✍🏼Karya : Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan حفظه الله تعالى
🎙┃Pemateri : Ustadz Muhammad Hamid Alwi, Lc حفظه الله تعالى
▪ Pembina Yayasan Al Mahir Attarbawiyah
▪ Mudir Pondok Pesantren Joglo Qur'an Boyolali
Fiqh Muamalah#1
Video Kajian: KPMI Solo Raya
Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan hingga masih dipertemukan dalam majelis ilmu.
Sebagai pembuka Ustadz, mengawali dengan menjelaskan pentingnya mempelajari kaidah-kaidah dasar dalam ilmu fiqh seperti yang telah dilakukan oleh para ulama salaf dahulu. Dengannya, mereka mampu menganalisa masalah-masalah fiqh kontemporer, dan ini hanya bisa dilakukan dengan cara mengikuti para ulama.
BAB TENTANG: HUKUM JUAL BELI
Dalam al-Qur’an dan Sunnah, Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan hukum-hukum dalam bermuamalah mengingat besarnya hajat manusia terhadap hal itu. Manusia memerlukan makanan yang membuat tubuhnya menjadi kuat, juga pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan lain-lain yang menjadi kebutuhan primer maupun sekunder dalam kehidupan, (dan itu hanya bisa diperoleh lewat jual-beli).
Sebab itulah jual beli diperbolehkan dalam al-Qur’an, Sunnah, ijima’ dan qiyas. Allah ﷻ berfirman:
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ
“Allah telah menghalalkan jual beli…” (QS. Al-Baqarah: 275).
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ
“Tidak ada dosa atas kalian untuk mencari karunia dari Rabb kalian” . (QS. Al Baqarah: 198)
✍ Note:
- Berbicara mengenai halal dan haram dan suatu hukum baik yang bersifat wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram, harus berdasarkan dalil yang disebutkan baik dalam al-Qur’an, Sunnah, ijima’ dan qiyas.
- Ayat yang berkaitan dengan jual beli di atas, digandengkan dengan masalah haji, dimana di ayat ini, Allah ﷻ membolehkan jual beli selama tidak mengganggu prosesi haji. Seperti waktu-waktu luang di hari tasyrik.
*****
Nabi ﷺ bersabda:
الْبَيِّعانِ بالخِيارِ ما لَمْ يَتَفَرَّقا، فإنْ صَدَقا وبَيَّنا بُورِكَ لهما في بَيْعِهِما، وإنْ كَذَبا وكَتَما مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِما.
“Orang yang berjual beli bebas menentukan pilihan *) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya berlaku jujur dan terus terang maka jual beli tersebut akan diberkahi. Namun jika keduanya berdusta dan menyembunyikan, dicabutlah berkah dari jual beli mereka.” (Muttafaq’alaih).
HR. Al-Bukhari (no. 2079) (IV:391) kitab al-Buyu’, bab 19, dan Muslim (no. 1532 (3858)) (V:416) kitab al-Buyu’, bab 11, dari sahabat Hakim bin Hizam) .
✍ Note:
- *) Yakni pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi.
- Berkah bermakna kebaikan yang banyak, maka jual beli yang berkah akan memberikan kebaikan bagi pelakunya.
*****
Secara umum, para ulama juga telah sepakat (ijma’) dibolehkannya berjual beli.
Adapun menurut qiyas, maka hal itu dibolehkan karena hajat manusia yang mengharuskan adanya jual beli. Sebab hajat seseorang sering kali terikat dengan apa yang dimiliki orang lain, baik itu uang maupun barang. Sedangkan orang lain biasanya tidak akan merelakannya kecuali dengan imbalan. Hal inilah yang menjadi landasan dibolehkannya jual beli demi tercapainya tujuan yang dimaksud.
Transaksi jual beli dapat terjadi dalam bentuk lisan maupun tindakan.
- Transaksi lisan terdiri dari ijab, yaitu ucapan dari si penjual seperti: “Barang ini saya jual” , dan qabul, yaitu ucapan dari si pembeli seperti: “Barang ini saya beli”.
- Sedangkan transaksi tindakan ialah dengan serah terima, yaitu penjual menyerahkan barang kepada pembeli lalu pembeli membayarnya dengan harga yang sesuai. Namun bisa juga dengan lisan dan tindakan sekaligus.
✍ Note:
- Kaidah mengatakan:
الأصل في العادات الإباحة
“Hukum asal untuk masalah adat (kebiasaan manusia) adalah boleh.”
Maka, kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah boleh selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum bolehnya. Seperti halnya jual beli di market place, dimana tidak ada ijab qabul secara langsung.
- Hati-hati terhadap kedzaliman dalam jual beli, sekecil apapun, karena hal ini akan dihisab di hadapan Allah ﷻ.
*****
Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan: Jual beli dengan serah terima bentuknya ada bermacam-macam:
- Pertama: Penjual mengucapkan jab secara lafazh saja lalu pembeli mengambil barangnya. Seperti bila penjual mengatakan: “Ambillah kain ini seharga satu dinar”, lalu pembeli mengambilnya. Demikian pula bila harganya berupa barang tertentu (barter), seperti bila penjual berkata: “Ambillah kain ini dengan imbalan kainmu”, lalu pembeli mengambilnya.
- Kedua: Pembeli mengucapkan qabul, lalu penjual menyerahkan barangnya, baik harganya berupa barang maupun sesuatu yang ditanggung oleh pembeli (hutang).
- Ketiga: Mereka berdua tidak mengucapkan apa-apa, melainkan mengikuti kebiasaan yang sudah ada, yaitu cukup dengan membayar harga dan mengambil barang. (Lihat Fatawa Syaikhul Islam (XXIX/7-8).
Agar jual beli dianggap sah, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Ada syarat-syarat yang berkaitan dengan pelaku transaksi dan ada pula yang berkaitan dengan sesuatu yang ditransaksikan. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka jual belinya tidak sah.
- Pertama: Ada unsur kerelaan dari penjual dan pembeli.
Maka bila salah satu pihak dipaksa tanpa alasan yang benar, maka jual belinya tidak sah. Dalilnya adalah firman Allah:
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
”… kecuali bila hal tersebut terjadi lewat jual beli dengan penuh keridhaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)
Nabi bersabda:
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Jual beli itu tidak lain atas dasar saling meridhai.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan lainnya)
Namun, jika pihak yang memaksa itu melakukannya dengan cara yang benar maka jual belinya tetap sah. Misalnya jika pemerintah memaksa seseorang menjual asetnya demi melunasi hutangnya, maka ini termasuk pemaksaan yang dibenarkan.
- Kedua: Terpenuhinya syarat kelayakan bertransaksi dari kedua belah pihak.
Yaitu keduanya harus berstatus merdeka, mukallaf [Yakni telah baligh dan berakal sehat], dan pandai menggunakan harta. Karenanya, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil, orang yang tidak becus menggunakan harta, orang gila, atau hamba sahaya yang tidak mendapat izin majikannya tidaklah dianggap sah.
- Ketiga: Kedua belah pihak adalah pemilik sah dari barang yang ditransaksikan, atau bertindak selaku pemilik.
Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ kepada Hakim bin Hizam :
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi, dan beliau menshahihkannya).
Maksudnya, janganlah engkau menjual barang-barang yang tidak kamu miliki.
Al-Wazir Ibnu Hubairah Rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) bersepakat dengan tidak diperbolehkannya seseorang menjual sesuatu yang tidak ada padanya dan tidak dimilikinya, lalu ada orang lain yang membeli barang tersebut sebagai barangnya. Jual beli macam ini adalah batil.”
Syarat-syarat bagi Barang yang Diperjualbelikan
- Pertama: Barang yang dimaksud boleh dimanfaatkan secara mutlak. Maka tidaklah sah menjual barang yang haram dimanfaatkan seperti khamr (miras), babi, alat musik, dan bangkai. Dalilnya adalah sabda Nabi
Dalilnya adalah sabda Nabi :
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan berhala (arca).” [Muttafaq ‘alaih]”
Diriwayatkan dari hadits Jabir oleh al-Bukhari (no. 2236) (IV:535) kitab al-Buyu’, bab 112, dan Muslim (no. 1581 (4048)) (VI:8) kitab al-Musaqah, bab 13.
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud Radhiyallahu’anhu disebutkan:
حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ
“Allah mengharamkan khamr dan uang hasil penjualannya, mengharamkan bangkai dan uang hasil penjualannya, dan mengharamkan babi dan uang hasil penjualannya.”
Hadits shahih. Diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah oleh Abu Dawud (no. 3485) (III:487) kitab al-Buyu’, bab 64. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib (no. 2358).
Begitu pula minyak-minyak dari benda najis atau yang terkena najis juga tidak sah diperjualbelikan. Dalilnya adalah sabda Nabi :
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula uang hasil penjualannya”.
Hadits shahih. Diriwayatkan dari hadits Ibnu “Abbas oleh Abu Dawud (no. 3488) (III:488) kitab al-Buyu’, bab 64.
Dalam hadits yang muttafaq ‘alaih disebutkan: “… Ya Rasulallah, bagaimana menurut engkau tentang lemak yang diambil dari bangkai lalu digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit, dan menyalakan lampu minyak?” Jawab beliau: “Tidak boleh, itu haram.”
- Kedua: Barang yang diperjualbelikan dan alat pembayarannya harus bisa diserahterimakan. Sebab sesuatu yang tidak bisa diserahterimakan dihukumi seperti sesuatu yang tidak ada. Oleh karenanya ia tidak sah untuk diperjualbelikan. Maka dari itu, menjual budak yang kabur, onta yang melarikan diri, atau burung yang terbang di angkasa tidaklah boleh. Begitu pula menjual barang yang dirampas kepada selain perampasnya, atau ke selain orang yang mampu mengambilnya dari perampas juga tidak boleh.
- Ketiga: Barang yang diperjualbelikan dan alat pembayarannya diketahui oleh kedua belah pihak. Sebab jika tidak demikian maka akan menyebabkan terjadinya penipuan. Padahal penipuan itu terlarang. Maka tidaklah sah membeli sesuatu yang belum terlihat, atau sudah terlihat namun belum diketahui subtansinya. Demikian pula tidak sah membeli janin dalam perut, atau air susu dalam empeng secara terpisah. [Artinya, membeli janin dalam perut atau susu dalam empeng saja, tanpa membeli induknya sekaligus].
Begitu pula tidak sah jual beli secara mulaamasah (sentuhan acak), seperti dengan mengatakan: “Kain apa saja yang engkau sentuh maka harus engkau beli seharga sekian.” Atau secara munaabadzah (lemparan acak), seperti dengan mengatakan: “Kain apa saja yang kau lemparkan kepadaku, maka harganya sekian.” Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi ﷺ melarang jual beli secara mulaamasah dan munaabadzah”.
Demikian juga halnya dengan jual beli dengan cara melempar batu, seperti bila si penjual berkata: “Lemparkanlah batu ini, dan di atas kain apa pun jatuhnya maka engkau beli dengan harga sekian.” [Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2146) (IV:453) kitab al-Buyu’, bab 63, dan Muslim (no. 1511 (1801)) (V:393) kitab al-Buyu’, bab 1].
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم