Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: Wasiat Sughro Ibnu Taimiyah
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 1: 18 Syawal 1446 / 16 April 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta Bandung.



Pembuka

Setelah berakhirnya bulan Ramadhan hendaknya kita mengingat empat hal:

  1. Bersyukur kepada Allah ﷻ atas dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan beribadah di dalamnya.

Bentuk syukur ada tiga, yaitu: Syukur dengan hati (nikmat karena Allah ﷻ yang memudahkannya), lisan (mengucapkan alhamdulillah) dan dengan anggota badan (dengan melaksanakan badan untuk ketaatan).

Abu Hazim Rahimahullah mengatakan,

كُلُّ نِعْمَةٍ لاَ تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ بَلِيَّةٌ.

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” [Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82]

  1. Banyak berdo'a agar Allah ﷻ menerima amal kita dan dipertemukan dengan bulan Ramadhan kembali.

Seperti halnya do'a nabi Ibrahim setelah membangun Ka'bah. Doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim setelah membangun Ka'bah adalah "Rabbanaa taqabbal minnaa innaka Antas Samii'ul Aliim" yang artinya "Ya Tuhan kami, terimalah (amal bakti) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui". Doa ini merupakan potongan dari QS. Al-Baqarah: 127.

Demikian juga saat masuk Eid, para sahabat saling mendo'akan. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab “Fathul Bari”, dijelaskan bahwa: “Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam apabila bertemu di hari raya, mereka mengucapkan kepada sebagian lainnya: taqabbalallahu minna wa minkum.”

Orang-orang yang beriman, sangat takut amalan mereka tidak diterima. Maka, orang-orang yang beriman beribadah dengan rasa takut (khauf) dan harap (rodja'). Dari Fudholah bin ‘Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

  1. Banyak beristighfar, karena kita mengakui banyak kekurangannya dan kesalahan. Masih banyak kekurangan dalam puasa kita, seperti perbuatan yang sia-sia, kemaksiatan mata dan kesabaran lainnya.

Maka, pada setiap amalan ibadah kita akhiri dengan istighfar, seperti setelah shalat, pada akhir Ramadhan dan setelah majelis ilmu. Seperti perkataan Hasan Al-Bashri Rahimahullah, Orang yang beriman adalah mereka yang menggabungkan amal kebaikan dengan rasa takut (الخوف) akan amal yang sedikit dan tidak diterima. Sementara, munafik menggabungkan kemaksiatan dan merasa aman (amalannya banyak dan diterima).

  1. Istiqamah dan konsisten dalam beribadah. Jangan menjadi hamba-hamba Ramadhan, karena Rabb kita di bulan Ramadhan sama dengan di luar Ramadhan.

Hanya kematian yang menjadi tanda selesainya ibadah kita. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr Ayat 99:

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).

Demikian juga istiqomah dalam menuntut ilmu. Imam Ahmad bin Hanbal pernah menyatakan bahwa ilmu tidak ada yang bisa menandinginya jika niat mencari ilmu itu benar. Niat yang benar adalah meniatkan untuk menghilangkan kebodohan diri sendiri dan kebodohan orang lain. Beliau menekankan bahwa pahala mencari ilmu akan sangat besar jika niatnya lurus.

Guru Imam Malik, Rabi'ah ar-Ra'yi, mengatakan Ilmu adalah wasilah dari seluruh keutamaan baik dunia maupun akhirat, maka barangsiapa menginginkan kebaikan, teruslah menuntut ilmu.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan selama kita masih bernafas, maka selama itu pula kita menuntut ilmu. Maka, hanya kematian yang memutus menuntut ilmu.

Tentang Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu

  • Kunyah

Beliau dikenal dengan kunyah “Abu Al-Abbas,” meskipun beliau tidak menikah. Hal ini berdasarkan sunah Nabi yang menganjurkan bagi setiap muslim untuk menggunakan kunyah, meskipun tanpa memiliki anak atau masih kecil.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu ‘anha, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, mengapa semua istri-istrimu memiliki kunyah, kecuali aku?” Nabi menjawab, “Gunakanlah kunyah dengan menyebut anakmu, Abdullah (yaitu, anak Az-Zubair).”

  • Nama

Abu Al-Abbas Ahmad bin Syekh Imam Shihabuddin Abi Al-Muhassin Abdulhalim bin Syekh Imam Majduddin Abi Al-Barakat Abdul Salam bin Abi Muhammad Abdullah bin Abi Al-Qasim Al-Khadr bin Muhammad bin Taimiyyah bin Al-Khadr bin Ali bin Abdullah An-Namiri.

Imam Ibnu Taimiyah lahir pada hari Senin, 10 Rabiulawal tahun 661 H di Harran. Beliau lahir dalam keluarga yang terkenal dengan ilmu dan ketakwaan. Ayahnya, Imam Abdulhalim, dan kakeknya, Imam Majduddin, adalah ulama terkenal yang mengajarkan akidah dan fikih menurut mazhab Hanbali.

  • Masa Kecil

Sejak kecil, beliau telah menunjukkan kecerdasan dan bakat luar biasa dalam ilmu pengetahuan. Beliau menyelesaikan hafalan Al-Qur’an pada usia muda, lalu melanjutkan untuk menghafal hadis, mempelajari fikih, dan bahasa Arab. Beliau rajin menghadiri majelis-majelis ilmiah, berdiskusi, memberi fatwa, dan mengajarkan orang lain, meskipun usianya masih muda.

  • Guru

Diriwayatkan bahwa beliau belajar dari lebih dari 200 guru. Dan sangat lazim para salaf mencari banyak guru, ini hal yang yang penting agar wawasan kita luas dan tidak fanatik atau taklid. Guru beliau antara lain: Imam Abdulrahman bin Muhammad bin Qudamah dan muridnya sangat banyak, dan yang paling menonjol adalah Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Al-Adzahabi dan Imam Ibn Katsir.

  • Julukan

Beliau dikenal dengan julukan “Syekh Islam” dan “Ibn Taimiyyah,” dan sering kali kedua julukan tersebut digabungkan menjadi “Syekh Islam Ibn Taimiyyah.” Dan beliau sering masuk penjara karena tidak sesuai dengan pendapat beliau.

  • Karyanya

Ibnu Taimiyah memegang teguh akidah salaf saleh, yaitu akidah ahli sunah waljamaah, yang berlandaskan pada ajaran Nabi Muhammad ﷺ dan generasi awal Islam, dalam tiga generasi terbaik yang disebutkan dalam sabda Nabi.

Maka, banyak sekali karya beliau yang membantah penyimpangan ahlul bid'ah, maka tidak akan penyimpangan tersebut kecuali telah dibantah oleh beliau melalui karya-karyanya.

  • Wafat

Imam Ibnu Taimiyah wafat pada malam Senin, tanggal 20 Zukaidah tahun 728 H, di Benteng Damaskus, di ruangan tempat beliau dipenjara. Banyak orang yang datang ke benteng tersebut untuk melihat jenazah beliau, dan mereka diizinkan masuk untuk mengunjunginya, lalu mereka pergi. Yang tinggal hanyalah orang-orang yang bertugas memandikan jenazah atau membantu proses memandikannya. Orang-orang menangis, memuji, dan mendoakan beliau dengan penuh rasa belas kasih.

Tentang Kitab: Wasiat Sughro Ibnu Taimiyah rahimahullahu

Wasiat Emas Ibnu Taimiyah, juga dikenal sebagai Wasiat Sughro, adalah sebuah wasiat atau nasehat yang penting dan ditulis singkat dan padat oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Banyak Kitab lain yang berisi wasiat. Dinamakan wasiat Sughro karena untuk membedakan dengan kitab wasiat beliau lain yang lebih tebal. Dinamakan juga Suaal Abul Qōsim Al-Maghribī rahimahullah. Ditulis pada tahun 697 H saat beliau berusia 36 tahun. Dengan alasan:

  1. Beliau Abul Qōsim Al-Maghribī rahimahullah bertemu dengan Ibnul Qayyim pada tahun itu.
  2. Pada sebagian manuskrip, terdapat tahun 697H. Dan beliau lahir pada tahun 661 H.

Wasiat ini timbul karena adanya pertanyaan Abul Qōsim Al-Maghribī rahimahullah berupa:

  1. Wasiat (pesan penting) yang akan memperbaiki agama dan duniaku;
  2. Kitab apa yang akan kujadikan rujukan ilmu hadits dan ilmu-ilmu syar’i lainnya;
  3. Amal paling utama setelah kewajiban;
  4. Pekerjaan yang paling utama;

Kitab ini sangat istimewa karena:

  1. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting untuk menambah iman, karena inilah tujuan utamanya bukan hanya sekedar menambah wawasan.

Jundub bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhu memaparkan tahapan tersebut,

«كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌وَنَحْنُ ‌فِتْيَانٌ ‌حَزَاوِرَةٌ، فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا»

“Dahulu saat kami masih anak-anak bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur’an. Setelah itu kami baru belajar Al-Qur’an. Sehingga iman kami pun semakin bertambah kuat.” (HR. Ibn Majah dan dinilai sahih oleh al-Albaniy).

Ilmu yang manfaat atau yang tidak diukur dengan manfaatnya masa depan akhirat. Sufyan al-Tsauri mengatakan: “Sesungguhnya ilmu itu dipelajari semata untuk taqwa kepada Allah. Maka, jika ada ilmu yang di dalamnya tidak bisa membawa taqwa, maka buanglah” (Muhammad bin Ibrahim al-Randy,Ghaitsul Mawahib al-‘Aliyyah fi Syarh al-Hikam al-‘Athoiyyah, hal. 278).

  1. Kitab ini singkat dan kitab yang paling mudah dan singkat adalah kitab Ini dibandingkan kitab yang lain.
  2. Bahasanya mudah dimengerti.
  3. Wasiat ini berisi nasihat-nasihat berharga mengenai kehidupan, agama, akhirat dan dunia, serta fokus pada pentingnya berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah.
  4. Ditulis oleh ulama Rabbani yang menguasai berbagai macam bidang ilmu.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

  • Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Pertanyaan Abul Qōsim Al-Maghribī

Fadhilatusy syaikh, imam, pemuka orang-orang terdahulu, panutan orang-orang kemudian, orang paling berilmu yang pernah kujumpai di negeri timur dan barat, Taqiyuddin Abul Abbās Ahmad bin Taimiyyah, aku bertanya kepadanya tentang:

(1) Wasiat (pesan penting) yang akan memperbaiki agama dan duniaku;
(2) Kitab apa yang akan kujadikan rujukan ilmu hadits dan ilmu-ilmu syar’i lainnya;
(3) Amal paling utama setelah kewajiban;
(4) Pekerjaan yang paling utama;

Semua penjelasan itu dalam bentuk ringkas, dan semoga Allah menjaganya. Semoga salam yang mulia, rohmat Allah, dan barokah-Nya tercurah kepadanya.

📃 Penjelasan:

Faedah-faedah dari pembahasan ini:

  1. Setiap orang memerlukan nasihat

Abul Qōsim Al-Maghribī rahimahullah adalah seorang ulama, meskipun demikian beliau sangat tawadhu dan tidak segan untuk meminta nasihat kepada ulama yang lain.

Demikianlah, nasihat sangat diperlukan bagi semua orang. Meskipun seorang ulama.

Dari Yusuf bin Maahak, beliau berkata: Aku melihat Ibnu Umar berada di majlis Ubaid bin Umair saat dia memberikan nasehat. Aku melihat Ibnu Umar mencucurkan air mata. (Hilyatul Auliya’ 1/305).

Orang alim itu tidak akan merasa puas dengan ilmu yang diketahuinya. Justru ia akan merasa perlu untuk belajar dan terus belajar. Dalam hal ini, Abdullah bin Mubarak berkata, “Seseorang tetap dikatakan alim selagi ia terus menuntut ilmu. Jika ia menyangka ilmunya telah cukup, maka sesungguhnya dia masih bodoh.”

Dan dalam sejarah, kita tahu, Imam Ahmad yang telah hafal satu juta Hadits (menurut ar-Razi), tidak pernah lepas dari pena dan tinta.

  1. Hendaknya setiap pertanyaan didasarkan pada niat yang ikhlas.

Tujuan bertanya untuk menimba ilmu, bukan untuk mengetes, mengadu domba atau yang lain. Dan dilakukan dengan adab yang baik.

  1. Pujian ulama kepada Ibnu Taimiyah rahimahullahu.

Tidak ada yang mencela Ibnu Taimiyyah kecuali dua orang:

  • Orang-orang yang hasad
  • Atau orang-orang yang bodoh.
  1. Nama kunyah beliau Abul Abbas. Meskipun tidak memiliki anak. Beliau belum sempat menikah karena sering masuk penjara.
  2. Salah satu adab bertanya adalah mendo'akan Ustadz yang menyampaikannya, agar ilmu menjadi berkah. Saling mencintai antara murid dan guru.

Maka, ada istilah Hadits musalsal bil awwaliyah, yaitu hadits yang disampaikan pertama kali, dan hal ini menjadi tradisi yang diwariskan kepada para murid. Hadits musalsal bil awwaliyah yang terkenal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi berikut.

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang suka mengasihi (sesamanya) akan dikasihi oleh Zat Yang Maha Pengasih. Maka kasihilah penghuni bumi, maka kalian akan dikasihi para penghuni langit,” (Lihat Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, juz III, halaman 217).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم