بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Pokok-pokok Aqidah (Ushulus Sunnah) Imam Ahmad
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 4: 13 Safar 1447 / 6 Agustus 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
POKOK-POKOK SUNNAH MENURUT IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH
Telah berlalu pembahasan mengenai:
- Biografi Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
- Sanad Kitab: Berasal dari Abdus bin Malik Al Athar termasuk murid terdekat Imam Ahmad.
- Mengenal nama kitab: makna Ushulus Sunnah.
- Nama lain akidah dan keistimewaan aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah.
- Aqidah#1. Berpegang teguh pada ajaran Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengikuti mereka.
- Aqidah#2. Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.
- Faedah Mempelajari kitab Aqidah
- Aqidah#3. Menjauhi mendebat para pengikut hawa nafsu dan duduk bersama mereka, serta meninggalkan berdebat dalam agama.
Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz menjelaskan pentingnya ilmu sebagaimana hujan menyuburkan tanaman maka ilmu berfungsi menghidupkan iman. Maka, do'a diantara keduanya terdapat persamaan:
اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً،...
Ya Allâh! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat...
اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat...
Keduanya diminta untuk mendatangkan manfaat bagi kita.
Imam Ahmad Rahimahullah berkata:
2. Sumber Akidah adalah Hadits Rasulullah ﷺ
وَالسُّنَّةُ عِنْدَنَا آثَارُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالسُّنَّةُ تُفَسِّرُ القُرْآنَ، وَهِيَ دَلَائِلُ القُرْآنِ، وَلَيْسَ فِي السُّنَّةِ قِيَاسٌ، وَلَا تُضْرَبُ لَهَا الأَمْثَالُ، وَلَا تُدْرَكُ بِالعُقُولِ وَلَا الأَهْوَاءِ، إِنَّمَا هِيَ الِاتِّبَاعُ وَتَرْكُ الهَوَى.
(4) Sunnah (Akidah) menurut kami (Ahlus Sunnah) diambil dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (5) Sunnah berfungsi menafsirkan Al-Quran dan menunjukkan makna-makna Al-Quran. (6) Tidak ada analogi (qiyas) dalam Sunnah. (7) Sunnah tidak boleh dibantah dengan pemisalan dan tidak boleh dibantah dengan akal dan hawa nafsu. Akan tetapi Sunnah disikapi dengan ittiba (diikuti dan diterima) dan meninggalkan hawa nafsu.
4. Sunnah (Akidah) menurut kami (Ahlus Sunnah) diambil dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sunnah adalah apa yang shahih dari Rasulullah ﷺ dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan) dan taqrir (penetapan).
- Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti hadits segala sesuatu tergantung niat.
- Hadits fi’li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya, misalnya tentang wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.
- Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya. Seperti persetujuan, Nabi ﷺ ketika menanyakan kepada budak wanita, dimana Allah ﷻ dan dia menjawab di langit. Maka, Nabi ﷺ menyuruh membebaskannya karena dia mukminah.
Bahasan hadits di sini adalah kalau haditsnya shahih. Maka, ia adalah hujjah baik dalam masalah Aqidah atau hukum, baik derajatnya ahad (diriwayatkan satu, dua atau tiga jalur) atau mutawatir (Diriwayatkan dari banyak jalur yang tidak memungkinkan adanya kebohongan).
Hadits adalah hujjah, karena ia adalah wahyu sama seperti Al-Qur'an. Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-A'raf Ayat 3:
ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
Dan tidaklah Allah ﷻ menurunkan kepada Nabi ﷺ kecuali ada dua: Al-Qur’an dan Al-Hadits. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا إني أوتيت القرآن ومثله معه
“Ketahuilah sesungguhnya saya diberi (wahyu) Al-Quran dan (wahyu) yang semisalnya bersamaan dengannya (As-Sunnah)” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, sedangkan lafadz ini adalah lafadz riwayat beliau. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13).
Sa'ad bin Mu’adz Radhiyallahu’anhu berkata, tidaklah aku mendengar Satu hadits pun dari Rasulullah ﷺ, kecuali aku tahu bahwa itu adalah hak (benar)dari Allah ﷻ.
- Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu Abdil Barr: 1707.
Maka, wajib bagi kita untuk menerima dan mengimaninya. Karena seperti kata penulis, barangsiapa menolak sunnah-sunnah Nabi ﷺ, maka dia di tepi jurang kebinasaan.
5. Sunnah berfungsi menafsirkan Al-Quran dan menunjukkan makna-makna Al-Quran.
Nabi ﷺ diutus untuk menjelaskan makna-makna yang ada di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 44:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur-an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl/16: 44]
Maka, kita tidak mungkin memahami Al-Qur’an tanpa penjelasan Nabi ﷺ, bahkan sekelas para sahabat Nabi yang merupakan orang-orang ahli dan jago berbahasa Arab.
Oleh karenanya, tatkala surat Al-An'am ayat 82 turun:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Para sahabat bertanya, "Siapakah di antara kita yang-tidak berbuat zalim terhadap dirinya sendiri?" Lalu turunlah firman Allah ﷻ: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13). Yang dimaksud kezaliman adalah syirik. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir).
Cara Menafsirkan Ayat-ayat Al-Qur'an
Intinya, sunnah Nabi ﷺ adalah penjelas bagi Al-Qur’an, makanya kalau kita belajar Ushul tafsir, ada beberapa metode/cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an:
1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, contoh Firman Allah Ta’ala
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS.Yunus: 62), makna wali Allah dalam firman Allah Ta’ala di atas, ditafsirkan dengan ayat yang selanjutnya:
الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS.Yunus: 63).
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan hadits. Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling paham dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka inilah penafsiran yang terbaik. Seperti, Firman Allah ﷻ:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ َ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya ….” (QS. Yunus: 26)
Dijelaskan Nabi ﷺ melalui hadits Riwayat Ahmad bahwa makna زِيَادَةٌ adalah melihat wajah Allah ﷻ.
Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah dalam surat 238:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّـهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾
“Peliharalah seluruh shalat dan peliharalah shalat wustha. Dan berdirilah engkau dalam shalat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Baqarah[2]: 238)
Dan dijelaskan Nabi ﷺ melalui hadits riwayat Muslim yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu sebagai shalat Ashar, meskipun para ulama berbeda-beda pendapat hingga mencapai 50 tafsiran.
3. Menafsirkan Al-Qur'an dengan penafsiran para salaf (sahabat, tabi'in dan tabiit tabi'in).
Model Sunnah Dalam Menjelaskan Al Quran
Penjelasan Al-Qur’an melalui sunnah Nabi ﷺ ada beberapa model:
1. Mujmal (Global). Seperti pada ayat:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
Dan dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat. (QS Al-Baqarah ayat 43).
Ayat ini masih global, adapun perincian dan tata caranya dijelaskan melalui hadits-hadits Nabi ﷺ. Seperti :
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158]
2. Al-Qur'an mentakyid hadits yaitu fungsi hadis dalam memberikan batasan atau penjelasan lebih lanjut terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum atau mutlak.
Contoh penerapan surat Al-Ma'idah ayat 38:
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
Perinciannya dijelaskan melalui hadits Nabi ﷺ. nishâb/batasan minimal dalam masalah pencurian, yaitu tiga dirham atau seperempat dinar atau yang senilai dengan salah satu dari keduanya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist `Aisyah, bahwa Nabi ﷺ bersabda,”Tidak dipotong tangan (pencuri) terkecuali pada seperempat dinar atau lebih”
Dan Yang dipotong adalah sampai pergelangan tangan, bukan sampai siku-siku seperti dalam wudhu.
3. Bayan Tasyri' atau Ziyadah: Menjelaskan Al-Qur'an dengan memberikan tambahan hukum yang tidak ada di dalam Al-Qur’an. Seperti masalah mahram.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 24, setelah menjelaskan tentang mahram disebut وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ (dihalalkan bagi kamu selain yang demikian), dzahirnya berarti selain itu adalah halal, tetapi dalam hadits ada tambahan.
Allah ﷻ berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ …
وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu…
dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau…”
(QS. An-Nisa’: Ayat 23)
Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menambahkan haramnya menggabungkan pernikahan wanita dan bibinya, baik bibi dari pihak ayah (‘ammah), maupun bibi dari pihak ibu (kholah).
Abu hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
ﻟَﺎ ﻳُﺠْﻤَﻊُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﻭَﻋَﻤَّﺘِﻬَﺎ ، ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﻭَﺧَﺎﻟَﺘِﻬَﺎ
“Janganlah menggabungkan menikahi wanita dengan ‘ammahnya dan juga kholahnya” (muttafaqun alaih).
Selain itu dalam Al-Qur’an, yang diharamkan untuk dimakan ada empat. firman Allah Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُوَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِوَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَاأَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ(المائدة:3)
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”
Kemudian dalam hadits ada penambahan binatang buas. Abu Tsa’labah Radhiyallohu ‘anhu berkata:
نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ
“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas”(Muttafaqun ‘Alaih).
Maka, hadits ini wajib diterima. Dalam firman-Nya.
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah“. [An-Nisaa/4 : 80]
Bahkan para ulama menjelaskan, bahwa setiap ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kenabian merupakan dalil yang menjelaskan kebenaran risalah Nabi ﷺ yang wajib ditaati dan hadits nabi yang harus diterima.
Kaidah-kaidah Penting yang Berkaitan dengan Sunnah Nabi ﷺ
1. Hadits Nabi ﷺ adalah hujjah seperti Al-Qur'an
Sebagaimana kita mengimani Al-Qur’an, maka demikian juga kita mengimani hadits-hadits Nabi ﷺ. Barangsiapa yang menolaknya, maka dia telah kafir.
2. Tidak boleh mencukupkan dengan Al-Qur’an saja tanpa Hadits
Seperti kelompok ingkar sunnah atau Qur’aniyyun di India. Ini adalah pemahaman yang kufur berdasarkan kesepakatan para ulama. Seperti dijelaskan oleh Ibnu Hazm dan Imam Suyuthi dalam kitabnya Miftahul Jannah.
3. Hadits yang shahih adalah hujjah dalam masalah akidah dan Fiqh. Tidak disyaratkan harus hadits mutawatir.
Para ulama sepakat bahwa hadits shahih meskipun hadits ahad, dapat dijadikan hujjah baik dalam masalah Aqidah maupun fikih. Dan ini adalah bantahan terhadap kaum Mutazilah atau filsafat (juga Hizbut Tahrir) yang menolak hadits-hadits ahad dalam masalah akidah. Dan ini adalah paham yang sesat karena konsekuensinya tidak menerima banyak hadits yang berkaitan dengan akidah, seperti siksa dan adzab kubur, keluarnya Dajjal, melihat Allah ﷻ dan lainnya.
Dan teori pembagian mereka antara aqidah harus mutawatir, sedangkan fiqih cukup dengan ahad adalah pembagian yang bid'ah, tidak dikenal oleh para salaf. Apalagi antara aqidah dan fiqih ada keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan.
Sebagai contoh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a di dalam shalatnya dengan do’a:
اَللّهُمَّ إِنِّـي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ…
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal….”
Hadits ini adalah hadits Ahad, dan terkandung masalah fikih dan akidah, maka merekapun menjadi bingung, dan mereka menyimpulkan boleh dibaca tetapi tidak boleh diyakini.. Laa hawla wa laa quwwata illa billah...
4. Hadits tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur’an.
Karena sebagian kelompok tidak menerima hadits dengan alasan bertentangan dengan Al-Qur’an. Padahal, hadits adalah wahyu. Allah ﷻ berfirman dalam Surat An-Najm Ayat 3:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Maka, tidak mungkin saling bertentangan. Kenapa mereka tidak merenungi firman-Nya dalam Surat An-Nisa Ayat 82:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Imam Syafi'i Rahimahumullah berkata dalam Kitab Jima'ul Ilmi menegaskan bahwa sunnah Nabi ﷺ tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur'an selama-lamanya.
Maka, jika ada yang menolak hadits karena berpendapat bertentangan dengan Al-Qur'an maka dia jahil. Dan kalau sekilas seperti bertentangan dengan Al-Qur'an, maka perlu penelitian lagi karena kurangnya ilmu.
5. Tidak ada pendapat seseorang jika sudah ada nash dari hadits Nabi ﷺ.
Maka, benarlah apa yang disampaikan Imam Syafi'i Rahimahumullah: “Setiap Hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku” [Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94]
Alangkah bagusnya perkataan Imam Malik,
كل يُؤخذ من كلامه ويُرد إلا صاحب هذا القبر.
“Semua orang bisa diambil atau ditolak ucapannya kecuali pemilik kubur ini”. Beliau mengisyaratkan ke kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kewajiban Kaum Muslimin terhadap Sunnah Nabi ﷺ
Mengikuti jalan Nabi ﷺ melalui sunnah-sunnah beliau adalah jalan keselamatan (lurus). Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Surat Al-Mu’minun Ayat 73:
وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus.
Dan mengikut Nabi ﷺ adalah jalan menuju surga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى ؟ قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan, para Sahabat bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Siapakah yang enggan?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku niscaya ia akan masuk surga, dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka dia enggan (untuk masuk surga).”
HR. al-Imam al-Bukhari dalam shahihnya Kitab al-I’tisham Bil Kitab Wa as-Sunnah, Bab al-Iqtida’ Bi Sunani Rasûlillâh no. 7280, al-Imam Ahmad dalam musnadnya no. 8728, dan al-Imam al-Hakim dalam al- Mustadrak, Kitab al-Iman no. 182.
قَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ رَحِ مَهُ اللَّهُ: «السُّنَّةُ سَفِينَةُ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ. ذَمَّ الْكَلَامِ لِلْيَرْوِيِّ (١٢٤/٤)
Malik bin Anas rahimahullah ta’la berkata “Sunnah itu seperti perahu Nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya, maka selamat. Dan siapa saja yang terlambat menaikinya, maka ia akan tenggelam (binasa)”.
Adapun kewajiban kita terhadap sunnah Nabi sebagai berikut:
1. Mencintai Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عن أنس رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: «لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ».
[متفق عليه] - [صحيح البخاري: 15]
Anas -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda, "Tidak sempurna iman salah seorang kalian hingga dia menjadikan aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia." [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Bukhari - 15]
Bahkan, Uhud Adalah Gunung Yang Mencintai Nabi ﷺ, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أُحُدًا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ
“Gunung Uhud adalah sebuah gunung yang mencintai kita dan kita pun mencintainya.” (HR. Muslim no. 1393)
2. Mengagungkan Sunnah-sunnah Nabi ﷺ
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Fath Ayat 9:
لِّتُؤْمِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Qatadah berkata: yakni agar kalian menolong dan melindunginya dari setiap orang yang ingin mencelakainya. (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir).
Lawannya adalah merendahkan sunnah atau mengolok-oloknya. Seperti menganggapnya sebagai ketinggalan zaman, ciri teroris dan lainnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 65:
قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
3. Meyakini bahwasanya Sunnah Nabi ﷺ adalah Sebaik-baik Petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Maka, untuk mendapatkan hidayah dan petunjuk, hanya dengan mengikuti sunnah-sunnah Nabi ﷺ. Tidak ada jalan lain!
4. Pasrah dan Tunduk kepada Sunnah Nabi ﷺ
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 65:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Maka, sikap seorang muslim tatkala mendapatkan perintah melalui sunnah Nabi ﷺ adalah tunduk dan patuh (sami'na wa atho'na).
Dalam surat Al-Ahzab ayat 36 Allah ﷻ berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
5. Mengamalkannya
Jika itu sebuah perintah, maka kita mengamalkannya, dan jika itu sebuah larangan, maka tugas kita untuk meninggalkannya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7:
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dengan demikian, kita akan mendapatkan kehidupan yang sebenarnya. Yaitu mendapatkan hati yang hidup. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-anfal ayat 24:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَجِيبُوا۟ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَقَلْبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.
Ibnul Qayyim menyampaikan bahwasanya telaga Rasulullah ﷺ bukan hanya terdapat di surga, namun juga terdapat di dunia, yaitu sunnah dan syariat yang beliau ﷺ bawa.
Disebutkan dalam Ijtimaul Juyusy, bahwa Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah Ta'ala berkata,
فَلَهُ ﷺ حَوْضان عظِيمان، حَوْضٌ في الدنيا وهو سُنَّتُهُ وما جاء به، وحَوْضٌ فِي الآخِرَةِ. فالشّارِبُونَ من هَذا الحَوْضِ في الدُّنْيا هُمُ الشّارِبُونَ مِن حَوْضِهِ يَوْمَ القِيامَةِ.
Ada dua telaga milik Rasulullah shallallahu alahi wa sallam.
Satu telaga di dunia, yaitu sunnah dan syariat yang beliau bawa. Sedangkan satu telaga lagi di akhirat.
Maka orang-orang yang meminum dari telaga beliau yang ada di dunia, niscaya akan minum dari telaga beliau di akhirat pada hari kiamat kelak.
6. Mencukupkan dengannya dan tidak menambah dengan kebid’ahan.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa seburuk-buruk perkara adalah bid'ah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
6. Semangat dalam Mempelajarinya
Betapa banyak hadits-hadits yang telah dibukukan oleh para ulama. Beberapa kitab hadits yang terkenal dan menjadi rujukan utama adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah. Keenam kitab ini secara umum dikenal sebagai Kutubus Sittah (Enam Kitab Pokok) dan dianggap sebagai sumber utama hadits dalam Islam.
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَضَّرَ اللهُ امْرَءاً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثاً فَحَفِظَهُ – وفي لفظٍ: فَوَعَاها وَحَفِظَها – حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ إلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ
“Semoga Allah mencerahkan (mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya – dalam lafazh riwayat lain: lalu dia memahami dan menghafalnya –, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya” (Hadits yang shahih dan mutawatir).
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Abu Dawud (no. 3660), at-Tirmidzi (no. 2656), Ibnu Majah (no. 230), ad-Darimi (no. 229), Ahmad (5/183), Ibnu Hibban (no. 680), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (no. 4890), dan imam-imam lainnya.
8. Memahami Hadits Nabi ﷺ dengan Pemahaman yang Benar
Maka, perlu adanya bimbingan ulama Rabbani dalam memahami hadits Nabi, bukan bermodalkan cocoklagi dan logika semata seperti halnya klaim Ustadz akhir zaman dalam memahami hadits-hadits Nabi tentang peristiwa akhir zaman. Ini sangat berbahaya sekali.
Sangat penting untuk memahami hadits berpedoman dengan pemahaman para sahabat Nabi ﷺ, kalau tidak maka bisa tersesat dan mendatangkan keburukan.
9. Meyebarkannya
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Apalagi zaman sekarang, begitu mudah menyampaikan hadits melalui perangkat elektronik. Karena banyaknya bid’ah dan kemungkaran timbul karena sedikitnya penyebaran hadits atau sunnah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
“تبليغ سنته إلى الأمة أفضل من تبليغ السهام إلى نحور العدو؛ لأن ذلك التبليغ يفعله كثير من الناس، وأما تبليغ السنن فلا تقوم به إلا ورثة الأنبياء وخلفاؤهم “
“Menyampaikan Sunnah kepada umat lebih utama daripada melempar anak panah ke leher-leher musuh Islam. Karena hal itu (berperang dengan senjata) bisa dilakukan oleh sekian banyak orang. Adapun menyampaikan Sunnah hanya bisa dilakukan oleh para pewaris Nabi dan pengganti mereka.” Pernyataan ini membuka wawasan terhadap pentingnya penyebaran ajaran Nabi lebih daripada terlibat dalam konflik fisik.
10. Membela Sunnah Nabi ﷺ
Sebagaimana dahulu para sahabat rela berkorban untuk membela dan melindungi Nabi ﷺ, maka selayaknya kita membela hadits-hadits Nabi ﷺ dari golongan yang mememeranginya.
Sebagaimana kita membela kehormatan orang tua kita, saat dicela, apalagi terhadap sunnah-sunnah Nabi ﷺ bagi orang-orang yang ingin merubah maknanya atau mendustakannya.
Membela hadits-hadits Nabi berarti mempertahankan, menjaga, dan menegakkan ajaran-ajaran Nabi ﷺ yang terdapat dalam hadits. Ini melibatkan upaya untuk memastikan keaslian, keabsahan, dan pemahaman yang benar tentang hadits, serta melindunginya dari berbagai bentuk penolakan, penyimpangan, dan pemalsuan.
Kami menulis buku Membela Hadits Nabi sebanyak 3 jilid sebagai sedikit sumbangsih dalam masalah ini.
Bisa dibaca di sini: Membela Hadits Nabi - Jilid 1
Demikian, semoga bermanfaat dan membawa faedah. Baarokallohufiikum.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم