بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Pokok-pokok Aqidah (Ushulus Sunnah) Imam Ahmad
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 7: 3 Rabi'ul Awal 1447 / 27 Agustus 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
POKOK-POKOK SUNNAH MENURUT IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH
- Ushulus Sunnah - Imam Ahmad #7 | Bab ke-4: Al-Qur'an adalah Firman Allah ﷻ dan Bukan Makhluk
- Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata:
- 1. Sifat Kalam bagi Allah ﷻ
- 2. Tentang Al-Qur’an.
- 1. Meniadakan sifat kalam bagi Allah ﷻ
- 2. Penodaan terhadap sifat rububiyah Allah ﷻ
- 3. Tidak Mengagungkan Al-Qur’an
- 4. Al-Qur'an tidak Dapat Dipakai Sebagai Hujjah
- 5. Membacanya bukan Ibadah
- 6. Menuduh ulama salaf di atas kebatilan.
- 7. Membuka ruang orang-orang zindiq untuk melecehkan Al-Qur’an
- 3. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an dari Allah ﷻ
- 4. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an dibaca, didengar, ditulis, atau dihafal tetap sebagai Firman Allah ﷻ
- 5. Ahlussunnah meyakini bahwa Harus dibedakan antara Ucapan dan Suara
- 6. Ahlussunnah Meyakini bahwa Al-Qur’an Didengar Jibril Tanpa Perantara dan Menyampaikannya kepada Nabi ﷺ juga Tanpa Perantara.
Ushulus Sunnah - Imam Ahmad #7 | Bab ke-4: Al-Qur'an adalah Firman Allah ﷻ dan Bukan Makhluk
Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata:
وَالقُرْآنُ كَلَامُ اللَّهِ وَلَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَلَا يَضْعُفُ أَنْ يَقُولَ: لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، فَإِنَّ كَلَامَ اللَّهِ لَيْسَ بِبَائِنٍ مِنْهُ، وَلَيْسَ مِنْهُ شَيْءٌ مَخْلُوقٌ، وَإِيَّاكَ وَمُنَاظَرَةَ مَنْ أَحْدَثَ فِيهِ، وَمَنْ قَالَ بِاللَّفْظِ وَغَيْرِهِ، وَمَنْ وَقَفَ فِيهِ، فَقَالَ: «لَا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَإِنَّمَا هُوَ كَلَامُ اللَّهِ»؛ فَهَذَا صَاحِبُ بِدْعَةٍ مِثْلُ مَنْ قَالَ: «هُوَ مَخْلُوقٌ»، وَإِنَّمَا هُوَ كَلَامُ اللَّهِ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ.
(11) Al-Quran adalah Kalamullah (ucapan Allah) bukan makhluk. (12) Tidak boleh kamu lemah mengatakan ia bukan makhluk, karena Kalamullah bagian dariNya, dan tidak ada apapun yang berasal dari bagianNya adalah makhluk. (13) Hindarilah mendebat orang yang melakukan penyimpangan dalam perkara ini dan orang yang mengatakan “Lafazhku dari membaca Al-Quran adalah makhluk”, begitu pula orang yang ragu-ragu hingga mengatakan “Aku tidak tahu ia mahluk atau bukan makhluk, yang jelas ia Kalamullah,” orang ini adalah pengikut bid’ah, mirip orang yang mengatakan Al-Quran makhluk. Sungguh Al-Quran hanyalah Kalamullah, bukan makhluk.
Pembahasan masalah Al-Qur’an adalah kalamullah adalah pembahasan yang sangat penting karena sebab-sebab berikut:
- Pembahasan mengenai bab aqidah adalah cabang dari rukun iman, termasuk mengenai Al-Qur’an adalah kalamullah, adalah cabang dari rukun iman, karena diantara rukun iman adalah beriman kepada Kitab-kitab Allah ﷻ. Dan salah satu kitab Allah ﷻ adalah Al-Qur’an.
- Masalah Al-Qur’an adalah makhluk merupakan sebab terjadinya fitnah yang cukup besar yang menimpa kaum muslimin termasuk imam Ahmad rahimahullah sendiri hingga dipenjara, dan beliau bersabar pada pendapatnya bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk. Bahkan ada ulama yang terbunuh di penjara karena mempertahankan pendapat ini, seperti al-Buwaiti murid Imam Syafi'i Rahimahumullah.
Maka sungguh benar apa yang dikatakan seorang ulama temanya Imam Ahmad bernama Ali bin Al-Madini rahimahumallah,
أعز الله الإسلام بأبي بكر يوم الردة، وبأحمد يوم المحنة
“Allah Ta’ala memuliakan Islam melalui Abu Bakr pada saat fitnah riddah (banyaknya orang yang murtad, keluar dari Islam, pen.) dan melalui Imam Ahmad pada saat terjadi fitnah (ujian Mu’tazilah, pen.)” - (Siyar A'lam Nubala' 7/143-144).
- Sumber aqidah dalam agama adalah Al-Qur’an, maka, jika kita tidak memahaminya aqidah tentang Al Quran, lantas dengan apa lagi kita beragama?
Pembahasan mengenai masalah ini ada dua poin penting:
- Sifat Kalam bagi Allah ﷻ.
- Tentang Al-Qur’an.
Al-Qur'an adalah sebagian dari firman Allah ﷻ, karena ada kitab-kitab lain yang diturunkan selain Al-Qur’an.
1. Sifat Kalam bagi Allah ﷻ
Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berkaitan dengan sifat Sifat Kalam bagi Allah ﷻ terkumpul dalam empat poin:
1. Bahwasanya Allah ﷻ memiliki sifat Kalam (berbicara).
Seperti berbicara-Nya kepada malaikat-malaikat, Nabi Adam, Nabi ﷺ dan lainnya.
- Dalil dari Al-Qur'an. Allah ﷻ berfirman :
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya. (QS An-Nisa Ayat 64).
Ayat ini termasuk dalil yang menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat kalam, dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan, تَكْلِيمًا disini adalah Maf'ul Mutlaq untuk menguatkan, bermakna taukid artinya betul-betul berbicara dengan nabi Musa alaihissalam. Karenanya, makanya nabi Musa alaihissalam bergelar Kalimullah (Nabi yang diajak bicara Allah ﷻ).
Dalam ayat ini fa'il (Pelaku) adalah Allah ﷻ, dan Musa adalah Maf'ul bih, maka Allah ﷻ berbicara kepada Musa, adapun kelompok Jahmiyah yang tidak menetapkan sifat kalam bagi Allah ﷻ kepanasan dengan ayat ini.
Salah satu ahli tafsir dan bahasa yaitu Abu Amr Ibnul Ala, pernah ditanya seorang Jahmiyyah dan usul agar mengganti ayat 64 surat an-Nisa di atas menjadi : wa kallamallaaha muusa takliima (Allahu menjadi Allaha) supaya subyeknya Musa menjadi: Musa berbicara kepada Allah ﷻ, karena mereka tidak menetapkan sifat kalam bagi Allah ﷻ!
Maka Abu Amr Ibnul Ala menjawab oke kamu baca seperti itu, tetapi bagaimana dengan ayat yang lain? Yaitu surat Al-A'raf ayat 143:
وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
Dalam ayat ini tidak mungkin dirubah, karena ada dhamir وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ. Maka, penting untuk belajar bahasa Arab!
- Dalil dari Hadits Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim bahwasanya Nabi ﷺ mengatakan
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ
Tidak ada salah seorang diantara kalian kecuali akan diajak bicara oleh Rabbnya.
Dan lafadz Kalam bisa di tulis dengan istilah lain seperti al-qaul, al-hadits, al-munada (memanggil dari jauh), al-munajat (memanggil dari dekat) dan semuanya bermakna berbicara.
2. Allah ﷻ berbicara dengan huruf
Ada huruf-huruf yang dipahami. Dalilnya adalah hadits Nabi ﷺ dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, لاَأَقُوْلُ ألم حَرْفٌ وَلكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur`an maka untuknya satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan ‘alif laam miim’ satu huruf, akan tetapi alif adalah satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” HR. At-Tirmidzi.
3. Allah ﷻ berbicara dengan suara yang didengar lawan bicaranya.
Diantara dalilnya adalah hadits dari Abu Sa’iid Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يقول الله عز و جل يوم القيامة: يا آدم، يقول: لبيك ربنا وسعديك، فينادى بصوت إن الله يأمرك أن تخرج من ذريتك بعثا إلى النار
“Allah ‘Azza wa Jalla berkata di hari kiamat, ‘Wahai Adam!’ Adam menjawab, ‘Iya wahai Rabb kami.’ Maka Allah memanggil dengan suara, ‘Sesungguhnya Allah akan memasukkan dari keturunanmu ba’tsan ke dalam neraka…‘” (HR. Al-Bukhary)
4. Firman Allah ﷻ tidak sama dengan ucapan Makhluk
Dan ini berlaku juga bagi sifat-sifat Allah ﷻ yang lainnya. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asyura ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura: 11)
Allah ﷻ Maha Mendengar tetapi mendengar-Nya berbeda dengan mendengarnya makhluk, Allah ﷻ Maha Melihat tetapi melihat-Nya berbeda dengan melihatnya makhluk, dan Allah ﷻ Maha Berbicara tetapi berbicara-Nya berbeda dengan berbicaranya makhluk.
Ini poin penting, karena mereka kelompok yang menyimpang berpendapat, bahwa alasan mereka tidak menetapkan sifat kalam bagi Allah ﷻ karena tidak ingin menyamakan sifat Allah ﷻ dengan sifat makhluk-Nya. Dan ini alasan batil, karena menetapkan sifat Allah bukan berarti menyerupakanNya dengan makhluk. Kewajiban kita adalah menetapkan sifat kalam bagi Allah ﷻ tetapi jangan menyamakan sifatNya dengan makhluk.
2. Tentang Al-Qur’an.
1. Definisi Al-Qur’an
Menurut Ahlussunnah, Al-Qur'an adalah:
هو كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المبدوء بسورة الفاتحة والمختوم بسورة الناس
“Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wasallam- yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.”
2. Akidah Ahlussunnah terkait tentang Al-Qur’an
1. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an termasuk Firman Allah ﷻ
- Dalilnya diantaranya dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 6:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٱسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah
- Dalil dari Hadits Nabi ﷺ, dari Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dirinya kepada orang-orang pada beberapa tempat seraya berkata,
ألَا رجُلٌ يحمِلُني إلى قومِهِ؛ فإنَّ قُرَيشًا قد منَعوني أن أُبلِّغَ كلامَ رَبِّي.
‘Adakah seseorang yang membawa aku kepada kaumnya karena orang-orang Quraisy menghalangi aku untuk menyampaikan ucapan Rabbku.’” (HR. Abu Daud, no. 4734; Tirmidzi, no. 24, 2925. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
2. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an bukan Makhluk
Ini untuk membantah kelompok-kelompok yang menyimpang dari kalangan Jahmiyyah dan Mu'tazilah. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-A'raf ayat 54:
أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Dalam ayat ini, Al-Qur’an masuk pada kata ٱلْأَمْرُ bukan ٱلْخَلْقُ, seperti kata أَمْرُهُۥٓ dalam surat Yasin ayat 82:
إِنَّمَآ أَمْرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka jadilah ia.
Demikian juga seperti dalam do'a Nabi ﷺ :
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan ciptaan-Nya."(HR. Muslim no. 2709 dan Ahmad no. 2/290)
Dalam do'a ini disebut Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah, jika Al-Qur’an (kalimat-kalimat Allah) adalah makhluk, maka maknanya Nabi ﷺ mengajarkan kesyirikan kepada umatnya. Karena kita boleh berlindung kepada makhluk! Maka, ini dalil yang sangat jelas bahwa Al-Qur’an bukan makhluk, tapi kalamullah, dan kalam adalah sifat Allah, sedangkan sifat mengikuti Dzatnya. Sebagaimana Allah bukan makhluk, maka demikian juga sifat Allah bukan makhluk.
‘Amr bin Dinar rahimahullah berkata, “Aku berjumpa dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang hidup setelah mereka sejak tujuh puluh tahun yang lalu. Mereka berpendapat bahwa Allah ‘azza wa jalla adalah Pencipta; Apa saja selain Allah ‘azza wa jalla adalah makhluk; Al-Qur’an adalah kalamullah (yakni bukan makhluk, -ed.), dari-Nya keluar dan kepada-Nya kembali.” (Ad Darimi dalam Ar Raddu Alal Jahmiyyah)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:
من قال القرآن مخلوق فهو كافر
“Siapa yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk maka ia kafir” (Al-Ibanah Al-Kubra, 6/51-52).
Bahkan Imam Al-Lalikai Rahimahullah, menulis bahwa ada sekitar 500 ulama yang menulis bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk, dan mereka berpendapat bahwa siapa yang mengingkarinya adalah kafir.
3. Dampak Negatif Paham Al-Qur’an adalah Makhluk
1. Meniadakan sifat kalam bagi Allah ﷻ
Padahal Allah ﷻ telah menetapkan di dalam Al-Qur’an, dan ada dalam hadits-hadits dan pendapat para ulama. Maka, jika kita mengingkarinya sama halnya dengan mendustakan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Penodaan terhadap sifat rububiyah Allah ﷻ
Karena jika tidak ada sifat bagi Allah ﷻ, maka itu aib. Bahkan makhluk pun jika bisu maka itu aib. Maha Suci Allah ﷻ dari segala kekurangan, karena tidak mungkin Allah ﷻ bisu, tuli dan sifat aib lainnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat Maryam Ayat 42:
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِى عَنكَ شَيْـًٔا
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?
Faedah:
- Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam memanggil ayahnya ( يَٰٓأَبَتِ ) dengan sebutan yang lembut meskipun beliau kafir.
- Ayat ini menunjukkan bahwa nabi Ibrahim menjelaskan kenapa ayahnya menyembah Tuhan yang tuli, buta dan tidak bisa apa-apa. Maka, kelompok-kelompok yang mengingkari sifat-sifat Kalam bagi Allah ﷻ sama saja menodai sifat rububiyah dan uluhiyah Allah ﷻ.
3. Tidak Mengagungkan Al-Qur’an
Mereka tidak memiliki adab terhadap Al-Qur'an, hingga mengatakan Al-Qur'an bisa direvisi, diinjak dan lainnya. Karena dia makhluk seperti lainya. Na'udzubillahmindalik.
4. Al-Qur'an tidak Dapat Dipakai Sebagai Hujjah
Inilah yang diinginkan oleh kelompok zindiq, liberal, dan lainya. Sama dengan ucapan kafir Quraisy dahulu yang, menuduh Al-Qur’an hanya perkataan manusia biasa.
Firman-Nya dalam Surat Al-Muddatstsir Ayat 25:
إِنْ هَٰذَآ إِلَّا قَوْلُ ٱلْبَشَرِ
Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.
5. Membacanya bukan Ibadah
Karena ini konsekuensi dari menganggap Al-Qur’an adalah makhluk. Maka, jika demikian Al-Qur’an bisa mati, dan kalau mati, maka kita tidak bisa membacanya.
Padahal banyak sekali keutamaan membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya. Membaca dan mempelajari Al-Qur'an memiliki keutamaan besar, termasuk mendapat syafaat di hari kiamat, pahala berlipat ganda untuk setiap huruf yang dibaca, peningkatan derajat di mata Allah, mendapatkan ketenangan jiwa, dan menjadi sebaik-baik manusia jika mengajarkannya.
Imam Adz-Dzahaby di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir hal. 415 dengan sanadnya yang sampai kepada Ahmad bin Nashr beliau berkata: “Saya pernah melewati seorang laki-laki yang kesurupan, maka saya mendatanginya untuk meruqyahnya. Tiba-tiba dari mulutnya keluar suara: “Biarkanlah aku membunuhnya, karena orang ini mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq!”
6. Menuduh ulama salaf di atas kebatilan.
Karena para ulama salaf berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat An-Nisa Ayat 115:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
7. Membuka ruang orang-orang zindiq untuk melecehkan Al-Qur’an
Karenanya sangat penting membahas akan hal ini, jangan sampai menganggap remeh dan dianggap masalah khilafiyah. Padahal para ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah sampai rela dipenjara hanya karena mempertahankan masalah ini.
Kaidah penting: Yang paling utama adalah hakekatnya bukan perubahan nama. Perubahan Nama Tidak Dapat Mengubah Hakikat Dan Hukum Sesuatu.
Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa Jahmiyah tidak ada, tetapi pemikirannya akan tetap ada hingga kiamat.
Seperti orang-orang liberal, HTI dan lainnya, mereka memiliki pemikiran Mu'tazilah meskipun mereka tidak mau dituduh Mu'tazilah.
*****
3. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an dari Allah ﷻ
Telah dibahas bahwa Aqidah Ahlussunnah terkait Al-Qur’an ada dua poin: Al-Qur’an adalah kalamullah dan Al-Qur’an bukan Makhluk.
Dan asal Al-Qur’an dari Allah ﷻ kemudian diperdengarkan kepada Jibril alaihissalam dan disampaikan kepada Nabi ﷺ. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ghafir ayat 2:
تَنزِيلُ ٱلْكِتَـٰبِ مِنَ ٱللَّهِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ
Diturunkan Kitab ini (Al Quran) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
4. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Qur’an dibaca, didengar, ditulis, atau dihafal tetap sebagai Firman Allah ﷻ
Maka ketika Al-Qur’an dibaca, didengar, ditulis, dihafal tetap Firman Allah ﷻ dan tidak berubah. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Surat Al-‘Ankabut Ayat 49:
بَلْ هُوَ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ فِى صُدُورِ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ ۚ
Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.
Demikian juga dalam hadits keutamaan membaca Al-Qur’an, tetap sebagai kalamullah meskipun ia dibaca,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur`an maka untuknya satu kebaikan".
5. Ahlussunnah meyakini bahwa Harus dibedakan antara Ucapan dan Suara
Tatkala kita membaca Al-Qur’an, seperti membaca surat Al-Fatihah
الحمد لله رب العالمين
Maka, bacaan kita berupa suara adalah suara kita yang membacanya, tetapi ucapannya diucapkan oleh Allah ﷻ.
Seperti dalam hadits:
عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ»
Dari Al Baroo` radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kamu”. - HR. Nasai, no. 1015, 1016; Abu Dawud, no. 1468; Ibnu Majah, no. 1342; Ahmad, no. 18494, dan lainya.
6. Ahlussunnah Meyakini bahwa Al-Qur’an Didengar Jibril Tanpa Perantara dan Menyampaikannya kepada Nabi ﷺ juga Tanpa Perantara.
Allah ﷻ berfirman :
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ [ الشعراء: 193]
dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), [Shuara: 193]
Ini adalah bantahan terhadap ahlul bid'ah yang menuduh hal ini (turunnya Al-Qur’an) dengan perantara.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita dan keluarga kita dari penyimpangan-penyimpangan Aqidah. Aamiin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم