Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hal-hal yang harus dijauhi oleh orang yang sedang berihram ?
Jawaban Orang yang sedang ihram harus menjauhi sembilan hal yang telah dijelaskan ulama, yaitu : memotong rambut, memotong kuku, memakai parfum, memakai baju berjahit, menutup kepala, membunuh binatang buruan, bersetubuh, akad nikah, dan menyentuh istri. Semua hal tersebut harus dijauhi oleh orang yang sedang ihram hingga tahallul, dan dalam tahallul awal diperbolehkan melakukan semua hal yang terlarang tersebut selain hubungan sebadan dengan istri/suami. Namun jika telah tahallul kedua maka melakukan hubungan sebadan suami-istri halal baginya.
HAL-HAL YANG DILARANG DALAM IHRAM DAN BAGIAN-BAGIANNYA
Oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah hal-hal yang wajib dijauhi oleh orang yang sedang ihram dan bagian-bagiannya ? Jawaban Adapaun hal-hal yang dilarang ketika ihram ada sembilan hal :
[1]. Memotong atau mencabut rambut dari kepala atau badan [2]. Memotong kuku dari tangan atau kaki. [3]. Memakai kain berjahit bagi laki-laki, yaitu setiap pakaian yang di jahit menurut ukuran anggota badan, seperti qamis, celana, jubah, kaos, peci, topi, dan lain-lain. [4]. Menutup kepala dengan hal-hal yang menyentuh kepala sepeti sorban dan peci. Lain halnya payung, kemah dan membawa barang di atas kepala, maka demikian itu tidak dilarang. [5]. Memakai parfum, yaitu setiap hal yang berbau wangi dengan tujuan memakainya di baju atau di badan, seperti misik, mawar, rayhan, dan minyak wangi yang lain. [6]. Bertujuan memburu binatang darat yang lepas, seperti burung merpati, kijang dan lain-lain. [7]. Melakukan akad nikah. Maka orang yang ihram tidak boleh meminang, menikah, menjadi wali nikah, dan lain-lain. [8]. Bersetubuh dengan istri. [9]. Bercumbu dengan istri/suami, seperti meraba-raba, mencium dan lain-lain.
Sembilan hal tersebut dikelompokkan dalam empat bagian.
Pertama : Harus membayat fidyah, tapi tidak membatalkan ibadah (haji atau umrah), yaitu bagi lima hal yang pertama. Kedua : Ada denda yang setimpal, yaitu berburu. Ketiga : Membatalkan ibadah dan tidak harus membayar fidyah, yaitu akad nikah. Keempat : Tidak membatalkan ibadah tapi harus membayar dam, yaitu bersentuhan kulit (bercumbu) dengan syahwat. Bersetubuh dengan istri ?
Pertanyaan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya melaksanakan umrah pada awal Ramadhan tahun ini dan saya mukim di Mekkah selama 15 hari. Lalu saya melaksanakan umrah lagi dengan baju saya dan penutup kepala. Ketika saya pertama kali sampai di Masjidil Haram, saya shalat dua raka'at dengan niat shalat Tahiyatul Masjid, lalu saya thawaf di Ka'bah tujuh kali putaran kemudian shalat dua raka'at di maqam Ibrahim 'Alaihis Salam, lalu sa'i tujuh kali putaran dan kemudian memotong rambut. Apakah yang saya lakukan benar ?
Jawaban Apa yang anda sebutkan dalam pertanyaan bahwa yang dilakukan dalam umrah adalah suatu yang wajib dari umrah dan anda tidak wajib mengeluarkan sesuatu jika ihram dari miqat yang wajib. Hanya saja shalat dua raka'at yang dilakukan ketika masuk Masjidil Haram adalah menyalahi sunnah bagi orang yang masuk Masjidil Haram (untuk melaksanakan umrah), yaitu memulai dengan thawaf.
Adapun yang anda sebutkan bahwa anda ihram dengan memakai baju, jika yang dimaksudkan itu baju ihram, yaitu kain dan selendang yang telah digunakan dalam umrah sebelum umrah, maka tiada mengapa dalam hal tersebut, karena boleh menggunakannya berulang kali dalam haji atau umrah atau memberikan kepada orang lain untuk digunakan haji dan umrah. Tapi jika yang anda maksudkan bahwa ihram dengan baju biasa yang dipakai selain ketika ihram, maka anda salah dalam hal itu dan anda telah melakukan dua larangan dalam umrah, yaitu memakai pakaian berjahit dan menutup kepala. Jika anda mengetahui bahwa demikian itu tidak boleh, maka wajib dua fidyah, yaitu karena pakaian dan menutup kepala. Dan untuk masing-masing anda boleh menyembelih kambing yang mencukupi syarat kurban, atau memberi makan enam orang miskin masing-masing orang setengah sha' berupa kurma atau yang lain dari makanan pokok suatu daerah, atau puasa tiga hari. Dan kedua kambing atau makanan untuk 12 orang miskin diberikan kepada orang-orang miskin Mekkah dan kamu tidak boleh makan sebagian dari keduanya dan juga tidak boleh anda hadiahkan. Sedangkan untuk berpuasa boleh dilakukan di tempat dan waktu kapanpun.
Namun jika yang anda lakukan tersebut karena tidak mengetahui hukum syar'i atau karena lupa, maka tidak wajib fidyah, hanya harus taubat dan mohon ampun kepada Allah atas dua hal tersebut serta tidak akan mengulangi pekerjaan yang menafikan kewajiban-kewajiban dalam ihram seperti kedua hal tersebut. Kepada Allah kita bermohon taufiq kepada kebenaran. Dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang ihram, baik laki-laki maupun perempuan memakai sandal atau kaos kaki karena tahu atau tidak tahu hukumnya atau karena lupa apakah ihramnya batal sebab hal tersebut ..?
Jawaban Sesuai sunah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa orang laki-laki yang ihram adalah memakai sandal, Sebab terdapat riwayat shahih bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Hendaklah seorang diantara kamu berihram dengan memakai kain dan selendang serta sandal" [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Jarud]
Maka yang utama adalah bila laki-laki ihram dengan memakai sandal untuk menghindari duri, panas atau dingin. Tapi jika dia ihram tanpa memakai sandal maka tiada dosa atas dia. Dan jika dia tidak mendapatkan sandal maka dia boleh memakai sepatu but (khuf). Apakah dia harus memotong khuf itu sampai kedua mata kaki ataukah tidak ? Dalam hal ini terdapat perselisihan pendapat ulama. Sebab terdapat hadits bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf dan harus memotongnya sampai mata kaki"
Sedangkan dalam khutbah di Arafah ketika haji wada'. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barangsiapa tidak mendapatkan kain maka hendaklah dia memakai celana, dan siapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf" [Muttafaqun 'alaih].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan perintah memotong khuf, dan sebagian ulama mengataka bahwa perintah yang pertama dihapuskan. Karenanya orang yang ihram boleh memakai sepatu but tanpa harus memotong sampai bawah mata kaki. Sebagian ulama mengatakan bahwa perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang pertama tidak dihapuskan, tapi menunjukkan sunnah dan tidak wajib dengan dalil bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diam atas hal tersebut ketika khutbahnya di Arafah.
Pendapat yang sangat kuat -insya Allah- adalah, bahwa perintah memotong khuf dihapuskan. Sebab dalam khutbah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di Arafah yang dihadiri banyak manusia baik dari kota maupun desa yang mereka tidak menghadiri khutbah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah yang di dalamnya terdapat perintah memotong khuf. Jika memotong khuf hukumnya wajib atau diberlakukan niscaya beliau menjelaskan kepada manusia ketika khutbahnya di Arafah. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diam dari menyebutkan perintah memotong khuf ketika khutbahnya di Arafah, maka menunjukkan bahwa perintah memotong khuf dihapuskan dan Allah memaafkan serta memberikan kelonggaran kepada hamba-Nya dari memotong khuf karena di dalamnya terdapat unsur pengrusakan terhadap khuf. Wallahu 'alam.
Adapun bagi wanita maka tiada dosa padanya jika memakai khuf atau kaos kaki. Sebab kaki wanita adalah aurat. Tetapi wanita dilarang dua hal, yaitu memakai cadar dan kaos tangan. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang hal tersebut. Beliau bersabda.
"Artinya : Janganlah wanita bercadar dan janganlah dia memakai kaos tangan" [Hadits Riwayat Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa'i]
Sedangkan cadar adalah sesuatu yang dibuat untuk muka. Maka dia tidak boleh memakai cadar ketika sedang ihram. Akan tetapi dia diperbolehkan menutup mukanya dengan apa saja yang dikehendaki selain cadar ketika ada kaum lelaki yang bukan mahramnya, sebab muka wanita adalah aurat. Jika dia jauh dari laki-laki, maka dia membuka wajahnya. Sebagaimana wanita juga tidak boleh memakai kaos tangan yang dibuat untuk menutup kedua tangan. Tapi wanita boleh menutupi kedua tanganya dengan selain kaos tangan.
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah orang yang melakukan senggama sebelum tahallul awal wajib mengulangi hajinya karena dia mengetahui bahwa hajinya adalah haji sunnah ?
Jawaban Jika seseorang melakukan senggama sebelum tahallul pertama maka batal hajinya dan wajib mengqadha'nya setelah itu meskipun haji sunnah sebagaimana di fatwakan oleh para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia juga wajib menyembelih Unta dan dibagikan kepada orang-orang miskin Mekkah Al-Mukarramah, dan kepada Allah tempat mohon pertolongan
MELAKUKAN SENGGAMA SETELAH THAWAF IFADHAH
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang haji telah thawaf ifadhah, apakah halal baginya untuk melakukan senggama selama hari-hari tasyriq .?
Jawaban Jika orang yang haji telah thawaf ifadhah maka tidak halal baginya menggauli istrinya kecuali dia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam haji yang lain, seperti melontar jumrah 'aqabah dan mencukur atau memotong rambut disamping dia telah thawaf ifadhah. Jika demikian maka halal baginya melakukan senggama kepada istrinya, dan jika belum maka tidak boleh. Sebab thawaf satu-satunya tidak cukup. Tapi dia juga harus telah melontar jumrah pada hari i'ed dan mencukur/memotong rambut juga harus thawaf ifadhah dan sa'i jika wajib melakukan sa'i yaitu apabila dia mengambil haji tamattu'. Dengan ini maka halal baginya menggauli istrinya. Adapun tanpa hal-hal tersebut, maka tidak boleh. Akan tetapi jika telah melaksanakan dua dari tiga kewajiban haji, seperti melontar jumrah dan bercukur/memotong rambut maka dia diperbolehkan melakukan semua hal yang dilarang dalam ihram, seperti memakai pakaian berjahit, memakai parfum, memotong kuku, dan lain-lain, kecuali senggama dengan istri/suami. Demikian juga ketika dia telah melontar dan thawaf, maka halal baginya memakai baju biasa, memakai parfum, berburu, memotong kuku, dan lain-lain. Tapi tidak halal baginya melakukan senggama dengan istri kecuali jika telah melakukan tiga hal dari kewajiban haji, seperti melontar jumrah 'aqabah, mencukur/memotong rambut, dan thawaf ifadhah serta sa'i jika dia wajib sa'i yaitu bagi orang yang haji tamattu'. Setelag itu semua, maka halal baginya melakukan senggama dengan istri. Wallahu a'lam.