Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

Kajian Kitab: Hadits Arba'in
Tanggal: 15 Safar 1447 / 9 Agustus 2025
Tempat: Masjid Al-Qomar Purwosari, Surakarta
Bersama: Ustadz Abu Adib Hafidzahullah



Hadits Arba'in ke-23: Sarana-sarana Menuju Kebaikan
Syarah oleh: Syaikh Fauzan Al Fauzan Hafidzahullah

عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بْنِ عَاصِمٍ الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:) الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، وَالحَمْدُ للهِ تَمْلأُ المِيْزَانَ، وَسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ – أَو تَمْلأُ – مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، وَالصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوْبِقُهَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bersuci itu sebagian dari iman, ucapan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) itu memenuhi timbangan. Ucapan subhanallah (Mahasuci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), keduanya memenuhi antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti nyata, kesabaran adalah sinar, Al-Qur’an adalah hujjah yang membelamu atau hujjah yang menuntutmu. Setiap manusia berbuat, seakan-akan ia menjual dirinya, ada yang memerdekakan dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.’”
- (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 223]

Syarah oleh Syaikh Fauzan Al Fauzan Hafidzahullah:

Ini adalah hadis agung yang menjelaskan banyaknya kebaikan dan amal saleh.

Beliau bersabda: (الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ) "Bersuci adalah separuh dari iman."

  • Makna Ath-thuhur - الطُّهُورُ: (dengan dammah pada tho') berarti bersuci.
    Berasal dari akar kata tahara (menyucikan), yang berarti bersuci dari najis dan kotoran dalam suatu kegiatan fisik.
  • Sedangkan ath-thohur الطّھُور (dengan fathah), merujuk pada substansi penyucian, yaitu air, atau tanah ketika air tidak tersedia.

Sama seperti kata al-wudhu artinya perbuatan berwudhu, sedangkan al-wadhu artinya air yang digunakan untuk berwudhu.

Bersuci ada dua makna:

  • Secara hissi-حِسِّيٍّ : bersuci dari kotoran dengan air.
  • Secara Maknawi - مَعْنَوِيٌّ : bersuci rohani dari dosa, pelanggaran, dan perbuatan salah.

Beliau bersabda, (شَطْرُ الإِيمَانِ) berarti "Separuh iman".

Telah dikatakan bahwa yang dimaksud dengan bersuci di sini adalah penyucian fisik, yaitu penyucian dari kotoran dan kotoran. Dengan demikian, jika seseorang menyucikan dirinya secara fisik, ia telah mencapai separuh iman. Karena kesucian fisik merupakan syarat sahnya shalat.

Telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bersuci adalah mencakup juga penyucian rohani. Tampaknya—wallohu’alam—bahwa bersuci mencakup kedua jenis penyucian tersebut, sehingga penyucian fisik tidaklah cukup, begitu pula penyucian rohani. Dengan demikian, orang yang menyucikan dirinya dengan penyucian fisik yang diperintahkan oleh syariat, dan dengan penyucian rohani dari dosa dan pelanggaran, telah mencapai separuh iman, dan hanya menyisakan separuhnya lagi, yaitu amal.

Karena iman—sebagaimana dijelaskan sebelumnya—adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan.

Beliau bersabda: (وَالْحَمْدُ للَّهِ تمَلأ الْمِيزَانَ) "Segala puji bagi Allah, itu memenuhi timbangan amal."

Makna الحَمْدُ: adalah pujian bagi Sang Pemberi Kebaikan. Itu adalah perkataan yang jika diucapkan seseorang, akan memenuhi timbangan amal pada Hari Kiamat, karena amal baik dan buruk akan ditimbang pada Hari Kiamat. Hal itu merupakan satu kata yang harus diucapkan seorang hamba dengan tulus, memuji Allah dengan tulus, dan menandai nikmat dengan rasa syukur. Dan ia menafkahkannya dalam ketaatan kepada Allah. Segala puji bagi Allah tidak hanya diungkapkan dengan lidah, tetapi juga dengan lidah dan perbuatan.

Beliau bersabda: (وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تمَلآنٍ - أَوْ تملأُ -مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ) (Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah, memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi).

Ini mengandung dua kata:

  • Kata (سُبْحَانَ اللَّهِ) (Maha Suci Allah) berarti menyatakan Allah - Yang Maha Tinggi dan Maha Agung - bebas dari apa yang tidak pantas bagi-Nya; menyatakan-Nya bebas dari sekutu, dan bebas dari cacat dan kesalahan.
  • Kata (وَالْحَمْدُ للَّهِ) (Dan segala puji bagi Allah) - sebagaimana disebutkan sebelumnya - adalah pujian bagi Allah Yang Maha Kuasa.
    - Dan (تمْلآنِ - أَوْ تمَلأُ -) (Mereka memenuhi ) Kata tunggal memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi, dan hamparan luas antara langit dan bumi sudah diketahui.

Disebutkan dalam hadits riwayat Abbas bin Abdul Mutthalib Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tahukah kalian berapa jarak antara langit dan bumi? Kami berkata, “Allah dan RosulNya lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda, “Jarak keduanya adalah perjalanan lima ratus tahun, dan antara satu langit dengan langit selanjutnya perjalanan lima ratus tahun, dan tebal setiap langit adalah perjalanan lima ratus tahun, dan diantara langit ketujuh dengan arsy ada laut yang jarak antara dasar dan atasnya adalah seperti jarak antara langit dan bumi, dan Allah diatas itu semua, tidak tersembunyi baginya amalan manusia….”[ HR Abu Dawud (4723) Tirmidzi (3320) dan Ibnu Majah (193)]

Dua kata ini, ketika diucapkan oleh seseorang dengan ketulusan dan niat murni, akan memenuhi ruang antara langit dan bumi, seluas ruang antara langit dan bumi. Karena pentingnya kedua kata ini, tidak hanya dalam pengucapannya, tetapi juga dalam makna dan tindakannya, tujuannya bukan hanya untuk mengucapkannya dengan lidah, tetapi juga untuk mengamalkannya.

Beliau bersabda: (وَالصَّلاةُ نُورٌ) ((Dan shalat itu adalah cahaya)

Shalat wajib dan shalat sunat adalah cahaya bagi wajah. Kamu akan mendapati orang-orang yang meninggalkan shalat dengan kegelapan dan kekeruhan di wajah mereka - naudzubillah - dan kamu akan mendapati orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang shalat di malam hari dengan wajah berseri-seri, bercahaya, dan ceria. Ini adalah sesuatu yang jelas bagi manusia ketika kamu merenungkannya. Shalat adalah cahaya bagimu di wajahmu. Dan cahaya bagimu di jalan, dan cahaya bagimu dalam perilaku dan kehidupanmu.

Allah ﷻ berfirman:

﴿ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ﴾ [العَنكَبُوت: ٤٥]

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. [Al-Ankabut: 45],

dan Dia berfirman:

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', [Al-Baqarah: 45].

Jadi, shalat adalah perkara yang besar.

Beliau bersabda: (وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ) (Dan sedekah adalah bukti).

Sedekah adalah pemberian harta yang dibelanjakan dalam ketaatan kepada Allah.

Pernyataannya, (بُرْهَانٌ) "Itu adalah bukti," berarti Bukti keteguhan iman, karena tidak mungkin seseorang bisa bermurah hati dengan harta, kecuali orang yang hatinya beriman. Karena, harta itu dicintai jiwa, sedangkan jiwa itu sifatnya kikir. Maka, jika seseorang mengutamakan hartanya dalam ketaatan kepada Allah, maka ini adalah bukti keimanannya, karena ia menganggap harta yang bermanfaat ialah yang digunakan dalam ketaatan kepada Allah ta’ala.

Adapun orang munafik, ia tidak bersedekah, melainkan menahan diri darinya.

Allah ﷻ berfirman:

﴿وَلَا يُنتْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَرِهُونَ﴾

"Dan mereka tidak menafkahkan hartanya melainkan dengan terpaksa" (At-Taubah: 54), dan

﴿وَيَقْيِضُونَ أَيْدِيَهُمَّ)

"Dan mereka menutup tangan mereka" (An-Nubah: 67).

Sedekah adalah bukti keimanan, sedangkan sedekah yang sedikit atau tidak ada sama sekali merupakan bukti kemunafikan, sebagaimana Allah menggambarkan keadaan orang-orang munafik.

Beliau Bersabda: (وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ) "Kesabaran itu cahaya."

Kesabaran adalah menahan diri dalam ketaatan kepada Allah. Kesabaran memiliki tiga jenis:

1. Pertama: Kesabaran dalam ketaatan kepada Allah ﷻ.

Seorang hamba wajib mentaati Allah ﷻ meskipun sulit baginya. Karena ketaatan itu tidak mudah. Orang yang shalat lima waktu dan bangun malam membutuhkan kesabaran. Orang yang menginfakkan harta, berjihad di jalan Allah, menyuruh dalam kebaikan, mencegah kemungkaran, dan berdakwah membutuhkan kesabaran dalam menaati Allah. Orang yang kurang sabar tidak akan terus-menerus taat, sehingga ia akan aktif di hari pertama. Keesokan harinya, ia kelelahan dan meninggalkan ketaatan. Seandainya ia memiliki kesabaran, ia pasti akan melanjutkannya.

2. Kedua: Sabar dalam Menahan diri dari melanggar larangan Allah.

Kita tahu bahwa jiwa cenderung kepada kejahatan—kecuali mereka yang dirahmati Allah—menurutkan hawa nafsu dan hal-hal yang terlarang, ingin menjadi seperti orang lain dan mengikuti contoh mereka. Karena itu, orang beriman bersabar dan menahan diri dari hal-hal yang dilarang, dan tidak tertipu oleh banyaknya orang yang berbuat dosa.

3. Ketiga: Kesabaran dalam menghadapi ketetapan takdir Allah ﷻ yang menyakitkan.

Seorang Muslim hendaknya bersabar ketika musibah menimpa hartanya, pribadinya, keluarga, atau kerabatnya, ia tidak menjadi tidak sabar atau gusar, melainkan ridha dengan ketetapan dan takdir Allah dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Karena ia tahu bahwa tidak ada sesuatu pun, baik maupun buruk, yang menimpanya kecuali atas ketetapan Allah ﷻ. Ia tidak punya jalan keluar lain. Jika ia bersabar, ia akan mendapatkan pahala. Namun jika ia tidak bersabar, musibah akan datang, dan pahalanya akan hilang.

Sebagaimana ia bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya, ia harus bersabar ketika menghadapi musibah.

  • Simak pembahasan detail tentang tingkatan dan tahapan kesabaran dalam: 'Uddat as-Sabireen wa Dhakhirat as-Shakireen (hlm. 13 dan selanjutnya), Madarij as-Salikeen (2/152-170), dan Taysir al-'Aziz al-Hamid, Syarh Kitab al-Tawhid (hlm. 451), Bab: Sebagian dari keimanan kepada Allah adalah kesabaran dalam menghadapi ketetapan-ketetapan Allah.

Beliau Bersabda: (وَالصَّلاةُ نُورٌ ... وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ) "Dan shalat adalah cahaya... dan kesabaran adalah cahaya,"

Makna النُّورُ dan الضِّيَاءُ adalah sama, tetapi الضِّيَاءُ lebih pekat. Allah ﷻ berfirman:

﴿جَعَلَ اَلشَّمْسَ ضِيَاءُ وَالْقَمَرَ نُورًا﴾

"Dia menjadikan matahari sebagai cahaya dan bulan sebagai cahaya" (Yunus: 5).

Tidak diragukan lagi bahwa matahari, dengan panasnya yang terik, lebih pekat daripada bulan. Maka kesabaran memotivasi seseorang untuk tekun dalam ketaatan, karena kesabaran menerangi jalan baginya. Dan jika ia menghadapi kesulitan atau kesukaran, maka akan mudah baginya, karena jalan di hadapannya akan jelas dan terang.

Beliau bersabda: (وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ) ((Dan Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi pembelamu atau (menjadi) penuntutmu.)

Al-Qur'an yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, untuk memberi petunjuk bagi manusia dan menjernihkan yang hak dari yang batil. Jika kamu mengamalkannya, niscaya ia menjadi hujjah bagimu di sisi Allah pada hari kiamat, dan jika kamu meninggalkannya, niscaya ia menjadi penuntut bagimu.

Tidak ada alasan bagimu untuk tidak mengamalkan apa yang tercantum dalam Al-Qur'an, karena Al-Qur'an telah datang kepadamu. Ia dibacakan di masjid-masjid, majelis-majelis, dan di radio. Al-Qur'an juga dimudahkan bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Ini merupakan bagian dari menegakkan hujjah bagi manusia. Kamu akan selalu melihat mushaf, kamu akan selalu mendengar pembacanya, dan kamu akan selalu membacanya. Al-Qur'an telah sampai kepadamu, maka tidak ada seorang pun yang punya alasan pada Hari Kiamat untuk berkata, "Aku tidak mengetahuinya dan tidak ada sesuatu pun yang sampai kepadaku."

Allah ﷻ berfirman:

﴿قَدْ كَانَتْ ءَايَِى نُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنتُمْ عَلَى أَعْقَيِكُنْ نَنكِصُونَ﴾

"Sesungguhnya telah ada beberapa ayat yang Kami bacakan kepadamu, tetapi kamu berbalik ke belakang." [Al-Mu'minun: 66]

Maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagimu jika kamu mengamalkannya, atau menjadi penuntut bagimu jika kamu meninggalkannya dan tidak mengamalkannya. Kemudian Allah berfirman: (كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو) "Semua manusia keluar pada waktu pagi." Al-Ghudhu berarti keluar pada waktu pagi dari rumah.

Orang-orang meninggalkan rumah mereka di pagi hari. Ke mana mereka pergi? Mereka pergi bekerja, entah itu membeli atau menjual, atau mencari pekerjaan. Tidak ada yang tinggal di rumah kecuali orang sakit atau perempuan.

Sedangkan laki-laki, ia pergi dan tidak tinggal di rumah kecuali ia sakit atau tua. Kepergian seorang hamba dari rumahnya dapat membawanya kepada kejahatan atau kebaikan. Jika ia pergi untuk menuntut ilmu dan beramal, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Jika ia pergi kepada dosa, perbuatan jahat, keburukan, dan maksiat, maka ia akan mendapatkan keburukan. Jadi, dengan datang dan perginya dari rumahnya, ia akan menuju kebaikan atau keburukan.

Beliau bersabda: (فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا) ((Barangsiapa yang menjual jiwanya, maka ia akan membebaskannya atau menghancurkannya))

Di antara manusia, ada orang-orang yang Allah berikan kemenangan, maka mereka membebaskan jiwa mereka dengan memohon ampunan, taubat, kembali kepada Allah, dan menyesalinya. Dan di antara mereka ada orang-orang yang cenderung kepada dosa, keburukan, dan cobaan, maka mereka menghancurkan diri mereka sendiri. Maka, ketika seseorang keluar di pagi hari untuk bekerja, ia tidak terbebas dari salah satu dari dua hal: ia membebaskan dirinya atau ia akan menghancurkan dirinya sendiri.

Seorang Muslim harus mengingat hal ini dan berhati-hati ketika keluar dan masuk, menjaga pendengaran, penglihatan, dan anggota tubuhnya agar ia termasuk orang-orang yang telah membebaskan dirinya. Namun, jika ia tidak menjaga anggota tubuh dan organ-organ ini, ia akan termasuk orang-orang yang telah menghancurkan dirinya sendiri. Dan Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah - وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ..

Ini adalah hadits komprehensif yang mencakup sifat-sifat baik dan mencegah sifat-sifat buruk. Ini adalah jalan yang agung bagi seorang Muslim untuk diikuti dalam hidupnya dan merenungkan keselamatannya.

Segala puji bagi Allah, yang telah memberi kita ruang yang luas untuk berbuat baik. Jika seorang hamba berbuat dosa, Allah memberinya ruang yang luas untuk bertobat. Dia tidak tergesa-gesa menghukumnya, melainkan memberinya penangguhan dan memberinya kesempatan, batas waktu dan kemampuan, maka hendaklah seorang hamba melihat dirinya sendiri, apakah ia menghancurkan dirinya sendiri atau menyelamatkan dirinya melalui tindakan dan perilakunya.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم