Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Spesial Bisnis Islam
Pemateri:  Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 6 Dzulqa’dah 1446 / 4 Mei 2025
Tempat: Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung.
 

Peran Pengusaha Kaya dalam Dakwah

Alhamdulillah atas nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada kita setelah melaksanakan shalat maghrib dilanjutkan dengan menuntut ilmu. Tidaklah lahir keimanan kecuali dari ilmu dan tidaklah seluruh amal kebaikan dimulai dari ilmu.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, "Ilmu itu tidak dapat ditandingi oleh amal apa pun bagi orang yang benar niatnya.” Ada yang bertanya, “Bagaimana niat yang benar itu?” Beliau menjawab, "Seorang meniatkan untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.”

Kebodohan adalah penyakit dan Sesungguhnya obat bagi kebodohan adalah bertanya. “Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahui (hukumnya), sesungguhnya tiada lain obat penyakit bodoh adalah bertanya.” [HR. Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu dan Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkan sanadnya dalam Shahih Abu Dawud 336].

Termasuk ilmu adalah dasar dalam pengelolaan harta ada di tangan kita. Banyaknya harta tanpa ilmu, akan mendatangkan musibah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا

Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah orang-orang yang menyedikitkan (kebaikannya) pada hari Kiamat, kecuali orang yang diberi harta oleh Allâh, lalu dia memberi kepada orang yang di sebelah kanannya, kirinya, depannya, dan belakangnya; dan dia berbuat kebaikan pada hartanya [HR. al-Bukhâri, no. 6443; Muslim, no. 94].

Harta dalam islam disebut Al-khoir, karena bisa melahirkan kebaikan di tangan orang yang baik. Dan ilmu memberitahukan, bahwa harta semakin banyak di dunia, maka kebaikan di akhirat sedikit, karena harta merenggut waktu, pikiran dan tenaga. Agar, harta minimal tetap atau bertambah, hingga semuanya mengakibatkan lalai dari mengingat Allah ﷻ. Hingga sedikitlah amalnya dan bertambah beban hisabnya di akhirat.

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dengan ‘memperbanyak’ adalah dengan harta, dan ‘menyedikitkan’ adalah dengan pahala akhirat. Ini (terjadi) pada diri orang yang memperbanyak harta, akan tetapi dia tidak memenuhi sifat dengan yang ditunjukkan oleh pengecualian setelahnya, yaitu berinfaq”. [Fathul Bari 18/261].

Allah ta'aala berfirman dalam Surat Al-Qari’ah Ayat 6-9:

فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَٰزِينُهُ.ۥ فَهُوَ فِى عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ. وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَٰزِينُهُۥ. فَأُمُّهُۥ هَاوِيَةٌ

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.

Akan tetapi, jika harta dikelola oleh orang yang berilmu, maka ia akan banyak mendatangkan kebaikan.

Sebaik-baik harta adalah di tangan orang yang sholih.

Hadits semacam ini dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod pada Bab “Sebaik-baik harta adalah di tangan orang yang sholih”.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَلِىٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ يَقُولُ بَعَثَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « خُذْ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ وَسِلاَحَكَ ثُمَّ ائْتِنِى ». فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَصَعَّدَ فِىَّ النَّظَرَ ثُمَّ طَأْطَأَهُ فَقَالَ « إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللَّهُ وَيُغْنِمَكَ وَأَرْغَبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً ». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَسْلَمْتُ مِنْ أَجْلِ الْمَالِ وَلَكِنِّى أَسْلَمْتُ رَغْبَةً فِى الإِسْلاَمِ وَأَنْ أَكُونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَقَالَ « يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ »

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ali dari Bapaknya ia berkata, saya mendengar Amru bin Ash berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang kepadaku agar mengatakan, “Bawalah pakaian dan senjatamu, kemudian temuilah aku.” Maka aku pun datang menemui beliau, sementara beliau sedang berwudlu. Beliau kemudian memandangiku dengan serius dan mengangguk-anggukkan (kepalanya). Beliau lalu bersabda: “Aku ingin mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan dan aku berharap engkau mendapat harta yang baik.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam lantaran ingin mendapatkan harta, akan tetapi saya memeluk Islam karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Maka beliau bersabda: “Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih.”

(HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Yang dimaksud orang yang sholih adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama dan harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat.

Karunia Allah ﷻ kepada sebagian Orang yang Kaya

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ « أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ ، إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ » . فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ . فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ « تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari no. 843).

Abu Shalih yang meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Hurairah berkata,

فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »

“Orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin kembali menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang punya harta (orang kaya) akhirnya mendengar apa yang kami lakukan. Lantas mereka pun melakukan semisal itu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan, “Inilah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang ia kehendaki.” (HR. Muslim no. 595).

Hadits di atas menunjukkan bagaimanakah bentuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Itulah yang terjadi pada orang-orang Muhajirin yang berhijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.

Dan ilmu yang dimiliki orang-orang kaya menjadikannya memiliki keutamaan, karena dengan banyaknya harta, mampu mengaturnya untuk kebaikan yang hal ini belum tentu bisa dilakukan oleh orang-orang yang diuji dengan kemiskinan. Allah ﷻ maha tahu siapa yang shaleh jika diberi kekayaan atau kemiskinan.

Maka, jika ada yang diberi kelebihan harta, kelola ia dengan Ilmu dan Iman.

Rasulullah ﷺ Bersumpah akan Kebenaran Tiga Hal

عن أبي كبشة عمرو بن سعد الأنماري رضي الله عنه مرفوعاً: «ثلاثة أقسم عليهن، وأحدثكم حديثاً فاحفظوه: ما نقص مال عبد من صدقة، ولا ظلم عبد مظلمة صبر عليها إلا زاده الله عزًا، ولا فتح عبد باب مسألة إلا فتح الله عليه باب فقر -أو كلمة نحوها- وأحدثكم حديثًا فاحفظوه»، قال: «إنما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلمًا، فهو يتقي فيه ربه، ويَصِلُ فيه رحمه، ويعلم لله فيه حقًا، فهذا بأفضل المنازل. وعبد رزقه الله علما، ولم يرزقه مالاً، فهو صادق النية، يقول: لو أن لي مالا لَعَمِلْتُ بعمل فلان، فهو بنيته، فأجرهما سواء. وعبد رزقه الله مالاً، ولم يرزقه علما، فهو يخبط في ماله بغير علم، لا يتقي فيه ربه، ولا يصل فيه رحمه، ولا يعلم لله فيه حقًا، فهذا بأخبث المنازل. وعبد لم يرزقه الله مالاً ولا علمًا، فهو يقول: لو أن لي مالا لعملت فيه بعمل فلان، فهو بنيته، فوزرهما سواء»

Abu Kabsyah 'Amr bin Sa'ad Al-Anmāriy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū': "Ada tiga hal yang aku bersumpah tentang kebenarannya serta aku akan sampaikan sebuah hadis kepada kalian, karena itu hafalkanlah! Yaitu, harta seorang hamba tidak akan berkurang karena sedekah; tidaklah seseorang dianiaya dan dia bersabar atas penganiayaan itu, melainkan Allah menambah kemuliaannya; tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta, kecuali Allah akan buka baginya pintu kemiskinan -atau ungkapan lainnya yang semakna-.

Aku juga akan sampaikan kepada kalian sebuah hadis, maka hafalkanlah! Yaitu, sesungguhnya dunia ini untuk empat orang, yaitu: hamba yang Allah karuniai harta dan ilmu, dengannya dia bertakwa kepada Tuhannya, menggunakannya untuk menyambung tali silaturahmi, dan dia juga mengetahui hak Allah di dalamnya, maka yang seperti ini derajatnya paling utama; hamba yang Allah karuniai ilmu namun tidak dikaruniai harta, dia hanya memiliki niat yang tulus, dia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan beramal seperti amalnya si polan', maka dia mendapatkan pahala niatnya, sehingga pahala keduanya menjadi sama; hamba yang Allah karuniai harta namun tidak dikaruniai ilmu sehingga dia tenggelam bersama hartanya tanpa ilmu, lantas di dalamnya dia tidak bertakwa kepada Tuhannya, tidak menyambung tali silaturahmi, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya, maka orang ini derajatnya paling rendah; hamba yang tidak dikaruniai harta maupun ilmu oleh Allah, maka dia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan berbuat seperti apa yang diperbuat oleh si polan (orang ketiga)', lantas dia mendapatkan dosa niatnya, sehingga dosa keduanya sama."

[Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Tirmiżi]

Tiga hal yang Rasulullah ﷺ bersumpah kebenarannya:

Pertama, Setiap harta yang disedekahkan seorang, tidak akan berkurang! akan Allah ganti. Coba renungkan, dapat ganti dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak diragukan, ganti dari Allah akan lebih besar daripada harta yang diinfakkan orang yang bersedekah.

Maka, semakin banyak bersedekah, maka akan semakin banyak rezeki yang kembali. Meski harta yang disedekahkan secara kasat mata berkurang jumlahnya namun kemanfaatan harta tersebut di akherat kelak tetap kekal, tidak berkurang.

Dan yang kedua, kemuliaan akan diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang disakiti oleh orang lain namun ia tetap bersabar atas perlakuan itu dan dengan lapang hati mau memaafkan orang yang menyakitinya. Ia tidak menaruh benci dan dendam kepada orang tersebut. Kesalahan dan perbuatan aniaya yang dilakukan kepadanya ia maafkan dengan menghapusnya dari memori hati dan pikirannya.

Ketiga, tidaklah seseorang membuka bagi dirinya pintu meminta-minta kepada manusia kecuali Allah akan bukakan baginya pintu kefakiran.

Orang yang suka meminta-minta kepada orang lain untuk memberikan sejumlah harta kepadanya, dengan menampakkan kefakiran dan kebutuhannya, disumpahi oleh Rasulullah bahwa Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran yang tidak pernah ia sangka. Kepadanya Allah akan menguasakan sesuatu yang dapat menghancurkan apa saja harta yang dimiliki orang tersebut sehingga ia jatuh melarat dengan kondisi yang lebih jelek dari yang ia tunjukkan kepada orang saat ia meminta-minta. Demikian Al-Munawi menjelaskan.

Dikecualikan bagi yayasan yang meminta donasi untuk pembangunan gedung, masjid atau fasilitas pondok pesantren, karena yang dilarang adalah untuk kepentingan pribadi.

Dunia ini untuk empat orang:

  1. Hamba yang Allah karuniai harta dan ilmu, dengannya dia bertakwa kepada Tuhannya, menggunakannya untuk menyambung tali silaturahmi, dan dia juga mengetahui hak Allah di dalamnya, maka yang seperti ini derajatnya paling utama.

Orang ini mempunyai iman dan ilmu, dia kaya dan juga shaleh. Yang dengannya shalatnya menjadi khusyu:

  • Syukurnya dengan menambah ibadah.
  • Khawatir hartanya adalah istidraj atas dosa dan kesalahan. Sehingga ia berusaha hartanya disimpan ditangan bukan di hatinya.
  1. Hamba yang Allah karuniai ilmu namun tidak dikaruniai harta, dia hanya memiliki niat yang tulus, dia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan beramal seperti amalnya si Fulan', maka dia mendapatkan pahala niatnya, sehingga pahala keduanya menjadi sama.

Karena ilmunya dia mempunyai niat dan tekad yang kuat, hingga dicatat Allah ﷻ sebagai pahala. Inilah kedahsyatan ilmu.

  1. Hamba yang Allah karuniai harta namun tidak dikaruniai ilmu sehingga dia tenggelam bersama hartanya tanpa ilmu, lantas di dalamnya dia tidak bertakwa kepada Tuhannya, tidak menyambung tali silaturahmi, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya, maka orang ini derajatnya paling rendah.

Dia bodoh tetapi kaya, karena dengan hartanya dia melakukan banyak pelanggaran. Sehingga Allah ﷻ timpakan dia istidraj. Na'udzubillahmindalik.

  1. Hamba yang tidak dikaruniai harta maupun ilmu oleh Allah, maka dia berkata, 'Andaikan aku mempunyai harta, niscaya aku akan berbuat seperti apa yang diperbuat oleh si Fulan (orang ketiga)', lantas dia mendapatkan dosa niatnya, sehingga dosa keduanya sama.

Yang keempat inilah yang paling buruk, sudah bodoh dia miskin, yang dengannya dia berangan-angan jika kaya akan berbuat maksiat. Na'udzubillahmindalik.

Maka, disinilah letak Keutamaan Ilmu, karena keutamaan seseorang bukan ditentukan oleh kaya atau miskin, tetapi seberapa dia berilmu dan mengamalkannya atau ketakwaannya.

Maka, ketika memperdebatkan: mana yang lebih mulia, Kaya yang bersyukur atau miskin yang bersabar?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata Yang paling afdhol (utama) di antara keduanya adalah yang paling bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Jika orang kaya dan orang miskin tadi sama dalam taqwa, maka berarti mereka sama derajatnya.” (Badai’ul Fawaidh, 3/683). Itu pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Furqon hal. 67).

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Menurut para peneliti dan ahli ilmu bahwa keutamaan di antara orang kaya dan orang miskin tidak kembali pada miskin atau pun kayanya. Namun itu semua kembali pada amalan, keadaan, dan hakikatnya. … Keutamaan di antara keduanya di sisi Allah dilihat dari ketakwan, hakikat iman, bukan dilihat dari miskin atau kayanya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)

Sikap takut kepada Allah adalah salah satu unsur taqwa, dan ketaqwaan itu terlahir karena ilmu. Berkata Abu Darda “Kamu tidak bisa menjadi orang yang bertaqwa sebelum kamu berilmu”.

Maka, penting mengelola ilmu yang akan melahirkan Iman dan Taqwa. Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat. Baarokallohufiikum.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم