirkan dalil, paling faqih dan paling ikhlas dalam beramal. Maka tanpa pemahaman mereka, mustahil akan tergapai kebenaran.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 115:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
- Syaikh Al-Barbahari berkata: (فمن لم يأخذ عنهم فقد ضل وابتدع) Dan barangsiapa yang tidak mengambil dari mereka, maka ia telah sesat dan melakukan bid'ah.
Barangsiapa yang tidak mengambil agamanya dari para sahabat, yaitu para perawi Kitab dan Sunnah, maka ia tidak berada di atas kebenaran. Maka jika mereka direndahkan, maka nukilan riwayat yang mereka bawa akan batal (hilang dan tidak sampai ke kita) —na'udzubillahmindalik. Yang dimaksud adalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya akan membatalkan Islam, dan mereka datang dengan tipu daya jahat ini untuk memisahkan orang-orang yang datang belakangan dari kaum muslimin generasi awal dengan mudah.
Namun, jika mereka terikat pada generasi awal pemegang Al-Qur’an dan Sunnah, maka akan sulit, bahkan mustahil untuk mewujudkannya, Insyaallah.
- Syaikh Al-Barbahari berkata: (فقد ضلَّ) (Maka dia telah sesat) berarti: dia telah menyimpang dari kebenaran (dan telah berinovasi).
Bid'ah adalah setiap ibadah, keyakinan, atau ucapan yang tidak ada dalilnya dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Pengertian bid'ah menurut Asya'bi dengan makna yang lebih luas: seluruh keyakinan-keyakinan, atau amalan-amalan atau ucapan-ucapan dengan niat untuk beribadah kepada Allah ﷻ dan mendekatkan diri kepadaNya tetapi tanpa ada dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ.
Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 20 dan Muslim, no. 1718]
Dalam riwayat Muslim, disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim, no. 1718]
Beliau juga bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadis ini hasan shahih”)
Bid'ah adalah perkara yang dimasukkan ke dalam agama tetapi bukan bagian darinya. Bagaimana bisa diketahui bahwa itu bukan bagian darinya? Jika tidak ada dalilnya, maka itu bukan bagian dari agama, karena Allah Ta'ala berfirman:
﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ﴾ [المائدة:٣]،
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu" (al-Ma'idah: 3).
Pada ayat ini ada Alif-lam Hudhury الحُضُوْرِيّ yaitu alif-lam yang menunjukkan bahwa isim yang masuk padanya alif-lam ini adalah sesuatu yang hadir atau sedang dihadapi oleh pembicara dan pendengar. Artinya, agama ini telah sempurna pada hari dimana ayat ini diturunkan.
Agama ini sempurna—segala puji bagi Allah—dan tidak menerima tambahan. Yang harus kita lakukan hanyalah mengakui agama yang telah disempurnakan Allah ﷻ.
Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama,
الأصل في العبادات التحريم
“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’âmalah adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya)
Seorang tabi’in, Hasan bin ‘Athiyah rahimahullah mengatakan,
ما ابتدع قوم بدعة في دينهم إلا نزع الله من سنتهم مثلها ولا يعيدها إليهم إلى يوم القيامة
“Tidaklah suatu kaum melakukan suatu perkara yang diada-adakan dalam urusan agama mereka (bid’ah) melainkan Allah akan mencabut suatu sunah yang semisal dari lingkungan mereka. Allah tidak akan mengembalikan sunah itu kepada mereka sampai kiamat.” (Lammud Durril Mantsur, hal. 21).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi tobat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.4334. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 54).
Dan dia mendapatkan ancaman, sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللّهِ.
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka ia mendapatkan laknat Allah.” [HR Bukhari Muslim]
Haruskah kita berpegang teguh padanya dan meninggalkan apa yang tidak kita miliki? Selain itu, ada tambahan, persetujuan, penambahan, dan hal-hal lainnya, karena hal-hal tersebut menjauhkan seseorang dari Allah Ta'ala—dan akan kami jelaskan bahwa tidak ada suatu kaum yang membuat suatu bid'ah kecuali padanannya telah dihapus dari Sunnah. Inilah jalan yang benar dan lurus: mengikuti jamaah, mengikuti Sunnah, dan meninggalkan bid'ah.
- Berkata Imam Al-Barbahari Rahimahullah : وكلَّ بدعةٍ ضلالة ، (Dan setiap bid'ah itu sesat)
Tidak ada bid'ah yang baik, sebagaimana diklaim sebagian orang. Bahkan, semua bid'ah adalah kesesatan, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Rasulullah, semoga Allah memberkahinya dan memberinya kedamaian, di mana dia berkata: ((Sesungguhnya, setiap hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan)), jadi tidak ada kebaikan sama sekali dalam bid'ah dalam agama; bahkan, semuanya adalah kesesatan.
Ini adalah sabda Rasulullah ﷺ, yang tidak berbicara dari hawa nafsunya.
Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu ketika menghidupkan shalat tarawih secara berjama’ah, beliau berkata,
الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.[HR. Bukhari no. 2010].
Perkataan ‘Umar di atas disikapi oleh Ibnu Rajab dengan pernyataan berikut,
“Adapun perkataan ulama salaf yang menganggap adanya bid’ah yang baik, maka yang dimaksudkan adalah bid’ah lughowi (bid’ah secara bahasa) dan bukan menurut istilah syar’i.
Allah ta’ala berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin” (QS. Al-Hijr: 99).
Al-yaqin dalam ayat ini maknanya adalah al-maut (kematian). Karena kematian adalah suatu hal yang pasti akan datang, sehingga disebut al yaqin.
- Berkata Imam Al-Barbahari Rahimahullah : (والضلالةُ وأهلُها في النار) (Dan kesesatan dan para penghuninya berada di dalam Api)
Kesesatan dan para penghuninya berada di dalam neraka, baik karena kekafiran mereka maupun karena kemaksiatan mereka. Bid'ah tidaklah semuanya sama; beberapa merupakan kekufuran, dan para penganutnya akan tetap di api neraka selamanya. Inilah bid'ah yang mukafirah, seperti meminta pertolongan kepada orang mati, berdoa kepada orang mati, menyembelih untuk selain Allah, dan membuat nazar untuk selain Allah ﷻ. Ini semua bid'ah kufriyah (bid'ah yang menjadikannya kafir).
Begitu juga perkataan yang menafikan nama-nama dan sifat Allah ﷻ yaitu kelompok Jahmiyah. Jahmiyah adalah sebutan untuk para pengikut doktrin Jahm bin Shafwan, yang merupakan tokoh yang menyimpang yang membuang sifat-sifat Allah ﷻ. Maka, kalau Allah ﷻ tidak memiliki sifat sama dengan menganggap Allah ﷻ tidak ada, karena sesuatu yang wujud pasti ada sifatnya. Maka, para ulama menghukumi kafir orang-orang Jahmiyah yang menganggap Al-Qur’an itu makhluk. Konsekuensinya jika Al-Qur’an itu makhluk maka bisa salah, karena makhluk tidak ada yang sempurna!, na'udzubillahmindalik.
Allah ta’ala berkata:
وَٱتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَىٰ مِنۢ بَعْدِهِۦ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَّهُۥ خُوَارٌ ۚ أَلَمْ يَرَوْا۟ أَنَّهُۥ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلَا يَهْدِيهِمْ سَبِيلًا ۘ
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? [al-A'raf: 148], Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak berbicara bukanlah Tuhan. Kaum Jahmiyah berkata: Tuhan tidak berbicara, jadi Dia bukanlah tuhan -Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan-.
Dan dalam Surah Taha:
أَفَلَا يَرَوْنَ أَلَّا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلًا وَلَا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? [Taha: 89]
Artinya: Anak lembu itu, jika mereka berbicara kepadanya, ia tidak akan menjawab. Apakah ini pantas disebut Tuhan yang disembah!?
Ibrahim (’alaihissalam) berkata kepada para penyembah berhala:
قَالَ بَلْ فَعَلَهُۥ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَسْـَٔلُوهُمْ إِن كَانُوا۟ يَنطِقُونَ
Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". [al-Anbiya: 63].
Mereka berkata kepadanya:
ثُمَّ نُكِسُوا۟ عَلَىٰ رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَٰٓؤُلَآءِ يَنطِقُونَ
Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara". [al-Anbiya: 65].
Dia berkata kepada mereka:
قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْـًٔا وَلَا يَضُرُّكُمْ. أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? [Al-Anbiya: 66-67].
Allah ﷻ berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". [Ghafir: 60].
Ia menggambarkan dirinya sebagai orang yang berkata dan berbicara. Barangsiapa yang tidak berbicara bukanlah Tuhan. Oleh karena itu, banyak imam menyatakan para imam kaum Jahmiyah sebagai kafir, tetapi tidak demikian halnya dengan para peniru dan pengikut mereka yang tidak memahami kebenaran dan hanya meniru karena ketidaktahuan. Orang-orang ini patut dipertanyakan, dan perlu dijelaskan hal ini kepada mereka. Jika mereka tetap melakukannya, maka mereka harus dinyatakan kafir.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم