بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Pokok-pokok Aqidah (Ushulus Sunnah) Imam Ahmad
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 3: 4 Safar 1447 / 30 Juli 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
POKOK-POKOK SUNNAH MENURUT IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH
Telah berlalu pembahasan mengenai:
- Biografi Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
- Sanad Kitab: Berasal dari Abdus bin Malik Al Athar termasuk murid terdekat Imam Ahmad.
- Mengenal nama kitab: makna Ushulus Sunnah.
- Nama lain akidah dan keistimewaan aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah.
- Berpegang teguh pada ajaran Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengikuti mereka.
- Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk terus mempelajari kitab-kitab aqidah, karena sangat penting untuk mempelajarinya, beberapa faedah dalam mempelajari kitab aqidah antara lain:
- Mengokohkan aqidah kita di atas pondasi yang kuat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Membentengi diri kita dari syubhat-syubhat ahlul bid'ah. Dimana zaman sekarang banyak tersebar di media sosial.
- Mempelajari aqidah dengan mudah, karena para ulama membuat kitab-kitab aqidah dengan bahasa yang mudah, berbeda dengan kitab-kitab ahli filsafat.
- Menguatkan hubungan antara kita dengan ulama-ulama salaf.
- Membentengi para Pemuda di atas akidah yang benar karena kuatnya ghoswul fikr, maka sungguh indah nasehat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu kepada muridnya Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah:
Janganlah engkau jadikan hatimu seperti busa dalam menampung segala yang datang dan syubhat-syubhat, ia menyerapnya sehingga yang keluar dari busa tadi adalah syubhat-syubhat yang diserapnya tadi. Namun jadikanlah hatimu itu seperti kaca yang kokoh dan rapat (air tidak dapat merembes ke dalamnya) sehingga syubhat-syubhat tersebut hanya lewat di depannya dan tidak menempel di kaca. Dia melihat syubhat-syubhat tersebut dengan kejernihannya dan menolaknya dengan sebab kekokohannya. Karena kalau tidak demikian, apabila hatimu menyerap setiap syubhat yang datang kepadanya, maka hati tersebut akan menjadi tempat tinggal bagi segala syubhat.
_____________________
📖 Miftah Daris Sa’adah (I/443) oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi.
1. Berpegang Teguh Kepada Ajaran Sahabat - Lanjutan
٣. وَتَرْكُ الخُصُومَاتِ وَالجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ وَالجِدَالِ وَالخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ.
3. Menjauhi mendebat para pengikut hawa nafsu dan duduk bersama mereka, serta meninggalkan berdebat dalam agama.
1. Larangan Duduk-duduk dengan Ahlul Ahwa (Pengekor Hawa Nafsu).
Duduk-duduk maksudnya bukan hanya berkumpul dengan mereka, tetapi juga, mendengarkan ceramah mereka, membaca buku-buku mereka, berdiskusi dan berteman dengan mereka.
Imam Ahmad Rahimahullah menyebut Ahlul bid'ah dengan Ahlul Ahwa (Pengekor Hawa Nafsu) karena mereka lebih mementingkan hawa nafsu mereka, dan jika hawa nafsu dijadikan standar, maka hawa nafsu siapa yang harus diikuti?
Maka, standar beragama yang benar adalah yang berdalil berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perlu disadari bahwa sifat manusia adalah lemah, sebagaimana firman Allah ﷻ:
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah’” (An Nisa: 28)
Oleh karenanya, Allah ﷻ menganjurkan selektif dalam berteman, Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Kahfi ayat 28:
وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya
Ayat ini diperintahkan kepada Nabi ﷺ, tetapi kaidah menjelaskan bahwa jika perintah diberikan kepada Nabi ﷺ maka juga berlaku bagi umatnya. Nabi diperintah untuk berteman dengan orang-orang yang senantiasa berdzikir pagi dan petang baik mereka fakir atau kaya.
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan akan pengaruh teman, Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Hadits ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, ilmu, dan adab.
Maka, apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad dan salafus Shalih dalam larangan duduk-duduk dengan Ahlul bid'ah adalah hal yang penting yang berkaitan dengan akidah, bukan hanya omong kosong semata, namun hal ini didukung dengan banyaknya dalil.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-an'am ayat 68:
وَإِذَا رَأَيْتَ ٱلَّذِينَ يَخُوضُونَ فِىٓ ءَايَٰتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ ٱلشَّيْطَٰنُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ ٱلذِّكْرَىٰ مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
Kaidah umum dalam Islam adalah bahwa setiap perintah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad ﷺ juga berlaku untuk umatnya, kecuali jika ada dalil khusus yang mengecualikannya.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasulullah untuk berpaling dari teman-teman duduk yang mengejek ayat-ayat Allah. Dan kaidahnya, hukum asal perintah menunjukkan wajib.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Bahwa termasuk dalam ayat ini setiap yang menuruti hawa nafsu mereka dan ahli bid’ah sampai hari kiamat.
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata :
“Dalam ayat ini terkandung nasihat yang agung bagi mereka yang membolehkan duduk bermajelis dengan ahlul bid’ah, yaitu dengan orang-orang yang suka mengubah-ubah perkataan Allah, mempermainkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya, serta mengembalikan pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah kepada hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan bid’ah mereka yang rusak. Maka, jika seseorang tidak mampu mengingkari atau mengubah kebid’ahan mereka, paling tidak dia harus meninggalkan majelis mereka, dan tentu ini mudah baginya, tidak susah. Dan terkadang orang-orang yang menyimpang tersebut menjadikan kehadiran seseorang bersama mereka (meskipun orang tersebut bersih dari kebid’ahan yang mereka lakukan) sebagai syubhat, dengannya mereka mengaburkan (permasalahan) atas orang-orang awam. Jadi, dalam kehadirannya (di majelis mereka) terdapat tambahan mudharat dari sekedar mendengarkan kemungkaran” [lihat Tafsir Fathul Qadir II/185].
1. Menjauh dari penderita Lepra. Sabda Nabi ﷺ :
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
“Menjauhlah dari orang yang menderita lepra (judzam), seperti engkau lari dari singa.” [HR Al Bukhari]
Sisi pendalilan hadits ini adalah, kita disuruh menjauhi penyakit lepra yang mafsadatnya hanya untuk badan, apalagi menjauhi ahlul bid’ah yang mafsadatnya untuk agama dan akhirat kita.
2. Bid’ah lebih berbahaya dari rabies. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وإنَّهُ سيخرجُ من أُمَّتي أقوامٌ تَجارى بِهم تلكَ الأهواءُ كما يَتَجارى الكَلبُ لصاحِبِه ، لا يَبقى منه عِرْقٌ ولا مِفصلٌ إلَّا دخلَه
“Sesungguhnya akan keluar dari umatku beberapa kaum, akan menjalar di tengah mereka penyakit hawa nafsu bid'ah, sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila pada penderitanya. Tidak menyisakan satu urat ataupun persendian kecuali penyakit ini akan memasukinya.” (Dihasankan Al-Albani rahimahullah dalam Shahih At-Yarghib no 51)
Rabies adalah penyakit yang berbahaya, disebutkan para ahli kedokteran bahwa orang yang terkena gigitan anjing gila maka dalam hitungan menit akan menjalar ke seluruh tubuh, dan butuh waktu 90 hari untuk mengobatinya, setiap hari butuh puluhan suntikan untuk mengeluarkan racun nya.
Maka menjauhi bid'ah lebih berbahaya dari rabies pada pasien.
3. Menjauh dari Dajjal.
Dari ‘Imron bin Hushain, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ فَوَاللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهْوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ أَوْ لِمَا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ
“Barangsiapa mendengar kemunculan Dajjal, maka menjauhlah darinya. Demi Allah, ada seseorang yang mendatangi Dajjal dan ia mengira bahwa ia punya iman (yang kokoh), malah ia yang menjadi pengikut Dajjal karena ia terkena syubhatnya ketika Dajjal itu muncul” (HR. Abu Daud no. 4319 dan Ahmad 4: 441. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dajjal dalam hadits ini mengandung makna:
- Dajjal besar yang muncul mendekati hari kiamat.
- Dajjal yang bermakna Al-Kadzab (pembohong). Termasuk di dalamnya ahlul bid’ah dan pengikutnya.
Karena bisa jadi seseorang menyangka bahwa ia memiliki iman yang kokoh, namun ia terperangkap syubhat Dajjal. Akhirnya ia pun menjadi pengikut setianya. Wal ‘iyadzu billah.
4. Tatkala Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu membaca kitab Taurat, langsung ditegur Nabi ﷺ.
Diriwayatkan oleh Al Imam an Nasaii & juga yang lain dari Nabi ﷺ , bahwasanya Beliau ﷺ melihat ditangan Umar bin Khattab ada 1 lembar dari Taurat.
Bukan Taurat sempurna tapi dia adalah 1 lembar dari Taurat, Maka Nabi ﷺ berkata kepada Umar bin Khattab
أمتهوكون يا ابن الخطاب؟
Apakah kalian dalam keadaan bingung wahai Umar bin Khattab? Sehingga masih membaca kitab seperti ini, kitab yang sudah di nashk oleh Al Qur’an & seluruh kebaikan kalau memang disitu ada Wahyu maka kebaikan tersebut ada di dalam Al Qur’an -تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ –
لقد جئتكم بها بيضاء نقية،
Sungguh aku telah datang kepada kalian dengannya (dengan syariat ini, dengan Islām ini) dalam keadaan putih bersih.
Jika Sahabat Nabi sekelas Umar saja ditegur oleh Nabi karena membaca Taurat, lantas bagaimana dengan orang semisal kita?
- Imam al-Baghawi rahimahullah berkata: Telah berlalu Sunnah para Sahabat, Tabi’in serta orang-orang yang mengikutinya. Dan seluruh ulama Ahlus Sunnah telah sepakat untuk memusuhi ahlul bid’ah dan menghajr (mengisolasi) mereka. (Syarhus Sunnah (I/227) oleh Imam al-Baghawi).
- Imam Ibnu Zamanin rahimahullah berkata, Ahlussunnah wal Jama'ah selalu mengkritik ahlul ahwa yang menyesatkan, mereka melarang dari duduk-duduk dengan Ahlul bid'ah, mereka khawatir akan terfitnah.
- Al-Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Sirin rahimahumallah berkata : “Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul ahwa ! Janganlah kalian berdebat dengan mereka ! Dan janganlah kalian mendengar dari mereka !” [lihat Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra VII/172 dan Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah I/133 oleh al-Lalika’i].
- Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata : Ada seseorang yang datang untuk mengucapkan suatu hadits, maka beliau berkata, aku akan bacakan satu ayat Al-Qur’an, maka dia menjawab tidak. Maka, Ibnu sirin berkata, kamu yang pergi atau aku yang pergi. “Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka hendaklah kalian berhati-hati dari siapa kalian mengambil agama ini” (lihat Muqaddimah Shahiih Muslim Bisyarhin Nawawi I/126).
- Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata : “Barangsiapa mendengarkan ahlul bid’ah dengan pendengarannya, padahal dia mengetahui, maka ia keluar dari penjagaan Allah dan (urusannya) diserahkan kepada dirinya sendiri“. Setelah membawakan perkataan Sufyan ats-Tsauri di atas, al-Hafidz adz-Dzahabi berkata: “Kebanyakan para imam Salaf berpendapat dengan tahdzir ini, mereka melihat bahwa hati itu lemah dan syubhat-syubhat itu menyambar-nyambar” [lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ VII/261].
Bahaya Duduk-duduk dengan Ahlul Bid'ah
Abu Qilabah rahimahullah berkata :
لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يلبسوا عليكم في الدين بعض ما لبس عليهم
“Janganlah kalian duduk bersama ahlu ahwa’ (ahlul bid’ah) dan janganlah mendebat mereka dikarenakan sesungguhnya aku tidak merasa aman (khawatir) mereka akan menanamkan kesesatan kepada kalian atau menanamkan keraguan kepada kalian dalam perkara agama, yaitu dengan sebagian kerancuan yang ada pada mereka” (lihat asy-Syari’ah oleh al-Ajurry hal 56 dan al-Ibaanah oleh Ibnu Batthah II/437).
2. Menentang ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi ﷺ yang melarang untuk dekat dengan mereka
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 63:
فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H) rahimahullah berkata:
مَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ فَاحْذَرْهُ، وَمَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ لَمْ يُعْطَ الْحِكْمَةَ، وَأُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حِصْنٌ مِنْ حَدِيْدٍ.
“Hindarilah duduk bersama ahli bid’ah dan barangsiapa yang duduk bersama ahli bid’ah, maka ia tidak akan diberi hikmah. Aku suka jika di antara aku dan pelaku bid’ah ada benteng dari besi.” (Lihat al-Ibaanah (no. 470) oleh Ibnu Baththah al-‘Ukbari, Syarhus Sunnah (no. 170) oleh Imam Al-Barbahari)
Yaitu siapa yang duduk dengan Ahlul bid'ah maka segala urusannya akan diserahkan kepada dirinya sendiri, tanpa pertolongan Allah ﷻ, na'udzubillahmindalik.
3. Akan menjadikan kita mencintai mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan teman sebagai patokan terhadapa baik dan buruknya agama seseorang. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar memilih teman dalam bergaul. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Dalam perumpamaan yang indah, Malik bin Dinar rahimahullah menyampaikan pemahaman mendalam mengenai hubungan pertemanan manusia. Beliau menggambarkan,
النَّاسُ أَجْنَاسٌ كَأَجْنَاسِ الطَّيْرِ الْحَمَامُ مَعَ الْحَمَامِ وَالْغُرَابُ مَعَ الْغُرَابِ وَالْبَطُّ مَعَ الْبَطِّ وَالصَّعْوُ مَعَ الصَّعْوِ وَكُلُّ إِنْسَانٍ مَعَ شِكْلِهِ
“Manusia berjenis-jenis sebagaimana berjenis-jenisnya burung. Burung merpati dengan burung merpati, burung gagak dengan burung gagak, bebek dengan bebek, burung Regulus dengan burung Regulus. Begitu juga setiap orang akan bersama yang setipe dengannya.” (Al-Ibanah al-Kubra 512)
4. Menjadikan mereka semangat dalam kebid’ahannya
Seolah-olah mereka mendapatkan support dan dukungan dari orang-orang yang duduk dengannya, dan ini berbahaya bagi pemberantasan bid'ah dan pengikutnya.
5. Fitnah bagi orang-orang awam.
Karena orang-orang awam hanya melihat dari sisi fisiknya saja.
Dan tujuan utama dari larangan duduk-duduk dengan mereka adalah membentengi diri dari syubhat-syubhat mereka. Karena hati ini lemah dan syubhat-syubhat kencang menyambar.
- Syubhat adalah penyakit hati yang berbahaya dan para ulama menyatakan, penyakit hati ada dua : Syubhat dan Syahwat.
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 10:
فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضًا ۖ
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya;
Yaitu penyakit syubhat. Syubhat yaitu kerancuan pemikiran yang dibalut dengan kata-kata yang indah, sehingga mempengaruhi pemikiran seseorang.
Sikap Seorang Muslim terhadap Syubhat
Ada 2 bagian: preventive dan corrective.
1. Langkah preventive: karena menjaga lebih mudah daripada mengobati.
Sebelum terjadi adalah menjauh, seperti hadits Dajjal di atas, diperintahkan untuk menjauh dan perintah Allah ﷻ dalam surat Al-an'am ayat 68: فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ (maka tinggalkanlah mereka).
Dan orang-orang yang terjauhkan dari fitnah adalah orang-orang yang berbahagia.
عَنْ الْمِقْدَادِ بْنِ الْأَسْوَدِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ ايْمُ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنِ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنُ وَلَمَنْ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ فَوَاهًا
“Dari al Miqdad bin al Aswad Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Demi Allah! Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Dan barangsiapa yang mendapat ujian lalu bersabar, maka alangkah bagusnya”.
Hadits ini dishahihkan al Albani dalam al Misykah al Mashabih no. 5405, juga dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah no. 975 dan Shahih Sunan Abu Dawud no. 4263.
Maka, Jangan sok kokoh dengan alasan bisa menyaring, belum tentu! karena hati manusia diantara dua jemari Allah ﷻ.
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3/257. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat) sesuai syarat Muslim).
Sebagian orang mengira bahwa ini adalah kelemahan dan pengecut. Tidak, justru ini adalah keberanian karena menjaga sesuatu yang paling berharga dalam diri kita yaitu iman dan aqidah.
2. Langkah Korektif: pengobatan setelah terjadi.
1. Tetap tegar dan Tidak jatuh
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim (no. 2664)
2. Bergantung kepada Allah ﷻ
Banyaklah berdo'a dan jangan mengandalkan diri kita. Do'a yang paling sering dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
Rabbanā lā tuzigh qulụbanā ba'da iż hadaitanā wa hab lanā mil ladungka raḥmah, innaka antal-wahhāb
Artinya: (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)". (QS Ali Imran ayat 8).
3. Tidak larut menyimpannya
Jangan tunggu syubhat semakin lama dan semakin besar, namun segera obati agar tidak terlambat.
4. Pergi ke Dokter yang Ahli
Yaitu para ulama, alim robbani yang bisa mengajarkan ilmu. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al anbiya ayat 7:
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.
5. Pegang Erat-erat Prinsip Agama
Ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip agama terutama prinsip-prinsip akidah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tindakan, ucapan, maupun pemikiran. Memegang erat prinsip agama juga berarti menjauhi segala larangan agama dan senantiasa berupaya menjalankan perintah agama.
2. Larangan Berdebat dengan Ahlul Bid'ah
1. Debat yang terlarang: jika debatnya untuk membantah kebenaran atau memenangkan kebatilan atau debat kusir yang kotor (isi dan caranya).
مَا يُجَٰدِلُ فِىٓ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟
Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. (QS Al-Mukmin ayat 4)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat. [HR. Bukhâri, no. 2457; Muslim, no. 2668; dll]
Terdapat hadits yang menjelaskan bahwa seseorang yang dahulunya berada di atas hidayah bisa mejadi sesat karena sangat suka berdebat kusir yang tidak bermanfaat. Sangat disayangkan apabila seseorang sudah mendapatkan hidayah agama dan hidayah sunnah kemudian sangat hobi berdebat dan menjadi sesat karenanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat), ‘Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja’.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Mengapa bisa tersesat? Karena berdebat kusir yang mengeraskan hati dan meredupkan cahaya hidayah.
Hendaknya kita mengingat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
“Aku menjamin istana di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia di atas kebenaran.” (HR Abu Dawud no. 4800 dengan sanad yang hasan)
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 125:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hukum asalnya adalah menjauhi debat, kecuali ulama yang benar-benar berilmu dan memandang kemaslahatannya sangat besar seperti dahulu Ibnu Abbas mendebat kaum Khawarij, Umar bin Abdul Aziz, Al Auza'i dan lain sebagainya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم