Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang shalat Maghrib dan shalat Isya' dengan jama' ta'khir dan qashar sebelum masuk di Muzdalifah karena sebab yang mendesak, seperti mobil rusak di jalan ketika menuju Muzdalifah. Dan karena takut habisnya waktu Maghrib dan Isya, lalu dia shalat Maghrib dan Isya di perbatasan sebelum masuk Muzdalifah dengan jarak sedang, kemudian tidur sehabis memperbaiki mobil, lalu shalat Shubuh karena telah masuk Shubuh, dan baru sampai di Muzdalifah ketika pagi di mana matahari telah memancarkan sinarnya. Apakah masing-masing shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh tersebut sah karena dilakukan di perbatasan Muzdalifah ? Mohon penjelasan beserta dalilnya.
Jawaban Shalat sah dilakukan di mana saja kecuali pada tempat yang tertentu dalam syari'at. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Tapi yang disyari'atkan bagi orang yang haji adalah, shalat Maghrib dan shalat Isya dengan jama' di Muzdalifah di mana saja dia mampu melakukan (maksudnya : tidak harus di Masy'aril Haram seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) sebelum tengah malam. Tapi jika tidak mudah melakukan hal itu karena macet atau lainnya maka dia shalat Maghrib dan Isya di mana saja dan tidak boleh mengakhirkan keduanya sampai lewat tengah malam. Sebab Allah berfirman.
"Artinya : Sesunguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman" [An-Nisa' : 103]
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Waktu Isya sampai tengah malam" [Hadits Riwayat Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Ash]
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum bagi orang yang karena pekerjaannya tidak dapat mabit di Mina pada hari-hari tasyriq ?
Jawaban Mabit di Mina gugur bagi orang-orang yang mempunya uzdur (alasan syar'i). Tapi bagi mereka wajib mengambil kesempatan sisa-sisa waktu untuk berdiam di Mina bersama jama'ah haji.
BERMALAM DI LUAR MINA PADA HARI-HARI TASYRIQ
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum mabit di luar Mina pada hari-hari tasyriq, baik hal tersebut dilakukan dengan sengaja atau karena tiadanya tempat di Mina ? Dan kapan jama'ah haji boleh mulai meninggalkan Mina ?
Jawaban Menurut pendapat yang shahih bahwa mabit di Mina wajib pada malam ke-11 dan malam ke-12 Dzulhijjah. Pendapat ini adalah yang dinyatakan kuat oleh para peneliti hukum, Dan kewajban tersebut sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi jika tidak mendapatkan tempat di Mina maka gugur kewajiban dari mereka dan tidak wajib membayar kifarat. Namun bagi orang yang meninggalkannya tanpa alasan syar'i wajib menyembelih kurban.
Adapun waktu mulai meninggalkan Mina adalah setelah melontar tiga jumrah pada hari ke-12 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat. Tapi jika seseorang mengakhirkan pulang dari Mina hingga melontar tiga jumrah pada hari ke-13 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat maka hal itu lebih utama.
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Dari mana batu untuk melontar di ambil ? Bagaimana sifat melontar ? Dan apa hukum mencuci batu yang akan digunakan melontar ?
Jawaban Batu diambil di Mina. Tapi jika seseorang mengambil batu pada hari Id dari Muzdalifah, maka diperbolehkan. Dan tidak disyariatkan mencuci batu tetapi langsung mengambilnya dari Mina atau Muzdalifah atau dari tanah haram yang lain. Sedangkan ukuran batu adalah kira-kira sebesar kotoran kambing dan tidak berbentuk runcing seperti pelor. Demikianlah yang dikatakan ulama fiqih. Adapun cara melontar adalah sebanyak tujuh batu pada hari Id, yaitu Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada hari-hari tasyriq maka sebanyak 21 batu setiap hari, masing-masing tujuh lontaran untuk Jumrah Ula, tujuh lontaran untuk Jumrah Wustha, dan tujuh lontaran untuk Jumrah 'Aqabah.
MELONTAR DENGAN BATU YANG TERDAPAT DI SEKITAR TEMPAT MELONTAR
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah boleh bagi orang haji melontar jumrah dengan batu yang terdapat di sekitar tempat melontar ?
Jawaban Boleh. Sebab pada asalnya batu di sekitar tempat melontar tidak digunakan melontar. Adapun batu-batu yang terdapat dalam bak tempat melontar, maka tidak boleh digunakan untuk melontar.
WAKTU MELONTAR JUMRAH DAN HUKUM MELONTAR PADA MALAM HARI
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kapan waktu mulai melontar jumrah pada hari-hari tasyriq dan kapan waktu terakhir ? Apakah sah melontar pada malam hari pada hari-hari tasyriq karena kepadatan dan kesulitan besar dalam melontar pada siang hari. Di mana sebagian manusia berpedoman dengan hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam shahihnya dari Ibnu Abbas, ia berkata:
" Artinya : Adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam ditanya pada hari nahar di Mina, maka beliau bersabda: "Tidak mengapa". Lalu seseorang bertanya kepadanya seraya berkata: "Saya bercukur sebelum menyembelih kurban?". Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam bersabda: "Sembelihlah, dan tidak mengapa". Lalu seseorang berkata: "Saya melontar setelah sore?". Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam bersabda: "Tidak mengapa". [Hadits Riwayat Bukhari]
Mereka mengatakan, "Jika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam memperbolehkan seseorang melontar jumrah pada malam hari di hari nahar yang hukumnya wajib bagi setiap orang yang haji hingga dia dapat tahallul awal, lalu bagaimana dengan melontar pada tiga hari tasyriq yang lebih rendah tingkat wajibnya dari melontar pada hari nahar?. Ini menunjukkan bahwa melontar pada tiga hari tasyrik boleh dilakukan pada malam hari!". Lalu apa hukum orang yang melontar jumrah pada malam hari dalam hari-hari tasyriq, dan apakah dia wajib membayar kifarat ? Mohon penjelasan hal ini beserta dalilnya.
Jawaban Waktu melontar jumrah pada hari-hari tasyriq adalah dari lengsernya matahari ke arah barat setelah dzhuhur berdasarkan riwayat Imam Muslim dalam shahihnya, bahwa Jabir Radhiallahu 'anhu berkata :
"Artinya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melontar dalam hari nahar pada waktu dhuha dan melontar setelah (hari) itu ketika matahari telah bergeser ke barat" [Hadits Riwayat Muslim]