بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Pokok-pokok Aqidah (Ushulus Sunnah) Imam Ahmad
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 9: 18 Rabi'ul Awal 1447 / 10 September 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
POKOK-POKOK SUNNAH MENURUT IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH
Ushulus Sunnah - Imam Ahmad #9 | Bab ke-6: Beriman Terhadap Mizan (Timbangan Amal)
Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata:
وَالإِيمَانُ بِالمِيزَانِ كَمَا جَاءَ: «يُوزَنُ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ فَلَا يُوزَنُ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ»، وَتُوزَنُ أَعْمَالُ العِبَادِ كَمَا جَاءَ فِي الأَثَرِ، وَالإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ، وَالإِعْرَاضُ عَمَّنْ رَدَّ ذَلِكَ، وَتَرْكُ مُجَادَلَتِهِ.
(17) Beriman terhadap Mizan (timbangan amal) seperti dalam hadits: “Ada hamba yang ditimbang pada hari Kiamat dan beratnya lebih ringan dari sayap nyamuk.” Amal-amal hamba juga ditimbang seperti dalam beberapa hadits. (18) Wajib mengimaninya dan mempercayainya, serta meninggalkan siapa saja yang menentangnya dan tidak perlu mendiskusikannya.
Beriman terhadap Mizan (timbangan amal) termasuk pokok Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, karena alasan-alasan berikut ini:
- Telah disebutkan dalam Al-Qur’an, sunnah dan ijmak para ulama.
- Hal ini merupakan bagian dari rukun iman, yaitu beriman kepada hari akhir, yaitu peristiwa setelah kematian.
- Adanya kelompok yang menyimpang dalam masalah ini, seperti kelompok Jahmiyah, Mu'tazilah dan Wazaniyah.
- Akan menumbuhkan semangat berlomba-lomba dalam beramal shalih dan waspada dari dosa dan kemaksiatan. Karena semuanya akan ditimbang.
Definisi Mizan
- Secara bahasa: alat untuk menimbang sesuatu.
- Secara Istilah: timbangan yang hakiki dan memiliki dua neraca untuk menimbang kebaikan dan kejelekan.
Kenapa hakiki? Karena Kelompok Jahmiyah dan Mu'tazilah mengartikan mizan sebagai keadilan. Dan dua neraca ini disebutkan dalam hadits bitaqah (kartu).
Dalil-dalil adanya Mizan
Seperti yang disampaikan oleh Imam Ahmad rahimahullah, bahwa keimanan terhadap mizan disebutkan dalam Al-Qur’an, sunnah dan ijmak para ulama.
1. Allah Ta’ala berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47)
“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Ayat ini menunjukkan bahwa mizan ini sangat akurat dalam menimbang, tidak lebih dan tidak kurang sedikitpun.
2. Hadits-hadits tentang mizan derajatnya mutawatir. Salah satunya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ”. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada 2 perkataan yang ringan diucapkan oleh lidah, berat di timbangan, dicintai oleh ar Rahman; subhãnallôhi wabihamdihi (Maha Suci Allah dan segala pujian bagi-Nya) subhãnallõhil’adzhim (Maha Suci Allah lagi Maha Agung”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Imam Bukhari menutup kitab Shahih Bukhari dengan hadits di atas, yang menjadi dalil adanya Mizan.
3. Ijmak para ulama. Dan perlu diketahui bahwa kesepakatan para ulama pasti bersumber dari Al-Qur'an dan hadits. Sehingga ijmak berfungsi sebagai penguat dalil.
Para ulama menyebut mizan dalam kitab-kitab aqidah mereka dan inilah bagian dari pokok Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, siapa yang mengingkarinya bukan bagian dari Ahlussunnah.
Kelompok-kelompok yang Mengingkari Mizan dan Bantahannya
Adanya kelompok yang menyimpang dalam masalah ini, seperti kelompok Jahmiyah, Mu'tazilah dan Wazaniyah, berawal dari penggunaan logika atau akal: amal kok ditimbang, padahal amal bukan benda yang bisa ditimbang sehingga mereka mentahrif (merubah makna) menjadi keadilan.
Prinsip akhirat adalah iman, cukup dengar dan taat, jangan bandingkan dunia dengan akhirat seperti juga jangan bandingkan Allah ﷻ dengan makhluk-Nya.
Sungguh benar apa yang dikatakan Imam Ahmad : Tidak ada qiyas dalam Sunnah (Aqidah).
Maka mentahrif Mizan menjadi keadilan, adalah penyimpangan. Karena Pada asalnya, sebuah perkataan dibawa kepada makna hakikinya. Makna hakiki yang dimaksud adalah makna asal.
Maka tidak boleh memalingkan makna mizan tanpa adanya dalil. Dikembalikan kepada makna asal yaitu timbangan.
Hikmah adanya Mizan
1. Secara umum: Kewajiban kita adalah beriman, baik kita mengetahui hikmahnya atau tidak.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 36:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka
2. Secara terperinci: para ulama menyebutkan beberapa hikmah adanya mizan
Seperti Imam Ibnul Jauzy Rahimahullah dalam Zaadul Masir Fi ilmit Tafsir menyebutkan beberapa hikmah :
- Ujian bagi makhluk apakah beriman kepada Allah ﷻ ataukah tidak. Seperti halnya Allah ﷻ menguji manusia dengan masalah-masalah ghaib, seperti surga dan neraka termasuk mizan.
- Sebagai tanda kebahagian dan kesengsaraan di akhirat.
- Menegakkan hujah kepada hamba-hamba-Nya.
- Menunjukkan keadilan Allah ﷻ, bahwasanya Allah ﷻ tidak mendzalimi seorangpun.
Apa yang ditimbang?
Para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
1. Yang ditimbang adalah kartu (bitaqah) atau lembaran catatan amal.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.”
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2639, Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 135)
Seorang ulama yang bernama Abul Hasan, Ali bin Umar al-Harrani mengatakan,
أنا حضرت رجلا في المجلس ، وقد زعق عند هذا الحديث ، ومات ، وشهدت جنازته ، وصليت عليه
Saya pernah melihat seseorang dalam suatu majlis kajian, orang ini teriak ketika mendengarkan hadis ini, lalu mati. Saya turut hadir dalam pengurusan jenazahnya dan menshalati jenazahnya. (Juz’ul Bithaqah, Hamzah al-Kinani, ket. Hadis no. 2).
2. Yang ditimbang adalah Amalan-amalannya
Pendapat ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694).
3. Yang ditimbang Orangnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.”
Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Bacalah..
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105)
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)
Tiga pendapat di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Sebagian orang ada yang ditimbang amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan sebagian yang lain ditimbang dirinya.
Makanya, Ibnu Katsir rahimahullah berkata, karena semua dalil-dalilnya shahih, maka semuanya akan ditimbang untuk mengkompromikan dalil-dalil tersebut.
Sifat-sifat Mizan
Tidak boleh menetapkan tentang sifat-sifat Mizan tanpa dalil. Beberapa dalil pendukung antara lain tentang sifat mizan adalah:
1. Akurat dan detail.
2. Adil
Allah ﷻ berfirman :
وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47)
“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
3. Di Tangan Allah ﷻ
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sabda beliau yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ، وَبِيَدِهِ الأُخْرَى المِيزَانُ، يَخْفِضُ وَيَرْفَعُ
“’Arsy-Nya di atas air, dan di tangan-Nya yang lain (memegang) timbangan, yang Dia rendahkan dan Dia tinggikan.” (HR. Bukhari no. 7411)
4. Memiliki dua neraca
Seperti dijelaskan dalam hadits bitaqah di atas.
Maka, menyebutkan sifat-sifat mizan tidak boleh asal, tetapi harus berdasarkan dalil yang shahih.
Seorang Ulama Sabtuun Al-Andalusy pernah ditanya dalam suatu kajian, dalam secarik kertas: terbuat dari apakah mizan itu. Emas atau perak? Kemudian beliau menulis dibelakang kertas tersebut:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”
Artinya, bertanyalah yang ada manfaatnya bagimu... Subhanallah.
Faedah Hadits: Disebutkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah, bahwa ada hadits al-Marfu' Hukman, yaitu mauquf kepada Salman Al-Farisi tetapi secara hukum sampai kepada Nabi ﷺ, Salman Al-Farisi Radhiyallahu’anhu berkata:
فَلَوْ وُزِنَ فِيْهِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ لَوَسِعَتْ
Andaikan langit dan bumi ditimbang, niscaya timbangan tersebut akan mencukupi.
Apakah Mizan itu Satu atau Banyak
Ada dua pendapat dikalangan para ulama:
- Satu untuk semua manusia (umat): pendapat Jumhur ulama, seperti disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
- Timbangan itu banyak, dalilnya dalam ayat 47 surat Al-anbiya di atas, kata mizan menggunakan kata jamak. Yaitu pada kata artinya الْمَوَازِيْنَ artinya timbangan-timbangan.
Pendapat jumhur lebih kuat.
Apakah orang-orang kafir ditimbang?
Ada dua pendapat dikalangan para ulama:
1. Orang-orang Kafir Ditimbang, seperti disebutkan Allah ﷻ dalam Surat Al-A'raf ayat 9:
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُم بِمَا كَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يَظْلِمُونَ
Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Demikian juga ayat:
وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47)
“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Kata نَفْسٌ شَيْئًا adalah nakirah setelah nafi yang mengandung makna umum, semua orang tanpa memandang iman atau kafir.
Inilah pendapat yang paling kuat.
2. Orang-orang Kafir tidak Ditimbang
Dalilnya surat Al-Kahfi Ayat 105:
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَزْنًا
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Maksudnya kebaikannya, bukan amalan-amalannya, karena amalan-amalan mereka batal karena kekafiran mereka. Ini menunjukkan pentingnya tauhid.
Amalan-amalan yang Memberatkan Timbangan
Inilah hal terpenting agar membuahkan amal shaleh, amal apa yang dilakukan agar timbangan amal kita menjadi berat.
- Secara umum, amal kebaikan sekecil apapun akan ditimbang. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qari’ah Ayat 8-9:
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُمُّهُۥ هَاوِيَةٌ
Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
Adapun amalan-amalan khusus yang disebut Nabi ﷺ akan keistimewaan timbangannya antara lain:
1. Tauhid
Dalilnya hadits bitaqah yang telah disebutkan di atas.
2. Dzikir
Seperti hadits keutamaan dzikir Tasbih dan tahmid di atas.
3. Akhlak yang mulia
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا شَىْءٌ أَثْقَلُ فِى مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيَبْغَضُ الْفَاحِشَ الْبَذِىءَ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin selain akhlak yang baik. Sungguh, Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor.” - (HR. Tirmidzi, no. 2002. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
4. Menshalati dan Mengantar Jenazah
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya, maka baginya pahala dua qirath.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
“Barangsiapa yang menyalatkan jenazah, namun ia tidak sampai ikut mengantarnya, maka baginya pahala satu qirath. Dan jika ia turut mengantarnya, maka baginya pahala dua qirath.” Kemudian ditanyakanlah, “Seperti apakah dua qirath itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yang paling kecil di antaranya adalah seperti gunung Uhud.” (HR. Muslim no. 945)
5. Sabar ketika Anak Meninggal
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
بَخٍ بَخٍ بِخَمْسٍ مَا أَثْقَلَهُنَّ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَالْوَلَدُ الصَّالِحُ يُتَوَفَّى لِلْمُسْلِمِ فَيَحْتَسِبُهُ
Bakh, Bakh (ucapan pujian dan keridhaan). Ada 5 hal yang sungguh betapa beratnya di timbangan (amal):
1. (Ucapan) Subhanallah,
2.(Ucapan) Alhamdulillah,
3.(Ucapan) Laa Ilaaha Illallah,
4.(Ucapan) Allaahu Akbar.
5.(Kesabaran) karena seorang anak yang saleh meninggal mendahului (orangtuanya yang) muslim, kemudian orangtuanya itu bersabar (berharap pahala dari Allah)
(H.R anNasaai, dishahihkan Ibnu Hibban, al-Hakim, dan Syaikh al-Albaniy. Lafadz sesuai riwayat al-Hakim)
Imam Ahmad Rahimahullah berkata, kita percaya bahwa Allah ﷻ akan berbicara esok pada hari kiamat tanpa penerjemah. Ini menunjukkan bahwa Allah punya sifat bicara, dan tanpa penerjemah karena Allah ﷻ mengerti semua bahasa.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan urusan kita pada yaumul hisab kelak. Aamiin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم